Mayang terpaksa harus menikah dengan Randi. Ia di jodohkan oleh ibu tiri nya pada pria arogan dan tempramen itu, demi bisa melunasi hutang kakak tiri nya bernama Sonya pada Randi.
Mayang menempati rumah orang tua Randi dan satu rumah dengan mertua juga kakak ipar nya yang sudah menikah.
Selama ini Mayang selalu di perlakukan semena-mena oleh suami dan keluarga suaminya. Kecuali Rion yang merupakan suami Lia, kakak ipar Randi.
"Mayang, kenapa kamu tidur di teras? Ayo masuk, disini dingin. Apa Randi yang melakukan ini?" ajak Rion, yang baru pulang dari bekerja. Ia terkejut melihat Mayang yang tidur meringkuk diatas lantai teras.
Mayang yang kaget mendengar suara bariton milik kakak iparnya langsung duduk dan menunduk malu. "Nggak papa mas! Aku takut mas Randi akan memarahiku, jika aku memaksa masuk dan tidur di dalam."
"Keterlaluan sekali Randi, bisa-bisa nya menyuruh istrinya tidur di luar, padahal di luar hujan deras." Rion menggertakkan rahangnya hingga menegas.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Desy kirana, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 5
Rion menatap nanar layar ponselnya, yang memperlihatkan ibu mertunya menyiramkan air teh dari cangkir. Terlihat Mayang menjerit dan berteriak kepanasan karena air teh itu terlihat masih mengepul.
"Dasar gila!" umpatnya. Rahangnya menggertak dan kedua telapak tangannya mengepal hingga urat-urat di lengannya menonjol.
Seorang pelayan mengirimkan video penganiayaan yang di lakukan ibu mertuanya pada Mayang. Semua pelayan dan pekerja rumah itu, sudah ia bayar mahal untuk melaporkan semua tindakan yang orang-orang rumah itu lakukan pada Mayang.
"Brengsek! Awas saja kau, aku akan membalasnya lebih dari apa yang telah kau lakukan pada Mayang!" umpat Rion.
Ia menghubungi orang suruhannya, yang sudah ia tugaskan untuk mencari bukti kebusukan dari bisnis gelap sang mertua.
Ia juga baru mengetahui, jika ternyata kekayaan milik mendiang ayah Mayang, sebesar 20%. Telah jatuh ke tangan Randi, itu di berikan sebagai imbalan karena telah melepaskan Sonya dari jerat hukum.
"Bagaimana?" Tanya Rion pada seseorang di seberang telepon.
"Kalau bisa lakukan secepatnya. Aku benar-benar sudah muak tinggal di neraka berkedok rumah itu."
Setelah mengatakan hal itu, Rion memutuskan sambungan teleponnya. Ia bergegas pulang, ia akan membawa Mayang untuk pergi dari rumah itu.
Tak perduli meskipun statusnya dan Mayang adalah saudara ipar. Ia sudah mencintai Mayang sejak menghabiskan malam bersama wanita itu.
Rion bisa melihat jika Mayang sangat haus akan sentuhan lembut, karena sejak awal menikah. Randi selalu menyentuh nya dengan kasar. Mayang selalu menjadi samsak Randi.
Dengan kecepatan tinggi, Rion mengendarai mobilnya. Karena ini masih jam kerja, sehingga jalanan masih terlihat lengang.
Tak membutuhkan waktu lama, Rion sampai di rumah. Ia keluar dari mobil dan menutup pintunya dengan kencang.
Brak.
Lalu berlari menuju ke dalam. Ia mencari keberadaan Mayang di seluruh rumah, namun tak melihatnya.
"Loh, Rion sudah pulang." sapa ibu mertuanya. Namun Rion sama sekali tak menanggapinya.
Ia berjalan menuju ke belakang rumah, melewati sang ibu mertua dengan wajah masam. Membuat ibu mertuanya tercengang. Rion mengetuk pintu salah satu kamar pelayan.
"Ada apa den, ada perlu apa?"
"Dimana Mayang?" tanyanya. Pelayan itu yang tadi mengirimkan video pada Rion.
"Non Mayang mungkin masih di kamarnya den, tadi habis bibik obati lengannya yang kena air panas."
"Bibik temui Mayang, dan katakan padanya. Aku menunggu di depan rumah kosong nomor 26B. Katakan padanya, untuk membawa barang berharganya. Bantu dia keluar rumah tanpa sepengetahuan orang rumah ini."
