Kejadian di toko bunga sore itu menorehkan luka yang dalam di hati Alisa.
Erwin, duda kaya raya yang merupakan pelanggan setianya, tega merenggut mahkota kebanggaannya dengan paksa.
Dendam dan kebencian meliputi Alisa.
Berbeda dengan Erwin, dia justru menyesali perbuatannya.
Berawal dari rasa frustasi karena di vonis mandul oleh dokter. dia khilaf dan ingin membuktikan pada dunia kalau hal itu tidaklah benar.
Sayangnya.. pembuktian itu dia lakukan pada Alisa, gadis belia yang sepantasnya menjadi putrinya.Penyesalannya berubah simpati saat mengetahui Alisa bisa hamil karena perbuatannya. dia meminta Alisa mempertahankan benihnya itu.
Berbagai cara dia lakukan untuk mendapatkan maaf Alisa, ibu dari calon anaknya. Mampukah Erwin mendapatkan maaf dari Alisa? kita ikuti kisah selengkapnya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon balqis, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 29
Kelakuan Alisa semakin menjadi saat di depan Valery. Seperti pagi itu, dia menghampiri Erwin yang sudah siap berangkat kerja. alasannya karena Valery ngotot mau ikut semobil dengan suaminya dengan alasan mereka searah.
"Om, yakin gak ada yang terlupakan?"
Erwin berpikir sejenak lalu menggeleng.
Alisa menunjuk keningnya sendiri.
Erwin tersenyum lalu mencium kening istri kecilnya itu dengan gemas.
"Baik-baik dirumah, ya. Jaga Langit." bisiknya lembut.
"Pastii.." jawab Alisa sambil melirik Valery yang berwajah masam.
"Andai saja rekaman itu masih ada padaku, habislah kau Alisa.." batin nya geram.
"Om, juga hati-hati. jaga jarak dengan wanita lain. Ingat lho sekarang sudah punya anak." sindirnya lagi.
Erwin hanya tertawa sambil mencubit hidung istrinya.
"Sudah mulai banyak aturan, ya.." Alisa hanya tersenyum kecil.
Selain ingin membuat Valery cemburu, dia juga ingin belajar menjadi seorang istri yang sesungguhnya.
Di dalam mobil, Valery terlihat cemberut tanpa banyak bicara.
"Kau kenapa? Dari tadi diam saja." tanya Erwin iseng.
"Iya, eh tidak.. Mas. Aku hanya gak mood saja."
"Sayangnya keadaan kita sangat berbalik, ya. Aku justru sedang bahagia karena ibu dari anak ku sudah bisa menerimaku." ucapnya sumringah.
"Hal ini tidak lepas dari dukungan mu juga."
Valery merasa serba salah. Erwin selalu mengira dirinya merestui bahkan membantu hubungan mereka, bagaimana menjelaskannya?
"Sebagai ucapan terimakasih ku, aku akan membantu mendapatkan jodoh yang tepat untuk mu."
Valery mendongak kaget.
"Tidak usah, Mas. Aku masih nyaman dengan kesendirianku."
"Itu tidak adil, kalau aku bahagia, maupun harus menemukan kebahagiaanmu kembali. Sebagai seorang sahabat, aku perduli hal itu. Dan aku pikir, sudah saatnya kau bangkit dari keterpurukan. Cari seseorang yang bisa mengerti dirimu, yang mau menemanimu susah maupun senang."
Keadaan hening sejenak.
Valery menghela nafas.
"Tidak akan ada yang bisa mengerti diriku sebaik dirimu, Mas. Walaupun aku sangat terlambat menyadarinya.." ucapnya lirih. Tentu saja tidak di dengar oleh Erwin.
Air bening mulai menggumpal di ujung matanya
Baru sekarang dia tau bagaimana rasanya sepi, rasanya di acuhkan dan tidak punya siapa-siapa dalam hidup.
"Perasaan ini begitu kuat, sampai aku sendiri tidak kuat menanggungnya. apakah aku salah kalau memperjuangkan kembali sesuatu yang pernah menjadi milikku?" batin Valery bergejolak.
Tiba di sebuah butik dia minta diturunkan.
"Baiklah, selamat beraktifitas, dan ingat pesanku tadi. Kau harus mulai membuka hati kembali. Tidak semua laki-laki seperti David."
Valery hanya tersenyum kecil. Erwin menasehatinya seperti sahabat pada umumnya. Dia sama sekali tidak canggung, padahal mereka perna bersama dalam satu ikatan, pernah dekat seperti nadi dan denyutnya.
"Apakah tidak ada sedikit saja hal indah dalam pernikahan kita yang berbekas di hatimu?"
Bayangan Alisa menjelma membuatnya geram. "semua kenangan kami sudah terhapus oleh kehadiran gadis yatim piatu itu. Alisa... Kau sudah merebut semua yang seharusnya menjadi milik ku." Valery terduduk lemas.
Semakin hari ia merasa semakin tipis harapan untuk bersama lagi dengan Erwin.
"Aku harus tetap dekat dengan mereka, hanya itu satu-satunya jalan untuk menghalangi mereka semakin dekat. Yaa, aku harus tetap berada di rumah itu apapun caranya."
Valery menghubungi anak buahnya.
"Culik anak itu nanti malam. Aku akan memberitahumu tugas selanjutnya."
