Sehat itu mahal harganya! Dan itu memang benar, keluarga Giovani Mahardika rela membayar seorang gadis untuk menikah dengan putra bungsu mereka demi menyembuhkan gangguan mentalnya.
Dialah Alleta Rindiani, setelah melewati beberapa pertimbangan dan penilaian akhirnya gadis inilah yang dipilih oleh keluarga Gio.
Di tengah usaha keras Alleta, secercah harapan akhirnya muncul, namun Gio nyatanya jatuh cinta pada Alleta.
Akankah Alleta membalas cinta Gio di akhir masa perjanjian? Terlebih sesuatu telah tumbuh di dalam sana.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon sinta amalia, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bungee~ Bab 17
"Mau kemana lagi to, le?" ibu Gendis menghela nafasnya jengah melihat Gio yang sudah terlihat rapi, wangi dan bersiap pergi selepas isya.
"Sudah punya istri, tetap belum bisa merubah tabiatmu, Yo? Apa mesti, bapak bawa kamu ke rumah sakit jiwa? Psikiater?" tanya bapak, garis wajah penuh kegeraman ditunjukannya sebagai tanda jika ia tak suka. Namun pertanyaan bapak dan ibu tak lantas mengurungkan niatan Gio.
"Leta tau kok pak, bu..." Ia sudah mengeratkan kemeja kotak-kotak hitam putihnya lalu menyugar rambut dan memakai helm.
"Tau opo, tau kamu masih pacaran sama cah lanang itu?!" tembak ibu mulai kesal, "opo kamu ndak punya perasaan, Yo? Liat bojomu...sampe mbela-belain nyuci baju kamu seabrek-abrek, siapin sarapan, ndak tersentuh hatimu?!" ibu menaruh piring dan mangkok berisi lauk makan malam dengan sedikit kasar.
Gio menghentikan simpulan tali sepatunya yang Leta sikat saja pinggirannya, gadis itu kekeh membersihkan karet sol sepatu Gio biar besok ngga terlalu kotor katanya. Seperhatian itu Leta, tak mungkin Gio tak tersentuh dengan perlakuannya, bu!
"Aku----" Gio ragu untuk mengungkapkan. Akan ada perdebatan dan ribuan pertanyaan yang dipastikan tak akan selesai dalam waktu semalam untuk menjawabnya.
Ia tau, baik bapak atau ibu tak akan setuju dengan apa yang dipilihnya. Pekerjaannya, passionnya. Terlebih bapak, yang selalu memuja-muji kedua mas-masnya sebagai abdi negara. Sehingga ia dengan segala pemikiran sempitnya mencari pelarian yaitu keluarga Rompis. Meski diluar dugaan----hoft!
Gio menggeleng, ia bukan tidak pernah berbicara tentang dirinya pada bapak dan ibu. Tentang pekerjaan, tentang passion, namun apa yang ia dapat, bapak menamparnya. Pekerjaan apa itu, banyak mudaratnya, tidak membanggakan! Untuk apa kuliah mahal-mahal! Sudah bapak bilang lebih baik seperti mas-masmu, jadi aparat!
Leta hampir membuka handle pintu rumah tatkala pulang selepas membawa rantang berisi makanan dari bu Gendis untuk ibunya dan memutuskan untuk makan bersama selepas magrib. Namun perdebatan keluarga itu menghentikan langkahnya di depan pintu rumah.
Ia hanya tak mau kehadirannya justru memperkeruh suasana.
"Aku pergi dulu, bu...pak."
"Astagfirullah..." bapak menggeleng, tak habis pikir dengan putra bungsunya yang selalu paling membangkang, berbeda sendiri dibanding dua putra lainnya.
Gio membuka pintu dan ia cukup terkejut ketika pemandangan pertama yang ia lihat adalah Leta dengan piyamanya tengah berdiri menatap ke arahnya nyalang.
"Ish, ngagetin!" ujar Gio, "ngapain cuma diem disitu? Kena sawan, kamu? Makanya magrib-magrib jangan keluar..."
Leta mengerjap dan menggeleng, "mas mau berangkat?" Gio mengangguk tak lagi ketus dan judes seperti sebelum-sebelumnya, justru ia menyodorkan punggung tangannya ke arah Leta yang lambat diterima Leta hingga Gio harus mendorongnya ke jidat gadis itu.
"Koe kenapa? Lapar? Sakit?" tanya Gio seraya melengos duduk ke ataa motor berusaha untuk memasukan kunci motor.
