"Jangan harap aku akan tunduk kepada siapapun! Apalagi seorang wanita sepertimu!" Alaska Dirgantara.
"Sekeras apapun hatimu menolakku, aku tidak peduli! Akan aku pastikan hati sekeras batu itu luluh dengan caraku!" ucap Arumi Nadya Karima.
Alaska Dirgantara, merupakan pewaris tunggal Dirgantara. Pria keras dan kasar yang terpaksa harus menerima perjodohan dengan wanita pilihan Papa Farhan---ayah kandungnya, sebagai syarat untuk mendapatkan aset keluarganya.
***
Terbangun dari koma selama tiga bulan, Arumi Nadya Karima dikagetkan dengan status barunya yang tiba-tiba sudah menjadi istri dari pria kejam yang bahkan tidak dikenalinya sama sekali. Dan lebih parahnya lagi, ia hanya dijadikan alat untuk mempermudah jalannya mendapatkan aset Dirgantara dari ayah mertuanya.
Akankah Arumi mampu menjalini hari-harinya berganti status seorang istri dari pria keras dan kejam? Atau memilih pergi dari suaminya? Yuk ikuti kisah selanjutnya!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Lina Handayani, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Chapter 35 : Sebuah Tantangan
..."Cinta tidak dicari, tetapi di rasakan. Cinta itu ada, tapi tidak bisa dilihat dari mata. Perihal cinta, semua orang tahu. Namun, tidak semua orang mengerti apa arti dari sebuah cinta yang sesungguhnya."...
...~~~...
Alaska menyunggingkan senyuman tipis, mendengar perkataan Arumi yang menurutnya mustahil akan terjadi.
"Terserah, kamu mau melakukan apapun juga, karena aku tidak akan pernah mau mencintai wanita sepertimu! Meskipun kamu terus masuk di kehidupanku yang akan datang, maka aku pastikan cintamu itu tidak akan terbalas meskipun memiliki ruang kosong di hatiku," ucapnya menganggap remeh semua perkataan Arumi dan teguh dengan pendiriannya sendiri.
"Aku tidak peduli Mas! Mau Mas pergi ke manapun, Arumi akan selalu berada di sampingmu dan menempati ruang kosong yang ada di dalam hati Mas Alaska," sahut Arumi sama-sama tegas dengan pendirian masing-masing.
"Oke, aku beri waktu kepadamu. Selama tiga puluh hari jika kamu berhasil membuat aku jatuh cinta kepadamu, maka aku tidak akan menceraikanmu dan akan hidup bersamamu untuk semalanya. Namun, kalau kamu tidak bisa membuatku jatuh cinta dalam waktu yang sudah ditentukan, maka kamu akan pergi dari rumah ini," ucap Alaska memberikan tantangan kepada Arumi.
Arumi menatap tidak percaya kepada suaminya. Namun, ia berusaha mempercayai apa yang Alaska katakan.
"Oke, aku terima tantanganmu Mas. Akan tetepi, Mas Alaska harus menepati kata-kata Mas barusan. Jika telah terbukti dalam satu bulan, Arumi bisa membuat Mas Alaska jatuh cinta," sahut Arumi menerima tantangan dari Alaska.
"Siapa takut? Asal kamu tahu ya, seorang Alaska Dirgantara tidak pernah ingkar janji!" kata Alaska merasa tersinggung jika Arumi meragukannya.
Arumi tersenyum melihat tingkah Alaska yang begitu angkuh. "Iya deh Mas, aku percaya saja. Mulai sekarang Mas jangan mengelak lagi jika nanti Arumi buat Mas tergila-gila mencintaiku," ucapnya kemudian dengan tersenyum simpul.
"Halah! Itu gampang, lagian kamu tidak akan bisa meluluhkanku," ucap Alaska karena kesal Arumi membahas cinta terus.
"Lihat saja nanti. Mas yang akan menyesal," balas Arumi kini lebih berani membalas perkataan Alaska.
"Aaakkh! Sialan! Ini cewek bukannya menyerah diberi tantangan, malah mau-mau saja menyetujuinya. Makin berani saja dia sekarang. Bahkan aku tidak melihat rasa takut lagi di matanya," umpat Alaska yang mampu dikatakan di dalam hatinya saja.
"Terserah kamu! Aku tidak peduli," kata Alaska, kemudian pergi menaiki anak tangga meninggalkan Arumi sendiran.
Menatap kepergian Alaska, wanita cantik yang masih berdiri di tempat yang sama, mulai melengkungkan senyuman manisnya.
"Ini baru awal Mas, kamu lihat saja nanti. Aku tidak selemah dulu lagi," katanya setelah memberanikan diri membalas perkataan suaminya.
Memang baru kali ini Arumi menunjukkan sisi lain dari dirinya yang mungkin Alaska tidak mengetahuinya. Namun siapa sangka, awal perubahannya itu membuat sang tuan muda Alaska semakin menantangnya.
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
Hari mulai malam, di mana di dalam sebuah kamar yang cukup luas, nampak seorang laki-laki tampan bertubuh tegap berdiri di balkon kamar. Iris mata yang tajam itu menatap lurus ke depan. Namun, pikirannya tidak terfokus dengan apa yang dilihatnya.
