NovelToon NovelToon
Takdir Cinta Clareance

Takdir Cinta Clareance

Status: sedang berlangsung
Genre:Pengantin Pengganti / Aliansi Pernikahan / Kehidupan Manis Setelah Patah Hati / Cinta Seiring Waktu / Angst / Romansa
Popularitas:61.4k
Nilai: 5
Nama Author: Dewi Budi Asih

Sejak kecil Rea seorang anak tunggal terlalu bergantung pada Jayden. Laki-laki sok jagoan yang selalu ingin melindunginya. Meskipun sok jagoan dan kadang menyebalkan, tapi Jayden adalah orang yang tidak pernah meninggalkan Rea dalam keadaan apapun. Jayden selalu ada di kehidupan Rea. Hingga saat Altan Bagaskara tidak datang di hari pernikahannya dengan Rea, Jayden dengan jiwa heroiknya tiba-tiba menawarkan diri untuk menjadi pengganti mempelai pria. Lalu, mampukah mereka berdua mempertahankan biduk rumah tangga, di saat orang-orang dari masa lalu hadir dan mengusik pernikahan mereka?



Selamat Membaca ya!


Semoga suka. 🤩🤩🤩

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Dewi Budi Asih, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Ep 28

"Puas kamu?!" Sengit Rea, matanya menyipit menatap tajam pada Jayden yang menahan senyum di hadapannya.

Pria itu duduk di tepi ranjang. Wajahnya mendekat membuat Rea otomatis bergerak mundur. "sepuluh menit lagi, aku anterin kamu pulang."

"Aku bisa pulang sendiri. Atau aku bisa minta Altan menjemputku."

"Telpon saja sekarang. Kalau dia datang sebelum sepuluh menit. Aku janji akan pergi," katanya dengan tatapan serius.

Jarak mereka begitu dekat. Diam-diam, Rea menikmati wajah tampan dan aroma khas lelaki itu, yang mampu mendebarkan jantungnya. Hingga membuatnya lupa caranya berkedip.

###

"Zika, kamu mau kemana," saat Altan melihat perempuan itu berkemas.

Zika tak menjawab. Gadis itu sibuk memasukkan barang-barangnya ke dalam koper dan bersiap pergi.

"Aku nggak bisa di sini terus, Al. Aku merasa justru seperti orang bodoh yang mengharap belas kasian darimu," ucapnya tegas sebelum berbalik dan melangkah pergi dari hadapan Altan.

"Zika ... please jangan pergi." Altan menahan lengan Zika yang sudah berjalan hampir mencapai pintu apartemennya.

"Untuk apa aku di sini? Kalau kamu tetap nggak bisa ninggalin dia. Bahkan kamu nggak sanggup mengakuiku sebagai kekasihmu di depan semua orang! Setiap hari aku bertanya-tanya, apakah keberadaanku selama ini berarti buat kamu, atau hanya akan mengganggumu."

Altan mengesah, pegangan tangannya melonggar. "Kenapa kamu berpikir seperti itu, Zika? Lagi pula, kalau aku membiarkanmu pergi, memangnya kamu mau kemana?" Tanyanya sedih.

Dia tahu kalau Zika tak punya keluarga. perempuan itu juga tak mungkin pulang ke rumah orang tua angkatnya dalam keadaan hamil.

"Apa pedulimu? Ke mana pun aku pergi, nggak ada hubungannya sama kamu!" Teriaknya, berusaha melepaskan tangan Altan.

"Zika, aku mohon. Berhentilah menyakiti dirimu sendiri, dan menurutlah padaku. Kamu pikir aku mau menikahi Clareance karna aku mencintainya? Ini semua karna permintaan orang tuaku. Bisa nggak sih, kamu tuh dengerin aku sekaliii saja," ucapnya mulai frustasi.

"Memangnya aku pernah nggak nurut sama kamu? Selama ini aku selalu nurut dan dengerin apa pun yang kamu perintahkan. Sekarang kamu bisa lihat, apa yang aku dapat dari semua pengorbananku itu? Kamu ninggalin aku kan? Bahkan calon bayi kita nggak bisa membuat kamu berubah pikiran."

