“Aku menghamilinya, Arini. Nuri hamil. Maaf aku selingkuh dengannya. Aku harus menikahinya, Rin. Aku minta kamu tanda tangani surat persetujuan ini.”
Bak tersambar petir di siang hari. Tubuh Arini menegang setelah mendengar pengakuan dari Heru, suaminya, kalau suaminya selingkuh, dan selingkuhannya sedang hamil. Terlebih selingkuhannya adalah sahabatnya.
"Oke, aku kabulkan!"
Dengan perasaan hancur Arini menandatangani surat persetujuan suaminya menikah lagi.
Selang dua hari suaminya menikahi Nuri. Arini dengan anggunnya datang ke pesta pernikahan Suaminya. Namun, ia tak sendiri. Ia bersama Raka, sahabatnya yang tak lain pemilik perusahaan di mana Suami Arini bekerja.
"Kenapa kamu datang ke sini dengan Pak Raka? Apa maksud dari semua ini?" tanya Heru.
"Masalah? Kamu saja bisa begini, kenapa aku tidak? Ingat kamu yang memulainya, Mas!" jawabnya dengan sinis.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Hany Honey, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Lima Belas
Arini langsung pergi, ia pulang karena sudah tidak ingin mendengarkan ibu mertuanya yang terus-terusan membujuk dirinya untuk tidak berpisah dengan Heru. Heru benar-benar shocked mendengar keputusan Arini, apalagi sampai Arini mengajukan gugatan.
“Persetan dengan ini!” Heru menyobek surat gugatan yang diberikan Arini.
“Sudah ceraikan saja dia, Mas! Lagian dia juga mau?” ucap Nuri.
“Diam kamu! Ini bukan urusan kamu!” bentak Heru.
Heru meninggalkan Nuri, ia pergi untuk mengejar Arini, yang pasti masih ada di depan, karena baru saja keluar.
“Arini!” teriak Heru.
“Apa lagi, Her?” tanya Arini santai.
“Aku tidak akan menceraikanmu! Sampai kapan pun! Sekali tidak tetap tidak!” teriak Heru.
Arini tersenyum miring, entah apa yang ada di dalam otak suaminya itu. Dia tidak ingin berpisah darinya, akan tetapi dia mau menikahi perempuan lain? Begitu serakah sekali, bukan?
Arini bersedekap, dengan menatap suaminya yang sedang marah, napasnya memburu, dan matanya memerah karena marah.
“Aku mencintaimu, Rin,” ucap Heru dengan suara bergetar.
“Cinta? Kalau cinta gak akan selingkuh, Mas!” jawab Arini.
“Aku khilaf.”
“Khilaf yang kamu bilang? Khilaf itu sekali, lalu kamu bertobat dan tidak akan melakukan hal yang sama lagi! Tapi pada kenyataannya, khilafmu menyenangkan, bukan? Sampai diulang lagi, dan sampai hamil pula?” ucap Arini.
“Aku minta maaf, Rin.”
“Aku memaafkan kamu,” jawab Arini.
“Jangan ceraikan aku, Rin.”
“Aku minta cerai, karena aku tak mau ada madu di dalam rumah tangga kita. Lebih baik lepaskan aku, dan hiduplah dengan dia!”
“Enggak, Rin, enggak! Aku gak bisa!”
“Gak bisa bagaimana? Bisa lah pastinya! Hamilin dia saja bisa, masa cerai dari aku gak bisa? Atau sebetulnya kamu mau keluarga kita ini utuh, biar bisa dapat sana-sini? Ih maaf, ya! Sorry banget, Her! Aku tidak mau berbagi! Tidak ada laki-laki lain di luar sana apa, kok aku harus berbagi? Meskipun aku mandul, aku masih punya harga diri! Aku tidak sudi disetuh laki-laki yang setelah menyentuh perempuan lain! Apalagi maduku bekas simpanan om-om? Ih takut kena penyakit!” ucap Arini dengan ekspresi wajah jijik.
Nuri yang mendengar ucapan Arini, dia mengepalkan tangannya. Nuri memang menyusul suaminya keluar, dia tidak mau suaminya mengejar Arini. Nuri berjalan dengan cepat ke arah Arini, lalu menampar Arini.
Plak!!!
“Jaga mulut kamu, wanita mandul!” pekik Nuri.
Arini mengusap pipi yang baru saja ditampar oleh Nuri. Ingin dia membalasnya dengan memberika bogeman mentah, bukan tamparan lagi.
“Aku memang wanita mandul, tapi aku punya harga diri! Tidak seperti kamu! Dan, kamu Nuri, aku tahu tabiat kamu, kamu ini siapa sih? Kamu ini teman akrab, bisa dikatakan sahabatku dulu saat kuliah, kamu memang simpanan om-om, kan? Kita pernah satu kost bareng, Nur! Lupa ya kamu sering diajak om-om sana sini supaya kamu bisa bayar kuliah, bayar kost, dan buat makan? Ingat tidak?” ucap Arini mengingatkan semuanya.
Nuri semakin tersulut emosinya. Dia kembali menampar Arini, dan menjambak rambut Arini.
“Akh ... lepaskan!” pekik Arini.
“Nuri, lepaskan Arini! Jangan bikin masalah dengan dia lagi kalau kamu gak mau kenapa-napa!” pekik Heru.
“Kamu belain dia? Kamu belain perempuan mandul ini? Kamu dengar dia menghina aku tidak sih, Mas?!”
“Sudah, Nuri! Lepaskan!” teriak Heru.