Leta menggeleng, "mas kenapa ndak ngomong sama budhe--padhe kalo mas ambil kerja part time?"
Gio menghela lelah, "sudah pernah."
"Terus?" Leta menghampirinya semakin penasaran, "kalo udah, kenapa sampai sekarang budhe sama padhe masih sering nanyain, terkesan ngga tau."
"Sekarang aku tanya. Kalo kamu bilang sama bulek Wulan, kamu punya pekerjaan di sebuah club malam, yang jam kerjanya sudah pasti di jam kelelawar. Bersinggungan dengan dunia gelap...opo respon bulek?"
"Ya ngga bolehin aku. Nyuruh aku keluar lah! Kaya ngga ada kerjaan lain aja!" sewot Leta.
"Kamu udah bisa jawab sendiri. Bapak-ibu ngga terimo pekerjaanku. Jaman gini cari kerjaan yang sesuai sama bakat dan minat susah, Ta. Aku mencintai pekerjaanku. Inget! Pekerjaanku bukan tempat dan lingkungannya. Dan untuk saat ini sebelum aku dapat yang lebih baik, aku butuh pekerjaanku disana, di tempat lak nat yang mengubah segala pandangan orang termasuk keluargaku sendiri..." ujar Gio sudah menstaterkan motornya, pandangan mereka saling menatap satu sama lain sebelum akhirnya Gio pergi dari sana.
"Maksud Gio opo yo?" dari begitu panjangnya penjelasan Gio, Leta sungguh tak bisa mengerti satu pun kata-katanya, "lingkungan...tempat?"
Leta menggeleng tak mengerti dan masuk.
"Nduk, ketemu sama masmu di depan?" tembak ibu Gendis langsung bertanya.
"Ketemu bu,"
"Loh! Kok ngga di tegor, larang gitu nduk---nduk, ck...ck!" gerutu bapak. Leta hanya nyengir menyerbu dapur demi menaruh rantang tadi.
"Moso orang kerja mau dilarang, padhe..." ujarnya.
"Kerjo opo! Malam-malam begini, kerja dimana, wong toko udah pada tutup..."
"Opo, Gio kerja di---" gumam ibu, "amit-amit!"
"Dimana, club malam, bu? Apa iya anak itu serius kerja disana? Ck! Berapa kalo bapak bilang dan minta dia keluar...apa yang dia cari disana, banyak mak siatnya! Mau bikin bapaknya ma*ti?!"
Dan benar saja yang dibilang Gio, reaksi padhe begitu frontal, lagipula orangtua mana yang akan suka. Leta sampai menelan salivanya sedikit sulit, tak terbiasa dengan sikap keras seorang lelaki terlebih ayah.
"Ta, mbok yo dibujuk Gio biar cari kerja yang normal-normal saja." pinta budhe.
"Iya budhe." Dengan perasaan yang tak enaknya ia memilih masuk ke kamar Gio saja.
Rumit banget hidupmu, Yo...
Sabtu pagi, entah jam berapa Gio pulang karena yang jelas pagi ini lelaki itu sudah berada di ranjang yang sama dengan Leta. Aroma sesuatu menyeruak memaksa Leta untuk membuka matanya.
Leci? Ataukah peach? Hanya saja----hidungnya terasa perih.
Leta membeliak dan seketika mendorong wajah Gio yang berada tepat di depan wajahnya, "mas! Kamu minum alkohol to? Baunya persis ruang ugd.." cecar Leta seketika bangkit dengan wajah bantal dan rambut acak-acakan.
Gio hanya membalikan badannya dan menarik selimut hingga batas lehernya tak peduli reaksi heboh Leta, pasalnya matanya begitu lengket karena ia yang baru saja terlelap.
"Lebay kamu, Ta. Aku cuma minum so juu...ndak sampe minum anggur atau alkohol... gumamnya parau.
"Ha! Bener yang padhe bilang, kerjaan kamu itu banyak mak siatnya---" omel Leta beringsut turun dari kasur. Namun Gio tak lagi menjawab saking mengantuk dan lelahnya.
"Tobat sana mas! Ndak berat apa, kamu tuh berlumur dosa?!!" omelnya lagi seraya pergi ke kamar mandi.
