Turun Ranjang
Fawwas, seorang dokter ahli bedah tidak menyangka harus mengalami kejadian yang menyenangkan sekaligus memilukan dalam waktu yang bersamaan. Saat putrinya dilahirkan, sang istri meninggal karena pendarahan hebat.
Ketika rasa kehilangan masih melekat, Fawwas diminta untuk menikahi sang adik ipar. Dia adalah Aara, yang juga merupakan seorang dokter kandungan. Jelas Fawwas menolak keras, belum 40 hari istrinya tiada dia harus menikah lagi. Fawwas yang sangat mencintai istrinya itu bahkan berjanji untuk tidak akan menikah lagi.
Tapi desakan dari keluarga dan mertua yang tidak ingin cucu mereka diasuh oleh orang lain membuat Fawwas terpaksa menerima pernikahan tersebut. Terlebih, itu juga merupakan wasiat terakhir dari sang istri meskipun hanya tersirat.
Bagaimana Fawwas menjalani pernikahan nya?
Apakah dia bisa menerima adik iparnya menjadi istri dan ibu untuk putrinya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon IAS, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
IB 29: Bolehkah Egois?
Makanan pendamping ASI atau MPASI untuk Neida dipersiapkan penuh dengan semangat oleh Aara. Ya, hari ini tepat 6 bulan usia Neida. Setelah menjalankan kewajiban 2 rakaatnya, Aara langsung menuju dapur. Ia mulai berkutat untuk membuatkan makanan untuk Neida. Aara memilih untuk membuat pure buah sebagai makanan pertama Neida.
Tap! Tap! Tap!
Greb
Aara terkejut saat tangan besar milik Fawwas melingkar di pinggangnya. Wajahnya terasa panas, dan pastinya merah merona bak tomat yang sudah matang. Dia tidak tahu mengapa Fawwas berlaku seperti ini.
Duh, jantungku cepat sekali berdetak. Ini sungguh tidak baik bagi jantungku, batin Aara. Dia yang tadi tampak nyaman melakukan acara membuat makan Neida, tiba-tiba begitu kaku untuk bergerak.
" Apa kamu tidak nyaman, maaf kalau begitu. Aku hanya ingin membiasakan diri dengan mu. Bukankah skinship adalah cara yang bagus agar kita semakin dekat satu sama lain?" ucap Fawwas. Dia melepaskan belitan tangannya di pinggang Aara lalu menatap wajah Aara yang masih memerah karena malu. Ya, Fawwas tahu bahwa saat ini Aara begitu malu dengan apa yang sudah ia lakukan. Fawwas sedikit merasa bersalah, tapi ia yakin dengan cara begini mereka akan semakin dekat.
" Bu-bukannya tidak suka Kak. Cu-cuma a-aku belum terbiasa saja," jawab Aara dengan sedikit tergagap.
Fawwas melemparkan senyum, ia tentu tahu. Aara belum pernah dekat dengan seorang pria. Dengan kata lain, Aara belum pernah pacaran sebelumnya. Semua itu dia tahu dari Aira. Aira dulu banyak bercerita mengenai Aara, jadi sedikit banyak sebenarnya Fawwas tahu mengenai sang istri. Bukan hanya Aara, tapi Aira pun sama. Aira juga tidak pernah berpacaran, dan Fawwas merupakan pria pertama Aira.
" Kalau dipikir-pikir, bukankah aku sangat beruntung. Aku adalah pria pertama bagi kedua kakak adik ini. Apakah aku serakah, tapi semua ini bukanlah keinginanku dari awal. Jika boleh meminta dan memilih, aku tetap ingin Aira ada di sisiku dan menghabiskan sisa umurku dengannya. Tapi takdir Tuhan ternyata tidak seperti itu," gumam Fawwas lirih. Saat ini dia sudah berjalan ke arah kamar karena Neida menangis.
Fawwas mengambil Neida dari box bayinya lalu menggendong dan menimangnya agar putrinya itu kembali tenang. Akan tetapi ternyata itu tidak terjadi, Neida malah semakin kencang menangis.
" Sayang, apa kamu haus, haruskah kita mencari ibu? Mari kita bertemu dengan ibu. Selamat 6 bulan sayangnya Ayah, hari ini Nei akan belajar makan. Jangan pilih-pilih makanan ya sayang, ibu mu sungguh sangat bersemangat dalam membuatkan mu makanan. Makanan kah yang pintar, agar ibu mu bahagia."
