"Aku mau kita bercerai mas!." ucap Gania kepada Desta dengan sangat lantang.
"Aku dan adikmu tidak mempunyai hubungan apa-apa Gania?." Desta mencoba ingin menjelaskan namun Gania menolak.
"Tidak ada apa-apa? tidur bersama tanpa sehelai kain apapun kamu bilang tidak ada hubungan apa-apa, apa kamu gila?."
"Bagaimana kita akan bercerai, kamu sedang hamil?."
"Aku akan menggugurkan anak ini!." Gania yang pergi begitu saja dari hadapan Desta.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Dwi cahya rahma R, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Part 29
"Hentikan Desta.." teriak seorang wanita yang sudah berada di ambang pintu, yaitu mbok Yem.
Gania yang melihat kehadiran mbok Yem sontak menoleh ke arahnya dengan air mata masih membasahi pipinya.
"Cukup.. biarkan non Gania istirahat, jika memang non Gania sudah tidak bisa memaafkan mu, jangan memaksa." mbok Yem yang berjalan ke arah Desta dan juga Gania.
Desta masih saja bersujud di bawah kaki Gania dengan harapan mendapat maaf dari Gania.
"Bangun lah.. tidak ada guna nya kamu seperti ini." Mbok Yem yang membantu Desta untuk bangun.
Desta yang di liputi rasa bersalah kini juga menitihkan air matanya, ia benar-benar menyesal telah membuat Gania sengsara dan terluka.
Mbok Yem pun menyuruh Desta untuk keluar dari kamar Gania, karena pagi ini Desta harus angkat kaki dari rumah tersebut begitu pun mbok Yem dan juga pak Joko.
Dengan wajah yang murung, Desta berjalan keluar dari kamar Gania.
"Maaf kan simbok non, jika selama ini simbok juga berbohong dengan non Gania tentang identitas Desta." ucap mbok Yem.
"Saya sudah memaafkan mbok.. dan bilang kepada Desta, saya juga sudah memaafkan nya, simbok bisa keluar dari kamar saya sekarang, saya mau istirahat."
"Baik non.. simbok juga mau sekalian pamit, terimakasih sudah mau memaafkan simbok dan juga Desta, semoga non Gania kedepannya bahagia, selalu sehat."
"Iya mbok."
Di ruang tamu, semua barang mbok Yem, dan pak Joko sudah berada di depan rumah. Tuan Maxim memutuskan untuk memberhentikan semua karyawannya yang ada kaitannya dengan keluarga pak Sholeh. Tuan Maxim ingin melihat putrinya bahagia, tanpa bayang-bayang masa lalu.
Dari arah tangga mbok Yem sedang menuruni anak tangga untuk menuju ke lantai satu.
"Bagiamana Desta? apakah Gania mau memaafkan mu?." tanya tuan Maxim.
"Tidak tuan, tapi itu memang pantas untuk saya." jawab Desta yang terus menunduk.
"Saya memaafkan semua kesalahan mu." tuan Maxim yang menepuk pundak Desta. "Dan saya yakin pasti Gania juga memaafkan mu di dalam hatinya."
"Saya berharap seperti itu tuan."
"Pesan saya.. tetap lah jadi orang yang baik, biar kesalahan ini menjadi pelajaran untuk kita semua agar tidak terulang lagi, semoga kelak kamu bisa mendapatkan wanita yang baik, begitu pun Gania." ucap tuan Maxim.
"Baik tuan, saya yakin Gania akan mendapatkan laki-laki yang baik karena jodoh adalah cerminan diri sendiri."
Mbok Yem, Desta, dan pak Joko sudah berpamitan kepada tuan Maxim. Satu buah mobil sudah terparkir di depan halaman rumah. Sebelum Desta masuk ke dalam mobil, ia mendongakkan wajahnya menatap ke arah atas yaitu balkon kamar Gania.
Di sana Desta melihat Gania sedang berdiri di atas balkon dengan wajah menatap ke arahnya. Desta melihat tidak ada ekspresi apapun dari wajah Gania, dia hanya diam dengan raut wajah yang pucat.
"Non Gania sudah memaafkan mu, tadi bilang sama simbok." ucap mbok Yem. "Sudah ayo masuk."
Desta yang mendengar ucapan mbok Yem seketika merasa lega jika Gania sudah memaafkan nya, walaupun ucapan itu tidak secara langsung kepadanya.