Altan mengambil napas panjang, kepalanya menoleh kiri kanan, mencoba meredakan emosi yang hampir meledak di dalam dadanya. Dia masih tak habis pikir dengan semua keadaan ini. Altan hanya ingin menjalankan perintah papanya agar perusahaan itu jatuh ke tangannya. Tapi, kenapa Zika tak paham juga dengan maksudnya.

"Oke ... sekarang mau apa kamu?" Tantang Altan. Dia sudah lelah dengan semua ini.

"Aku mau kamu memilih antara aku atau dia."

"Aku nggak bisa, Zika. Aku nggak mungkin membatalkan pernikahan ini."

"Jadi kamu memilih dia? dari semua kebersamaan kita selama ini? Kamu masih tetap memilih perempuan itu?" Zika menggigit bibir, menahan rasa sakit di dalam hatinya. Ternyata, cinta Altan tak sedalam itu padanya.

Pria itu menggeleng pelan. "Tapi, aku nggak mau kehilangan kamu, Zika. Aku nggak mungkin membiarkanmu pergi dengan keadaan seperti ini."

"Aku juga nggak mau pergi, Al. Tapi, kalau kamu memilih dia, untuk apa aku bertahan di sini? Aku bukan batu, Al. Aku punya perasaan, hatiku juga bisa sakit kalau harus melihatmu menikahi perempuan lain!" Tubuh Zika merosot jatuh.

Perempuan itu menutup wajahnya dengan kedua tangan dan terisak-isak.

Mendengar tangisan Zika yang menyayat hati, membuat Altan tak tega. Lelaki itu berlutut dan memeluk tubuh Zika yang semakin hari semakin kurus.

Entah bagaimana keadaan calon bayinya sekarang. Janin itu masih terlalu muda untuk ikut merasakan penderitaan ibunya.

"Kamu tenang, ya. Aku akan memikirkan cara agar kita tetap bisa bersama. Aku nggak mau kamu pergi jauh," lirih Altan, mendaratkan kecupan singkat pada puncak kepala Zika. "Aku mau kamu tetap di sini. Bertahanlah sebentar saja. Aku nggak akan kemana-mana."

###

"Nggak diangkat telponnya?"

Clareance menaikkan tatapannya dari arah ponsel ke arah wajah Jayden, yang terlihat menahan senyum puas.

Sialnya, tebakan lelaki itu benar. Altan sama sekali tidak mengangkat panggilan dari Clareance.

Dalam hati dia memaki Altan yang sejak tadi mengabaikan panggilannya. Kemana sih perginya calon suaminya itu? Sesibuk apa dia sampai-sampai tak sempat melihat ponselnya berdering? Atau jangan-jangan, benar apa yang dikatakan Jayden tadi, bahwa Altan sedang berduaan bersama seorang perempuan.

Ah, sial! Sial! Sial!

Bayangan perempuan yang Rea lihat di apartemen Altan waktu itu kembali muncul dalam benaknya. Sungguh mati Clareance sangat penasaran, siapa sebenarnya perempuan itu. Benarkah dia sepupu Altan? Atau perempuan itu ada hubungan khusus dengan calon suaminya?

"Masih mau nungguin calon suamimu di sini?" Jayden sengaja menekankan kata calon suami hanya untuk membuat Rea semakin kesal.

Gadis itu memicing, menatap tajam ke arah Jayden, lalu meletakkan ponselnya ke dalam tas seharga puluhan juta dan mengalungkan di lengkungan lengannya. "Aku pulang sama Vins saja."

"Dia sudah kusuruh pergi."

Seketika Clareance membelalak kaget. "Kenapa di suruh pergi?"

"Katanya perutnya sakit diare."

Kedua mata Clareance menyipit, meragukan ucapan Clareance tadi.

"Sekarang, pilihan kamu cuma dua. Pulang bareng aku atau pulang naik taksi."

"Aku kan nggak pernah naik taksi," gerutu Rea dalam hati.

Mau, tak mau akhirnya Rea menuruti perkataan Jayden. Gadis itu berjalan mendahuluinya keluar dari rumah sakit.

Belum jauh Rea melangkah, Jayden tiba-tiba meraih tangannya dan menjalin jemarinya pada jemari tangan Clareance. Hingga mereka saling menggenggam satu sama lain.

Rea sempat menahan napas sejenak saat ia merasakan hangatnya tangan Jayden yang menggenggamnya erat.