Neida sudah terdiam bahkan hanya dengan mendengar suara Aara, bayi kecil itu menghentikan tangisnya. Aara mengambil Nei dari gendongan Fawwas. " Susui Nei disini saja tidak apa-apa, sepertinya dia sudah sangat kehausan. Aku akan kembali ke kamar untuk mandi. Aah iya, ada titipan dari Erka. Sudah lama sebenarnya tapi aku lupa menyampaikannya. Nanti akan ku berikan."
Aara hanya mengangguk, ia lalu mengeluarkan pa yu daranya untuk menyusui Neida. Tapi ternyata Aara penasaran dengan apa yang dikatakan oleh sang suami, mengapa Erka memberikan sesuatu untuknya? Terlebih lagi hubungan mereka tidaklah dekat. Mereka hanya pernah bertemu sekali saja saat di kediaman mertuanya.
🍀🍀🍀
" Nah ini Ra, titipan dari Erka. Aah iya Ra, apakah kamu berkeinginan untuk kembali belajar?" Fawwas bertanya sambil mengulurkan buku-buku milik Erka. Saat ini mereka sudah duduk di meja makan. Aira menyiapkan Fawwas sarapan, setelah tadi ia menyuapi Neida, tidak disangka bayi kecil itu begitu menyukai makanan pertamanya. Dan saat ini Neida sedang dibawa berkeliling sekitar rumah oleh Bi Sum.
" Eh, kok Kak Fawwas bertanya begitu?" ucap Aara sedikit terkejut. Dia tidak pernah berpikir untuk kembali belajar, bahkan untuk kembali menggeluti profesinya saja Aara masih belum tahu kapan itu akan terjadi.
" Erka, dia bilang kamu begitu antusias saat mendengar dirinya belajar di luar negri. Aku pikir kamu akan tertarik untuk itu, jika kamu menginginkan kamu boleh melakukannya. Aku tidak akan pernah menghambat mu untuk menekuni profesimu Ra. Aku Memnag mengatakan dan meminta mu untuk mencoba menjalani pernikahan ini, akan tetapi aku juga tidak akan membelenggu mu."
Ucapan Fawwas yang panjang lebar itu membuat hati Aara menghangat. Ia menyimpulkan bahwa Fawwas mulai peduli terhadap dirinya. Kemarin dia masih belum bisa menangkap semua yang Fawwas tiba lakukan dan katakan. Keinginan Fawwas untuk menjalani biduk rumah tangga berdua atau dengan kata lain menerima pernikahan mereka masih membuat Aara tidak percaya. Akan tetapi saat ini dia sudah bisa mengerti bahwa Fawwas bersungguh-sungguh menginginkan itu.
" Terimakasih kak, tapi untuk sementara aku hanya ingin merawat Nei. Aku ingin menyaksikan perkembangan Nei," ucap Aara bersungguh-sungguh.
" Tapi Ra, aku tetap ingin kamu menyembuhkan trauma mu. Aku akan minta Faizal mengatur jadwal temu. Aku juga ingin kamu bisa kembali lagi ke rumah sakit."
Fawwas menggenggam tangan Aara, ia mengatakan dengan sepenuh hati. Hati Aara pun menghangat. Sebuah rasa di hati membuat Aara sedikit gundah.
" Bolehkan aku egois kali ini, bolehkan aku sedikit serakah kali ini. Aku ingin ad di sisi pria ini selamanya, aku ingin menjaga Neida bersama pria ini. Mbak, apakah aku boleh menggantikan tempatmu? Tapi, apakah semua keinginanku ini menjadikan wanita yang jahat. Entahlah, tapi saat ini aku sungguh ingin bersamanya." Aara bergumam lirih. Bohong jika dia tidak mengharapkan lebih dari hubungan ini. Meskipun hanya diam selama ini, tapi dirinya sudah terbiasa oleh kehadiran Fawwas disetiap hari dalam hidupnya.
TBC
kita pasti bisa...
memang betul trauma seseirqng akan susah untuk di lupakan...memakan waktu...
itu juga ku alami sendiri,sampai skrng masih harus pergi kaunseling..untuk menyembuhkan rasa trauma yg sdh 2 thn lbh...hhuuuffzz.../Sweat/
skrng tugasmu untuk memulihkan keadaan...