Desta seketika masuk ke dalam mobil, lalu di ikuti oleh mbok Yem dan juga pak Joko. Mobil berwarna hitam kini sudah melaju meninggalkan kediaman tuan Maxim.
Gania yang berada di atas kamar, terus menatap kepergian Desta, walaupun Desta telah menyakitinya dan membuatnya kecewa yang amat besar, entah kenapa Gania tidak bisa membencinya, karena menurut Gania, bagaimana pun Desta pernah mengisi hari-hari nya.
"Kita telah usai sebelum memulai.. aku harap kau bahagia kedepannya, begitu pun aku, Desta." ucap Gania lalu berjalan masuk dalam kamar untuk istirahat.
Di ruang kerja, tuan Maxim sedang menghubungi seseorang yaitu pengacaranya, untuk memastikan apakah Sholeh dan Mira sudah di jebloskan ke penjara.
"Bagaimana? apakah Sholeh dan Mira sudah kamu jebloskan ke penjara?." tanya tuan Maxim di sambungan telfon.
"Sudah bos.. kemarin polisi sudah membawanya."
"Bagus.. nanti sore aku akan pergi ke sana, untuk menemui Heksa."
"Siap bos." seketika sambungan telfon terputus begitu saja.
...****************...
Sore harinya, kini tuan Maxim baru saja tiba di ruangan yang di penuhi orang-orang bermasalah, dari koruptor, maling, pembunuh, pencabulan dan yang lainnya.
Sebelum tuan Maxim tiba di sel tempat di mana Heksa di tahan, ia melewati sel tempat mantan istrinya yaitu nyonya Dewi.
"Mas.. Mas Maxim.. kamu datang ke sini untuk membebaskan ku kan? iya kan?." ucap nyonya Dewi dengan rambut acak-acakan.
Tuan Maxim yang mendengar ucapan nyonya Dewi seketika menoleh, lalu mendekat ke arah jeruji besi tersebut. "Untuk apa aku melepaskan benalu seperti mu, kau akan merusak tanaman yang kainnya jika bebas." ucap tuan Maxim lalu kembali berjalan ke arah sel Heksa.
"Mas.. lepaskan aku, aku masih sayang sama kamu, ayo mas.. aku ini istri kamu, kamu harus lepasin aku, aku gak mau di sini terus." nyonya Dewi yang terus teriak-teriak, hingga tiba-tiba.
"Heh diam! teriak-teriak, emang yang punya kuping cuman kamu!." bentak salah satu polisi ke arah nyonya Dewi, hingga nyonya Dewi pun diam.
Tuan Maxim terus berjalan hingga melewati jeruji besi milik Vania, Tuan Maxim hanya diam tanpa berbicara apapun kepada Vania, yang tuan Maxim lihat, Vania tampak kacau, terlihat lusuh, kumuh, dan dekil, tidak jauh beda dari ibunya.
Setelah melewati beberapa jeruji besi, kini tuan Maxim sudah tiba di depan jeruji Heksa, dia melihat Heksa sedang duduk tenang di ujung ruangan.
Heksa yang melihat kehadiran tuan Maxim seketika beranjak berdiri.
"Saya sudah yakin, anda akan datang untuk membebaskan saya." ucap Heksa.
Tuan Maxim yang mendengar ucapan Heksa seketika tersenyum getir. "Sepertinya kau terlalu percaya diri."
"Bagaimana apakah tempat ini nyaman? sepertinya kau betah di sini?."
"Kenapa anda tidak melepaskan saya, padahal Gania sedang mengandung anak saya."
"Anak itu sudah mati." sahut tuan Maxim.
"Maksud anda?."
"Iya.. anak itu sudah mati, dan sekarang kamu dan Gania tidak ada ikatan apapun, ayah dan ibumu juga ada di sini."
"Ayah dan ibuku? mana dia?." Heksa yang menoleh ke kanan dan ke kiri untuk mencari keberadaan orang tuannya.
"Mereka ada di sel sebelah, kamu tidak perlu khawatir."
"Hah.." Heksa yang sangat terkejut. "Apa maksud anda? apa anda juga menyeret kedua orang tua saya ke sini."
"Bukankah, pembalasan lebih kejam dari pada tidak membalas?." ucap tuan Maxim dengan wajah puas.
"Sialan.. kau itu si tua bangka sialan! kenapa kau menjebloskan kedua orang tua ku juga ke penjara? memang mereka salah apa?."
Tuan Maxim tidak menjawab ucapan Heksa, dia kembali pergi meninggalkan Heksa begitu saja.