Pawang Tuan Impoten

Sesuai dengan informasi terakhir dari asisten Mike, Ara dan Zester berhenti di sebuah warung bakso yang katanya milik dari keluarga korban.

"Apa benar ini tempatnya?" tanya Zester.

"Menurut informasi begitu, warung bakso cinta rasa. Ayo turun, aku yang traktir," ajak Ara sambil membuka pintu mobil.

Warung bakso itu tidak terlalu ramai, Ara memesan dua mangkok bakso.

"Kenapa kita harus makan bakso dulu? Langsung ke intinya saja," protes Zester.

"Selesai makan bakso nanti juga ke intinya, urusan perut harus dipikirkan juga," balas Ara

Bakso adalah makanan favoritnya jadi Ara akan makan makanan berbentuk bulat itu dulu.

Berbeda dengan Zester yang hanya mengaduk baksonya di mangkok.

"Tidak suka bakso? Makan bakso tidak akan menurunkan kedudukanmu jadi..." Ara menusuk satu pentol bakso kemudian menyuapkannya ke mulut Zester.

Otomatis lelaki itu membuka mulut dan memakannya.

"Nah begitu kan jauh lebih baik," Ara tertawa melihat Zester memakan bakso dengan terpaksa.

"Katakan, apa saja yang kau lakukan dengan calon istrimu, kalian kan menghabiskan tiga belas tahun bersama," lanjut Ara.

"Sepuluh tahun aku tinggal di luar negeri jadi hanya tiga tahun saja kami bersama," Zester meralat perkataan gadis itu.

"Tetap saja itu waktu yang lama untuk mengenal satu sama lain, apa dia gadis baik?" Ara harus mencari tahu lebih jauh.

Kalau Riri gadis baik, dia akan mengurungkan niatnya untuk memberitahu Zester.

Bisa saja Riri jatuh cinta dan berubah, walaupun awalnya didasari dengan penipuan.

"Entahlah," jawab Zester ambigu.

"Kenapa begitu jawabnya, aku harus tahu supaya bisa memutuskan," Ara sedikit memaksa. "Coba kau ulangi lagi ceritamu dari awal tapi secara detail pada bagian kau tenggelam!"

"Waktu itu aku setengah sadar, yang jelas ada anak kecil yang menolongku kemudian mommy dan para pengawalnya datang," Zester mencoba mengingat-ngingat.

"Aku dirawat di rumah sakit dan anak kecil itu menungguku sampai aku sadar, saat aku membuka mata barulah aku tahu kalau dia itu Riri!"

"Terus... terus... setelah itu bagaimana?" Ara bertanya sambil memakan pentol baksonya. Sesekali dia menusuk pentol Zester dan menyuapi lelaki itu.

"Karena aku akan ke luar negeri jadi aku memintanya menungguku, bukan hanya menunggu tapi biaya hidup Riri dan keluarganya mommy ku yang menanggungnya sampai mereka keluar dari kemiskinan," jelas Zester lagi.

Memang orang tua Riri adalah petugas kebersihan di penginapan yang Ara dan Zester tempati tiga belas tahun silam, Riri sering ikut orang tuanya karena tidak ada yang menjaga.

Semenjak menjadi penolong Zester, setiap bulan mereka mendapat sejumlah uang yang lebih dari cukup.

Orang tua Riri membuka usaha souvenir di Bali dan Riri bisa sekolah dengan baik sampai Zester pulang lalu membawanya ke ibukota.

"Hubungan kami biasa saja, justru Riri lebih dekat dengan mommy ku makanya dia jadi ikut-ikutan bergaya sosialita. Mike selalu mengeluh melihat laporan keuangan Riri tapi bukankah sebagai calon istriku dia berhak mendapatkannya?" Zester masih berpikiran jika uang akan menyelesaikan segalanya.

BRAK!

Tiba-tiba Ara menggebrak meja di sana.

"Jadi, selama tiga belas tahun dia dan keluarganya bergantung hidup padamu? Kok aku jadi kesal, ya?"

Ara mengeratkan gigi gerahamnya karena selain menipu, Riri juga parasit.

Awalnya Ara ingin jadi buih saja kalau Riri memang gadis baik tapi kali ini Ara tidak akan tinggal diam.

"Takdir putri duyung akan berubah!"