Mimpi Aqila hanya satu, mendapat kasih sayang keluarganya. Tak ada yang spesial dari dirinya, bahkan orang yang ia sukai terang-terangan memilih adiknya
Pertemuannya tanpa disengaja dengan badboy kampus perlahan memberi warna di hidupnya, dia Naufal Pradana Al-Ghazali laki-laki yang berjanji menjadi pelangi untuknya setelah badai pergi
Namun, siapa yang tau Aqila sigadis periang yang selalu memberikan senyum berbalut luka ternyata mengidap penyakit yang mengancam nyawanya
.
"Naufal itu seperti pelangi dalam hidup Aqila, persis seperti pelangi yang penuh warna dan hanya sebentar, karena besok mungkin Aqila udah pergi"
~~ Aqila Valisha Bramadja
.
.
Jangan lupa like, komen, gift, dan vote...🙏⚘😘
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mukarromah Isn., isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 6 : Dipaksa Dewasa
Masa kecil, masa yang begitu indah bagi sebagian orang, hanya tau cara bermain dan tertawa seolah hidup ini berjalan tanpa masalah
Tapi masa kecil bagi Aqila sudah hilang semenjak ia berusia tujuh tahun, Reyna adiknya yang sering diajaknya bermain terbaring lemah di rumah sakit karena kanker hati yang dideritanya
Beruntungnya kondisi itu diketahui lebih awal, saat menyadari Reyna sering mual, muntah, demam, diikuti gejala lainnya, mereka langsung membawanya ke rumah sakit Bramadja
Keluarga Bramadja tak hanya bergerak dalam bidang industri dan perdangan tapi juga kesehatan, perusahaan dikelola oleh papanya Arya Banyu Bramadja, sedangkan rumah sakit Bramadja yang sudah memiliki banyak cabang itu di kelola oleh pamannya atau kakak dari ayahnya Raditya Bramadja dokter spesialis saraf yang begitu disegani di rumah sakit
Saat Reyna divonis mengidap kanker hati perasaan mereka tercabik, walau dokter yang menangani saat itu sudah mengatakan karena ini masih stadium awal, pengangkatan tumor pada hati memiliki peluang besar kalau pasien akan sembuh
Namun, tetap saja perasaan cemas itu akan selalu ada, saat melihat Reyna terbaring di ranjang rumah sakit dengan infus ditangannya cukup menyayat hati mereka, apalagi setelah operasi selesai berbagai selang penunjang kehidupan terpasang ditubuhnya
Sejak saat itu Aqila sering sendirian di rumah, mereka tak membolehkannya ikut saat itu karena anak kecil seperti dirinya tak bagus terlalu lama berada di rumah sakit
Hari-hari Aqila selama hampir sebulan itu sepi kecuali hari minggu disaat terkadang sepupunya Kirana atau Davin berkunjung ke rumahnya, orang tuanya jarang pulang bahkan bisa terhitung dua kali dan itu hanya itu mengambilkan pakaian ganti, kakak-kakaknya pun begitu, sepulang sekolah mereka langsung ke rumah sakit untuk memberikan semangat dan menghibur Reyna tanpa mengerti perasaan Aqila yang ditinggalkan sendiri
Pernah Aqila menyusul mereka karena rindu dengan keluarganya, tapi baru saja sampai di depan ruangan Reyna papanya langsung menyuruhnya pulang
"Rumah sakit itu nggak baik buat kesehatan Aqila, disini banyak virus penyakit, Aqila masih kecil jadi mudah kena"
"Tapi Aqila rindu sama kalian"
"Di rumah aja ya sama bik inah, do'a kan Reyna selesai sholat supaya cepat sembuh" Aqila mengangguk dan dengan cepat memeluk papanya erat
"Cepet pulang ya pa, Aqila rindu"
"Loh Aqila mau kemana?" Radit terheran melihat Aqila padahal ia melihat baru saja keponakannya itu sampai disana
"Pulang"
"Udah jenguk Reyna?" Aqila menggeleng
"Kata papa anak kecil nggak baik di rumah sakit, nanti kena virus" Radit mengusap rambut keponakannya dan menoleh ke arah ruang rawat VIP itu yang tertutup sempurna, ia membenarkan ucapan adiknya rumah sakit tak baik bagi Aqila tapi bukankah ia setidaknya mengizinkan putrinya masuk untuk melihat kondisi mereka, ia mengerti anak kecil ini pasti kesepian
"Ayo om anterin pulang, sekalian kita beli es krim yang banyak" Wajah murung Aqila langsung tergantikan senyum sumringah saat mendengar ucapan pamannya