\*\*\*
Dan Leta masih membiarkan Gio membang keee di atas ranjang, sementara ia sudah segar dan bersiap beraktivitas, meskipun kemarin ia berkata ingin cosplay mumi saat weekend menyapa. Namun nyatanya pagi-pagi saja ia sudah mengobrak-abrik kamar Gio, mulai dari membuka jendela kamarnya membiarkan hawa sejuk masuk.
Gadis itu tak bisa melihat kotor dan sumpek, ia terbiasa resik... tak peduli jika Gio akan mengomel dan menggerutu karena sudah mengganggu tidurnya.
"Mas, tadi subuh balik jam berapa, to? Jam segini masih ngebang kee?" tanya Leta menggenggam sapu namun jelas pertanyaannya tak jua mendapatkan jawaban dari lawan bicara.
Lantas Leta berdecak, menaruh sejenak sapunya agar bersandar di dinding lalu ia bergerak menyalakan ponsel, membesarkan volumenya demi terputarnya murotal Qur'an dari sana yang rupanya telah ia persiapkan sebelumnya kemarin. Jika kiranya siraman kalbu tidak dapat menyadarkan Gio maka setelah ini Leta akan menyiramnya dengan air keras.
"Mana ya?"
"Hah, ini dia!" angguk Leta berbinar menemukan yang dimaksud.
*Bismillah*-----
Suara seorang penghafal al Qur'an terputar disana, melantunkan suara merdunya untuk ayat-ayat suci.
Mulai terlihat terusik, Leta tersenyum usil, "mengapa kamu mendatangi laki-laki, untuk (memenuhi) sy4hhhwatt(mu), bukan (mendatangi) perempuan? Sungguh, kamu adalah kaum yang tidak mengetahui (akibat perbuatanmu)." Tutur ucap Leta menyertai bacaan si hafidz.
Kemudian ia mengalihkan kembali ke bacaan berikutnya, "ahhh--- betul kata Al-qur'an...mereka (para malaikat) berkata, wahai Luth! Sesungguhnya Kami adalah utusan Tuhanmu...mereka tidak dapat mengganggu kamu. Sebab itu pergilah bersama keluargamu pada akhir malam dan jangan ada seorang pun diantara kamu yang menoleh ke belakang, kecuali istrimu. Sesungguhnya ia juga akan ditimpa siksaan yang menimpa mereka. Sesungguhnya saat terjadinya siksaan bagi mereka itu pada waktu subuh!"
"Naudzubillah---ck...ck..." geleng Leta melirik dimana posisi Gio berada namun lelaki itu sepertinya anteng-anteng saja tak terganggu.
Ish! Leta menghentak kakinya kesal karena gagal mengganggu tidur suaminya, membiarkan putaran murotal itu habis dengan sendirinya sembari ia yang menyapu kamar Gio. Tanpa sadar dari balik selimut Gio sudah melebarkan senyuman geli.
Leta beralih pada rak kecil di dekat meja belajar samping kasur, berniat merapikan buku-buku tebal Gio, beberapanya ada yang berupa foto copyan mengingat harga buku mata kuliah yang Gio ambil tidaklah murah.
Cukup rapi sejauh ini, hanya sedikit yang berantakan mungkin bekas Gio membaca dan mengerjakan tugas. Dengan ke so-taunnya Leta menaruh dan menyusun buku-buku itu sesuai tinggi dan ketebalannya agar terlihat rapi, namun ketika ia menata ulang.
Pluk!
"Eh," ia refleks menunduk ke arah buku jatuh itu.
Sekitar 2 buku bersampul paling tipis diantara buku-buku tebal lainnya terjatuh dengan halaman yang terbuka.
Matanya membelalak, Leta sungguh dibuat kaget melihat dari sampulnya saja sudah dapat disimpulkan jika itu majalah pria dewasa. Tidak mungkin ini milik padhe, apalagi para mas-mas. Satu-satunya pria matang yang patut dicurigai adalah...
*Apa-apan ini*?
Semakin saja Leta dibuat bimbang penuh keraguan saat ia jatuhkan pandangannya pada seseorang yang anteng dan diam dalam balutan selimutnya di atas ranjang. Perasaannya semakin mengatakan jika besar kemungkinan Gio----
"Masss! Iki punya sopo??!!!" teriaknya pagi-pagi melompat ke ranjang.
.
.
.
.
nunggu letta sadar pasti seru ngamuk2 nya ma gio...
ndak ada juga yang bakal masukin ke penjara
biar si letta gk pergi2 dri kmu
jangan to yo,kasian si leta masih gadis