"Baik den!"
Pelayan tersebut mengangguk paham, dan langsung menutup pintunya. hendak menuju ke kamar Mayang. Melalui tangga di belakang rumah.
Sementara Rion, langsung pergi dari rumah. Menunggu Mayang di tempat yang sudah ia katakan pada pelayan.
"Mau pergi lagi Ri?"
Tak ia perdulikan pertanyaan ibu mertuanya, ketika ia terburu-buru keluar dari rumah.
Membuat ibu mertuanya berdecih kesal. "Tidak ada sopan santunnya sekali suami Ranti itu. Sudah menumpang di mertua, tapi gayanya seolah dia tuan rumah nya." ucapnya kesal. Lalu kembali membolak-balik majalah di tangannya.
.
Pelayan itu mengetuk pintu kamar Mayang dengan perlahan. Karena takut majikan wanitanya memergokinya.
Tak lama kemudian, Mayang membuka pintu kamarnya, dan keluar dengan wajah sembab. Khas seperti orang yang baru menangis.
"Ada apa bik?" tanya nya dengan suara serak.
Bibik langsung mendorong tubuh Mayang dan mereka masuk ke dalam kamar. Setelah itu menutup pintu dan menguncinya.
Mayang yang terkejut kembali menanyakan keperluan bibik. "Ada apa sebenarnya bik?"
Bibik menarik lengan Mayang dengan pelan, membawanya menjauh dari pintu. Setelah berada di dekat pintu balkon. Barulah bibik berhenti dan menatap iba pada Mayang.
"Non, barusan den Rion pulang. Dia minta non Mayang buat membereskan barang berharga milik non Mayang."
"Maksudnya?"
"Den Rion mau, non Mayang ikut beliau pergi dari rumah ini. Sekarang non bereskan barang berharga non. Den Rion menunggu non di depan rumah kosong, nomor 26B. Nanti bibik dan pekerja lainnya akan membantu non, keluar dari rumah ini agar tidak ketahuan nyonya besar dan non Ranti." jelas bibik. dengan suara pelan, karena ia takut suaranya terdengar sampai ke luar.
Mayang yang mendengar penjelasan bibik, membelalakkan matanya. Ia bingung harus mengambil sikap bagaimana.
"Non, jangan banyak berpikir. Sebaiknya cepat bereskan semuanya. Jangan siksa diri non dengan tetap berada di rumah ini. Non bisa mati muda kalau masih tetap bertahan disini. Mereka semua iblis non. Saya dan pekerja lainnya tidak bisa membantu apapun meskipun kami semua terluka melihat non terus menerus di siksa. Hanya den Rion yang bisa membantu non agar bisa keluar dari rumah ini. Sekarang cepatlah, takutnya non Ranti bangun dari tidur siangnya."
Mayang mengangguk patuh, dan bergegas membuka lemari pakaiannya. Ia membuka laci di dalam lemari, dan membawa buku nikah serta perhiasan yang ia miliki. Perhiasan itu ia dapatkan, dari mendiang ayahnya sebelum ayahnya meninggal. Juga beberapa lembar uang, yang ia miliki dan kartu ATM yang masih berisi sedikit uang sisa peninggalan yang ayahnya berikan. Setelah itu kembali menutupnya. Ia tak membawa pakaian karena takut kepergiannya mencolok dan di ketahui ibu mertuanya.
Mayang memasukkan barang berharganya ke dalam tas, dan bergegas keluar.
"Non, sebaiknya tas itu lemparkan saja ke depan pos penjaga. Mereka akan mengambilnya dan menyimpannya. Setelah anda keluar, mereka akan memberikannya pada non."
"Takutnya nyonya besar melihat non keluar dengan membawa tas malah menahan non buat keluar."
Mayang kembali mengangguk patuh. Ia berjalan menuju balkon dan melihat 2 penjaga rumah sudah bersiap di depan pos mereka.
Ia tersenyum membalas senyuman para penjaga dan mengangguk sopan.
Setelah mendapatkan aba-aba dari penjaga, Mayang melemparkan tas nya ke bawah. Dan langsung di tangkap oleh seorang penjaga.
"Sudah non cepat bersiap, saya akan pura-pura minta tolong non buat mengangkat pot bunga untuk di pindahkan."