"Benerkan om?" Radit mengangguk sebagai jawaban dan mengusap kepala gadis kecil itu yang terbalut hijab
"Beli yang banyak ya om, buat Reyna juga nanti kalau dia sembuh, dia juga suka es krim"
"Reyna kan masih sakit, jadi masih nggak boleh minum es, jadi besok kita beli yang lain untuk Reyna ya?" Aqila berfikir sebentar kemudian mengangguk antusias
Hari yang ditunggu Aqila tiba, kepulangan adiknya dari rumah sakit, dan otomatis keluarganya yang lain juga akan ikut pulang, ia senang akhirnya sekarang ia tak kesepian lagi
Di dampingi dengan Bik inah, ia berdiri di teras rumah dengan wajah bahagianya, ia sudah berdiri disana dari jam tujuh padahal Bik Inah sudah mengatakan kalau mereka berangkat jam setengah delapan atau lebih, namun bagi Aqila, tak peduli seberapa lelah ia menunggu akhirnya sekarang mereka akan kumpul bersama lagi
Binar kebahagiaan tercetak jelas di wajahnya saat melihat mobil berwarna hitam memasuki pekarangan rumah
"REYNA" ia berlari menuju pintu mobil yang baru dibuka oleh sang kakak
"Eh tunggu dulu, jangan peluk sembarangan" kakak sulungnya, Devano segera menghalangi Aqila yang berlari antusias ke arah mereka
"Kenapa?"
"Reyna baru sembuh, lukanya belum sepenuhnya pulih" Daren menjelaskan sambil mengusap kepala adiknya itu gemas
"Harus nunggu berapa lama lagi baru bisa main sama Reyna?"
"Aqila harus nunggu..." Daren mengetuk dagunya seolah berfikir sedangkan Aqila menatap wajah kakaknya dengan rasa penasaran yang tinggi
"Entah" Aqila langsung cemberut mendengar jawaban sang kakak, membuat Daren gemas dengan tingkah adiknya yang satu ini
Detik berganti menit, menit berganti jam, jam berganti hari dan hari berganti minggu, Aqila merasa kesepian di tengah keramaian, semuanya berubah seiring pergantian hari, Ia merasa seolah ada jarak tak terlihat diantara dirinya dengan keluarganya
Selalu Reyna, semua permintaan si bungsu akan di penuhi, Reyna begitu dimanjakan oleh mereka, bahkan pernah pada suatu hari Rian sedang mengajarinya bersepeda di halaman rumah mereka, namun tiba-tiba Reyna datang dan memanggil Rian untuk bermain bersama karena Devano dan Daren ada urusan di sekolah
Rian melepas sepeda itu begitu saja, padahal Aqila bahkan belum bisa mengayuh dengan seimbang, dan alhasil dirinya terjatuh dari sepeda
"KAK RIAN" Aqila memanggil kakaknya dengan berteriak, tidak bisakah kakaknya menyuruhnya turun terlebih dahulu, sekalipun dalam keadaan buru-buru
Rian menoleh sebentar melihat Aqila dengan mata dan hidung memerah seperti ingin menangis
"JANGAN NANGIS, JADI PEREMPUAN ITU HARUS KUAT" Rian pergi setelah meninggalkan Aqila disana, memandang lututnya yang berdarah, Aqila menelungkupkan kepalanya diatas siku dan menangis tak bersuara
Sejak saat itu, ia dipaksa menerima keadaan, sering dilupakan, bahkan terhitung terakhir kali ia merayakan ulang tahun bersama keluarganya saat ia berumur dua belas tahun itupun di lakukan seminggu setelahnya, alasannya? mereka lupa
Ia dituntut dewasa sebelum waktunya, ia dewasa karena keadaan yang memaksanya, ia perempuan yang kuat dan sejak saat itu pula ia tak membiarkan orang lain melihat air mata menetes dari mata coklatnya, yang terpasang di wajahnya hanyalah senyum seolah dunia baik-baik saja, seolah ia adalah orang paling bahagia dan beruntung, hanya tawa palsu sebagai topeng untuk menutup luka dan meyakinkan semua orang kalau ia baik-baik saja
Padahal hatinya tercabik dan tergores dalam oleh luka yang kian melebar dan tak tau kapan akan sembuh
Tak ada yang berwarna dan istimewa baginya, ia iri kala melihat anak seusianya mengambil raport di temani orang tuanya dan diberikan hadiah saat berhasil mendapat juara, atau disemangati kala mereka gagal
Ia ingin mendengar kalimat "Aqila hebat" dari kedua orang tuanya saat ia memenangkan lomba bukan sekedar ucapan selamat dari gurunya
.
Banyak Typo...🙏