"Aaahkk! Kenapa aku terus memikirkannya si? Bodoh! Dia itu wanita lemah. Bagaimana mungkin bisa melawanku?" tanyanya kepada diri sendiri setelah berteriak begitu lepas.
"Tapi, sifatnya sekarang jauh berbeda dengan kemarin. Apa mungkin ini rencananya yang lain? Tidak! Ini tidak tidak bisa dibiarkan. Bagaimanapun juga rencana yang aku buat harus berhasil. Jangan sampai Arumi yang menggambil kuasa semua yang aku inginkan!" lanjutnya dengan tangan yang dikepal dan tatapan mata yang begitu mencekam.
Keresahan di dalam dirinya tidak bisa dipungkiri lagi. Alaska begitu kesal dan marah, karena Arumi tanpa terduga melawannya. Semua rencana sudah ia buat sedemikian rupa. Namun, gagal begitu saja karena istrinya itu begitu tegar dan sifatnya yang tiba-tiba saja berubah drastis.
Tanpa disadari oleh Alaska, sepasang mata indah memandanginya dari belakang. Berdiri dengan menggunakan piyama tidur yang masih tertutup, ditambah hijab simpel yang dipakai di kepalanya. Sampai detik ini, rambut wanita cantik itu tidak pernah ia perlihatkan kepada suaminya, karena ditakutkan Alaska akan kaget melihatnya. Ditambah suaminya itu percaya bahwa setiap inci dari tubuhnya itu terdapat luka, sehingga membuatnya engan untuk menyentuhnya.
"Kenapa masih berdiri di situ? Bukannya sewaktu di bawah tadi bilang mau tidur?" tanyanya dengan nada yang begitu lembut.
Mendengar suara itu, Alaska nampaknya sangat mengenali pemilik suara tersebut. Ya, tidak mungkin salah lagi. Itu adalah suara Arumi. Wanita yang kini berstatus sebagai istri sahnya secara hukum dan agama.
Sontak Alaska membalikan tubuhnya dengan menghadap kepada Arumi. Tatapannya masih sama, begitu dingin tanpa ketulusan ataupun cinta.
"Sejak kapan kamu berdiri di situ?" tanya Alaska. Ada rasa takut di dalam hatinya jika sampai Arumi mendengarkan perkataannya tadi.
"Eemmm ... menurut Mas kapan?" Bukannya menjawab, Arumi malah balik bertanya kepada Alaska.
Kaki jenjang milik Arumi, nampak berjalan pelan menghampiri laki-laki bertubuh tegap dan tampan yang tidak lain adalah Alaska. Tatapan keduanya begitu dalam. Namun, nampak dari keduanya berbeda cara pandang.
Semakin mendekat, tapi pasti. Suasana yang memang sudah dingin, semakin dingin saja karena suasananya sekarang begitu mencekam, membuat kedua manusia berbeda karakter itu berada di ruangan yang sama.
"Kenapa tidak menjawab, hem? Apa Mas memikirkanku akan sikap diriku yang kian berubah?" tanya Arumi kembali dengan jarak yang begitu dekat.
"Jangan geer! Aku tidak memikirkanmu.Dan aku tidak memintamu untuk ke mari," jawab Alaska ketus, tanpa menatap lawan bicaranya.
"Huh, aku tidak geer. Mungkin Mas menyembunyikan semua itu dariku," kata Arumi sembari menghembuskan nafasnya pelan.
Kedua alis Alaska berkerut setalah mendengar kata yang keluar dari mulut istrinya.
"Apa kamu mendengar semua perkataanku tadi?" tanya Alaska penuh selidik.
"Hem, mendengar atau tidak ya?" balas Arumi membuat Alaska semakin tidak sabar saja.
"Cepat katakan! Iya atau tidak?" teges Alaska kini dengan nada tinggi seperti biasa.
"Ya, aku mendengarnya." Arumi menjawabnya dengan begitu singkat.
"Beraninya kamu! Jangan sekali-kali seperti tadi lagi!" kata Alaska kembali emosi. Namun, tidak melakukan kekerasan.
"Tenang saja Mas. Santai, jangan marah begitu dong. Aku cuma mendengarnya sedikit, selebihnya Mas yang tahu," ucap Arumi membuat Alaska sedikit tenang.
"Baguslah. Aku tidak ingin seseorang mengusik privasiku, termasuk kamu!" Alaska menegaskan itu dengan menunjuk wajah Arumi menggunakan jari tangannya.
"Sebegitu takutnya ya kamu, Mas? Aku tahu privasi dan Mas tidak perlu khawatir akan itu," sahut Arumi dengan senyum yang begitu manis.
"Wanita lemah dan kuno seperti kamu, mana paham akan privasi," kata Alaska menyindir Arumi dan langsung melangkah pergi menjauh meninggalkan istrinya itu.
"Hem, Mas sudah lupa ya? Bahwa aku ini sebelumnya pernah kuliah tinggi di Kairo Mesir, dengan lulusan terbaik. Jangan salah mengira, istrimu ini tidak akan mudah kamu bodohi lagi," gumam Arumi pelan dan tidak didengar oleh Alaska, karena laki-laki itu sudah menyelimuti tubuhnya di atas tempat tidur dengan begitu nyaman.