Pada Volume pertama novel ini menceritakan tentang seorang pria biasa yang tewas ditembak oleh sekelompok preman karena berusaha melawan mereka.
Setelah Pria itu tewas dia dipanggil oleh seorang dewi, karena sang Dewi itu merasa terharu karena pria itu tewas dengan cara yang mulia dia memberikan kesempatan kedua kepada pria itu untuk hidup.
Karena tekadnya yang mulia itu sang dewi memberi pria itu sebuah kekuatan sebelum pria itu bereinkarnasi ke dunia yang berbeda, lalu setelahnya sang dewi mereinkarnasi jiwa pria itu ke tubuh seorang bayi yang baru lahir dari pasangan bangsawan yang memiliki tingkat terendah.
Dan dari sinilah kisah pria itu kembali dimulai.
CATATAN : PROSES REVISI BARU SAMPAI BAB 2
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Lotzer, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Kehidupan
Sesampainya di tembok perbatasan Alaric dan Sanchia melihat Miles sedang duduk santai di sebuah kursi kayu sembari menghisap sebatang cerutu, setelah melihat Miles Alaric dan Sanchia langsung berjalan menghampiri Miles.
"Selamat pagi Kapten!" Tegur Alaric.
Melihat Alaric datang secara tiba-tiba Miles dengan segera memadamkan cerutunya lalu berdiri dari tempat duduknya.
"Selamat pagi Baron!" Sapa Miles sembari menundukkan kepalanya.
"Apa yang kamu lakukan di sini Baron? Bukankah ayahmu sudah melarangmu untuk pergi berburu?" Tanya Miles.
"Tidak, aku tidak akan pergi berburu, aku hanya ingin memberi kalian hadiah karena telah menyelamatkan kami kemarin." Jawab Alaric.
"Begitu, tunggu sebentar aku akan memanggil dua prajurit itu." Balas Miles seraya berjalan masuk kedalam tenda pasukan pria.
Beberapa detik kemudian Miles keluar dari tenda itu dengan membawa dua prajurit yang sebelumnya telah membantu Alaric dan Sanchia.
"Selamat pagi Baron!" Sapa kedua prajurit itu dengan serentak sembari menundukkan kepala mereka.
"Selamat pagi!" Balas Alaric.
"Anggap saja ini sebagai ucapan Terima kasih kami." Sambung Alaric sembari membuka kantung koin miliknya lalu memberikan 10 buah koin perak kepada masing-masing orang yang telah menyelamatkannya.
"Terima kasih Baron!" Seru Miles dan kedua prajurit itu sembari menerima koin pemberian Alaric dengan perasaan senang.
Total koin milik Alaric sekarang adalah : 29 koin perak.
"Ini adalah jumlah yang cukup banyak, dengan begini aku bisa membawa banyak buah tangan untuk keluargaku!" Celetuk salah satu prajurit.
"Kamu benar!" Balas salah satu prajurit lainnya.
"Karena sekarang kamu tidak bisa pergi berburu apa yang akan kamu lakukan untuk selanjutnya?" Tanya Miles.
"Entahlah, mungkin aku akan berlatih." Jawab Alaric.
"Hahahaha, begitulah yang seharusnya anak muda!" Ujar Miles sembari menepuk pundak Alaric.
"Hahahaha, sepertinya urusanku di sini sudah selesai, aku akan pergi." Pamit Alaric.
"Baiklah, selamat jalan Baron" Balas Miles.
Setelah berpamitan dengan Miles dan kedua prajurit lainnya Alaric dan Sanchia berjalan pergi meninggalkan tembok perbatasan, baru saja berjalan beberapa detik Sanchia secara tiba-tiba menghentikan langkanya seolah-olah baru saja mengingat suatu hal yang penting.
"Ada apa Sanchia?" Tanya Alaric.
"Aku baru ingat bahwa ayahku akan pulang hari ini!" Jawab Sanchia.
"Benarkah?, ayo kita sambut kepulangan ayahmu!" Usul Alaric.
Seketika Sanchia langsung tersenyum ke arah Alaric dan berkata "ayo, ayahku akan masuk melalui gerbang utara" Balas Sanchia.
"Let's Go!" Celetuk Alaric sembari mengangkat tangannya.
"Let's Go?, apa itu?" Tanya Sanchia dengan ekspresi bingung.
"Aduh keceplosan" Batin Alaric.
"Begini Sanchia, Let's Go adalah bahasa yang berasal dari sebuah kerajaan yang berada jauh di selatan yang artinya ayo, kamu memang kurang literasi." Jawab Alaric.
"Benarkah?" Tanya Sanchia.
"Sudahlah, sebaiknya kita langsung pergi ke gerbang utara, mungkin saja ayahmu sudah menunggumu di sana" Jawab Alaric.
"Kamu benar, let's go" Celetuk Sanchia sembari mengangkat tangannya.
"Let's Go" Balas Alaric sembari mengangkat tangannya juga.