Nuri semakin kencang menarik rambut panjang Arini yang indah. Arini kesakitan dengan perlakuan Nuri. Akan tetapi bukan Arini jika dia diam dan mengalah. Arini mencekal tangan Nuri yang mau menyentuh wajahnya. Ia cekal dengan kuat, hingga membuat Nuri mengaduh dan melepaskan jambakannya pada rambut Arini.
Bugh!!!! Bugh!!!!
Arini mendaratkan bogem mentahnya di wajah cantik Nuri. Bukan tamparan lagi, Arini memberikan tonjokannya itu di wajah mulus Nuri. Dia juga mencengkeram rahang Nuri dengan keras.
“Akh!!!” pekik Nuri.
“Kenapa sakit? Apa mau aku kasih bogem di perutmu juga? Atau aku kasih sayatan di lengan mulusmu ini dengan kuku cantikku?” ucap Arini sadis.
“Sakit, Rin! Stop! Lepaskan aku!” pekik Nuri.
“Ohhh ... sakit, ya? Bisa sakit juga, Nur?”
Arini mendorong tubuh Nuri, hingga Nuri tersungkur ke bawah. Tak peduli Nuri sedang hamil. Toh kehamilannya pasti kuat kok, Arini yakin kandungan Nuri kuat, karena dia hamil di luar nikah.
Hidung dan sudut bibirnya sampai mengeluarkan darah. Arini tidak akan takut jika dirinya dilaporkan polisi karena telah membogem Nuri. Malah yang ada Arini malah melaporkan balik perbuatan mereka.
“Arini, kau!” pekik Heru yang melihat Nuri tersungkur kesakitan.
“Arini, apa-apaan sih kamu? Apa yang kamu lakukan pada Nuri? Kamu jahat sekali, pantas Heru selingkuh dari kamu, kamu ini kasar!” ucap Laras.
“Memang kenapa kalau aku kasar? Bukannya mama sudah tahu tabiat menantu mama ini? Salah aku membalas dia yang mulai menyakiti aku? Aku bukan perempuan lemah! Kalian tahu sendiri, kan? Aku bukan perempuan yang menye-menye!” ucap Arini.
“Dia lagi hamil, Rin! Dia hamil anakku!”
“Dia sedang hamil cucuku, Arini!” ucap Laras.
“Idih apa urusanku? Mau dia hamil kek, bunting kek, bukan urusanku! Dia mulai melukaiku, ya aku balas, aku tak pandang bulu! Siapa yang mulai lebih dulu, aku balas! Untung saja perutnya gak aku bogem? Aku masih waras, ada anak yang tak berdosa di dalam perutnya, entah itu anak kamu, atau anak orang lain, atau anak om-om mungkin?” ucap Arini santai, tidak peduli melihat Nuri yang tersungkur kesakitan.
“Jaga ucapanmu, Rin! Kamu ini jangan iri karena gak bisa hamil, Rin! Kamu mandul ya udah mandul saja, gak usah begitu kelakuannya!” teriak Heru.
“Aku mandul? Ya aku mandul mungkin, tapi kalau ternyata kamu yang mandul, dan anak itu bukan anakmu bagaimana? Kan selama kita periksa, kamu yang bermasalah? Sperma kamu yang bermasalah?” ucap Arini.
Ya memang begitu adanya, karena pola hidup Heru yang kurang sehat, dia merokok, dan sering minum minuman beralkohol, dokter memvonis sperma Heru yang kurang sehat. Sudah tiga dokter yang dikunjungi mereka, dan tetap Heru yang divonisnya. Arini sehat, rahimnya sehat, dan baik-baik saja.
“Kau yang mandul!” teriak Heru.
“Her ... sakit!!!” pekik Nuri dengan memegang perutnya.
“Kamu sakit, Sayang? Ayo kita ke dokter!” Heru menggendong tubuh Nuri, membawanya ke dokter.
“Aku tidak akan menceraikanmu! Camkan itu!”
“Lihat saja nanti di pengadilan, siapa yang menang, kamu atau aku!” jawab Arini.
Heru langsung melajukan mobilnya untuk ke rumah sakit. Laras mendekati Arini yang masih berdiri mengatur napasnya yang masih terengah-engah karena habis marah.
“Kamu ini kasar sekali, Rin! Heru itu sudah baik-baik minta kamu untuk berbagi, Rin, kamu malah begitu?” ucap Laras.
“Mama mau tidak kalau papa punya istri lagi?” ucap Arini membalikan pertanyaan. Laras hanya terdiam, tidak tahu mau menjawab apa. Jelas Laras tidak mau kalau suaminya sampai punya istri lagi. Padahal kenyataannya suaminya punya banyak simpanan di luar sana.
“Gak rela dan gak mau kan, Ma? Itu yang aku rasakan! Aku harap mama merasakannya juga. Atau boleh lah merasakan bagaimana jika papa beneran punya istri lagi di luar sana. Bukannya papa selalu gak betah kalau di rumah? Seringnya keluar kota urus kerjaannya?” sindir Arini.
“Diam kamu! Jaga ucapan kamu!”
“Aku bisa jaga ucapan aku, kalau mama dan Heru bisa jaga sikap dan ucapannya? Sudah ah aku capek, habis kasih bogem mentah ke calon menantu mama. Ingat mama cantik, menantumu ini, eh ralat calon mantan menantumu ini pemegang sabuk hitam Taekwondo! Jadi jangan macam-macam sama saya!” sarkas Arini.