***
Sementara itu di kamarnya. Alisa kembali membuka ponsel yang membuatnya penasaran itu.
Dengan susah payah dia membuka sandinya.
Jantungnya berdebar kencang saat melihat rekaman video dirinya.
Walau sudah menduga sebelumnya, tak ayal dia sok juga menyadari Valery ada di balik semua yang itu.
"Aku pikir dia hanya seorang wanita yang sakit hati karena mantan suaminya menikah denganku, tapi ini? Sungguh di luar dugaan. Sampai hati dia melakukan ini kepadaku."
Alisa bersyukur rekaman itu kini ada di tangannya, kalau sampai Erwin tau, entah apa yang akan terjadi.
Alisa kembali beraktivitas seperti biasanya. Mengontrol semua pekerja, mengajak main anaknya. Tapi walaupun sudah menyibukkan diri di dalam rumah, naluri anak mudanya terkadang muncul menggodanya.
"Aku ingin keluar, mengobrol bersama Rosa, jalan-jalan ke mall. Tapi... Rasanya tidak enak meninggalkan tanggung jawabku disini."
Baru saja hendak masuk ke kamar Langit. Tangannya di tarik oleh Valery.
Alisa menatapnya heran.
"Sekarang kita hanya berdua, aku rasa tidak perlu bersandiwara lagi."
"Tante benar sekali, mungkin di depan Om Erwin kita kita bisa berpura-pura tidak apa-apa, tapi kita juga tau apa yang sebenarnya terjadi." jawab Alisa tenang.
"Dengar ya, anak kecil. Aku punya sesuatu yang akan bisa membuatmu menangis darah jika kau mengetahuinya." ujar Valery dengan angkuh.
Alisa terdiam, dia mengira yang di maksud wanita itu pasti lah rekaman yang ada di ponsel itu.
'Aku yakin Tante hanya menggertak saja, kalau memang iya, mana sesuatu itu?"
Valery kelabakan di buatnya.
"Aku akan menunjuk kannya di waktu yang tepat. Yang terpenting sekarang adalah agar kau mengerti keadaanku saat ini.'
Alisa menelengkan wajahnya.
"Alisa, kau masih muda, masih banyak kesempatan mencari pasangan yang jauh lebih baik dan lebih muda dari mas Erwin. Dia pantas menjadi ayahmu.."
"Lalu? Jangan berputar-putar Tante, apa maksudmu sebenarnya?"
"Tinggalkan Erwin...!"
Alisa terdiam, dia sudah mengira apa yang di inginkan Valery.
"Aku tau apa yang ada di pikiranmu. Kenapa baru sekarang aku begitu menginginkannya, padahal dulu aku sudah meninggalkannya. Iya, kan?
Tapi perasaan tidak bisa kita atur, Alisa. Aku begitu mencintainya, mengharapkannya justru setelah kami berpisah. Aku sendiri sangat menyesal atas semua ini. Tapi aku tidak berdaya."
"Apakah Tante pernah berpikir, bagaimana perasaan Om Erwin saat kau tinggalkan? Bagaimana sakitnya, perihnya? Dengan susah payah dia kembali membangun kepercayaan dirinya. Sekarang Tante datang dan ingin menghancurkannya begitu saja?" Alisa menggeleng tegas.
"Mungkin aku memang anak kecil di banding dirimu, tapi aku bisa menghargai perasaan orang yang menyayangi ku. Maaf, aku tidak bisa memenuhi harapanmu untuk meninggalkan suami dan anak ku. Aku tidak tau apa nama perasaanku pada Om Erwin, tapi yang jelas, aku sangat menghargai dan menghormatinya sebagai ayah dari anak ku."
"Alisa, kau sudah mengkhianatinya, jadi jangan sok bicara soal perasaan disini..!" Valery mulai tak sabar menghadapi ketenangan Alisa.
"Tante menuduhku berkhianat? mana buktinya,?" Alisa berusaha memancing agar Valery berterus terang.
"Aku yakin Tante hanya menggertak. kalau memang benar ada, pasti sudah kau tunjuk kan.'
"Kau sudah berbuat asusila di kamar hotel dengan seorang pria...!" tanpa sadar Valery mengungkap semuanya.
Airmata Alisa merembes.
"Tega sekali Tante lakukan ini padaku? walaupun usia kita jauh berbeda, tapi tetap saja kita sama-sama wanita..."
"Kata orang, semuanya adil dalam cinta. Dan hal itulah yang aku lakukan. Aku ingin milikku kembali padaku apapun caranya.. Dan apa kau tau? Erwin sangat membenci penghianatan. jika dia sampai tau perbuatan mu, bersiap saja angkat kaki dari rumah ini."
Alisa mengusap sisa air mata dengan punggung tangannya.
"Aku tidak pernah melakukan apa yang kau tuduhkan. Aku juga tau itu semua adalah rencanamu. aku janji tante, akan membuka semua kebohongan mu di depan Om Erwin."
"Hooo... Lakukan saja..! apa kau pikir dia akan percaya? Memang benar kalau dia menyayangimu tapi tidak melebihi kepercayaannya padaku."
Valery melangkah dengan congkak.
"Benar yang dia bilang, Om Erwin memang menyayangiku, tapi dia sangat percaya pada wanita itu melebihi apapun..." Alisa mendesah pelan.
Dia harus memutar otak untuk menghadapi wanita ular itu.