Setelah itu Alaric dan Sanchia berjalan bersama menuju ke gerbang utara, selama di perjalanan Sanchia berjalan sembari melompat-lompat menandakan bahwa saat ini dia sedang sangat bahagia.
"Sepertinya dia sudah tidak sabar untuk bertemu ayahnya, ya itu wajar saja karena ayahnya Sanchia adalah bang Toyib yang jarang pulang" Batin Alaric sembari melihat ke arah Sanchia.
Alaric sangat menikmati perjalanan itu karena pemandangan yang ada di sekelilingnya, para warga yang terlihat sangat bahagia seakan-akan tidak memiliki beban pikiran membuat hati Alaric merasa ikut senang.
Pemandangan di sekitar desa yang terlihat masih sangat asri membuat Alaric tidak bisa berhenti memandangi daerah di sekitarnya, dengan udara yang terasa sejuk dan segar membuat hati Alaric terasa sangat tenang.
Suara kicauan burung yang saling bersahutan dan burung-burung yang terlihat sedang berterbangan di atas padang rumput yang hijau membuat pemandangan di sekitar Alaric terasa lebih hidup.
Langit biru yang terlihat sangat cerah dengan dihiasi awan tipis yang berjalan membuat Alaric merasa sangat bersyukur telah dihidupkan kembali ke dunia yang indah ini.
Selagi Alaric memandangi pemandangan indah yang berada di sekitarnya tanpa sadar senyum bahagia terlihat menghiasi wajah tampan Alaric, Sanchia yang menyadari hal itu terus memandangi wajah Alaric sembari tersenyum.
"Sepertinya kamu terlihat sangat bahagia." Celetuk Sanchia.
Mendengar hal itu dan seolah-olah tidak percaya Alaric segera menyentuh bibirnya menggunakan kedua tangan kecilnya lalu berkata "kamu benar!" Ujar Alaric sembari melihat ke arah Sanchia.
"Hahahaha, bahkan kamu sendiri tidak menyadarinya" Canda Sanchia.
"Itu artinya bibirku memiliki nyawanya sendiri" Balas Alaric.
"Aku harus lebih mensyukuri hidup ini, sebenarnya ada banyak hal indah yang berada di sekitarku, akan tetapi karena aku terlalu sibuk dengan urusanku sendiri aku mengabaikan hal itu." Batin Alaric.
Setelah berjalan selama beberapa menit akhirnya Alaric dan Sanchia telah sampai di area gerbang perbatasan sebelah utara, dari kejauhan terlihat kondisi di gerbang perbatasan itu terlihat lebih tenang daripada gerbang yang berada di sebelah selatan.
Dengan penjagaan yang tidak terlalu ketat dan pintu gerbang yang terlihat dengan sengaja dibiarkan terbuka membuat orang-orang yang berada di sekitar gerbang terlihat begitu mudah masuk dan keluar dari gerbang itu, dari mulai petualang, pedagang, dan warga biasa.
"Ayo kita duduk di sana!" Ajak Sanchia seraya menunjuk ke arah sebuah batang pohon yang terlihat telah tumbang.
"Baiklah." Balas Alaric.
Setelah itu Alaric dan Sanchia berjalan ke arah batang pohon yang telah tumbang itu lalu duduk bersama di atas batang pohon itu, sembari menunggu kedatangan ayahnya Sanchia selalu mengayunkan kaki kecilnya itu.
"Kapan ayahmu akan datang?" Tanya Alaric.
"Mungkin sebentar lagi, biasanya ayahku datang saat matahari sudah berada tepat di atas kepala." Jawab Sanchia.
Sanchia selalu bersiaga menunggu kedatangan ayahnya dengan cara selalu melihat ke arah gerbang perbatasan tanpa menoleh ke arah lain sedikitpun, setelah menunggu selama beberapa menit secara tiba-tiba Sanchia berdiri dari tempat duduknya.
"Lihat! Ayahku sudah datang!" Teriak Sanchia sembari menunjuk ke salah seorang pria yang sedang mengenakan sebuah jubah sembari memegang sebuah tongkat sihir berukuran panjang.
Sembari melihat ke arah pria itu Sanchia melambaikan tangan kecilnya setinggi-tingginya seolah-olah sedang mencoba menarik perhatian pria itu, dan saat pria itu melihat ke arah Sanchia dengan segera pria itu berlari dengan cepat ke arah Sanchia.
Saat sudah sampai di depan Sanchia pria itu langsung membuka penutup kepala jubahnya, terlihat pria itu memiliki rambut coklat dan mata coklat persis seperti Sanchia, setelah mereka berdua bertemu mereka berdua saling berpelukan.
"Sanchia anak ayah bagaimana kabarmu nak?" Tanya pria itu yang ternyata adalah ayahnya Sanchia.
"Baik yah, bagaimana dengan ayah?" Balas Sanchia.
"Ayah juga baik-baik saja nak." Jawab ayah Sanchia.