Padahal, dulu mereka juga sering berpegangan tangan, bergandengan, bahkan berpelukan. Tapi, kali ini sungguh berbeda. Apa mungkin karna Jayden baru saja menyatakan perasaannya pada Clareance? Dan hal itu berhasil membuat perasaan Clareance kacau bukan main. Haruskah dia meninggalkan Altan dan menerima pernyataan cinta dari Jayden untuknya? Tapi, bagaimana kalau lelaki itu tidak serius dan hanya ingin mempermainkannya!

"Astaga! apa yang kamu pikirkan sekarang, Rea? Sebentar lagi kamu akan segera menikah. Hentikan semua khayalan konyol itu dari kepalamu," Pekik Rea dalam hati.

Gadis itu sudah terlalu lelah dengan perjalanan cintanya yang tak pernah berhasil. Dan sekarang, saat ada lelaki yang serius ingin menikahinya, mana mungkin Rea tega berkhianat pada pria itu.

"Jayden," panggil Clareance saat mobil yang mereka kendarai berhenti di lampu lalu lintas yang menyala merah.

"Ya?" Jayden menoleh dan sebelah tangannya reflek mengusap rambut gadis itu. "Kenapa?"

"Kamu tahu kan, beberapa hari lagi aku akan menikah."

"Hm, tahu."

"Terus, maksud kamu tadi apa? Waktu kamu tiba-tiba mengajakku menikah? Kamu mau mengacaukan perasaanku?"

"Perasaanmu kacau waktu aku bilang begitu?"

Clareance menoleh, menatap wajah Jayden yang tiba-tiba tersenyum padanya. Bukannya menjawab, lelaki itu justru melontarkan pertanyaan untuknya.

"Kamu mempertimbangkan ajakanku untuk menikahimu?" Tanyanya lagi.

"Enggaklah, gila ya," kilahnya sambil menggeleng cepat, membuat Jayden tak bisa menahan senyum. "Aku cuma mau bilang sama kamu, stop becanda kayak begitu lagi. Nggak lucu tahu, nggak?"

Jayden terdiam sesaat, lalu kembali pada Rea yang masih menatapnya. "Tapi, tadi nggak becanda, Rea. Aku serius mau ngajakin kamu nikah."

"Jayden, dengar baik-baik, ya. Aku tahu Tante Amaya mendesakmu untuk segera menikah, tapi nggak sama aku juga, Jayden. Aku ini calon istrinya Altan. Masih banyak perempuan lain di luar sana yang mau sama kamu."

"Tapi, aku maunya sama kamu, Rea," jawabnya enteng sama sekali nggak ada beban.

"Kalau kamu ngomong seperti itu terus, aku turun sekarang juga, nih. Pertemanan kita putus sampai di sini saja."

"Aku memang nggak mau berteman denganmu lagi, Rea. Mana ada teman yang mau diajak ciuman."

Deg!

Seketika wajah Rea berubah merah. Bibirnya bergerak seolah ingin mengucapkan sesuatu untuk menyangkal ucapan Jayden, tapi dia tak bisa. Gadis itu terlalu malu hanya untuk membalas tatapan Jayden padanya.

###

Sesampainya di rumah, Rea segera turun dari dalam mobil milik Jayden. Gadis itu bergegas masuk ke dalam rumah meski tubuhnya masih lemas dan kepalanya terasa pusing.

Dia hanya tak mau memberikan kesempatan pada Jayden untuk menggandeng tangannya lagi. Kali ini Rea hanya bersikap tegas, memberi jarak dan menolak sentuhan pria tampan yang sejak tadi mengajaknya menikah itu.

"Mbak Rea, mau kemana?" Sapa Bik Karti yang tadi membukakan pintu untuknya.

"Makan dulu, Non. Tadi Nyonya Mami nelpon, katanya suruh nyiapin makanan."

"Mau ganti baju dulu, Bik." Sahut Rea lemas.

"Sini aku anterin." Tiba-tiba Jayden sudah berdiri di belakang Rea dan merangkul pundak gadis itu dengan wajah penuh senyum. Sama sekali tidak peduli dengan peringatan Rea sebelumnya. Bahwa seharusnya Jayden tidak lagi bersikap seakrab ini dengannya.

Jayden ...."

"Sst, jangan bawel. Nanti kalau kamu jatuh dari atas tangga bagaimana? Aku juga yang repot," dengus Jayden. "Atau mau kugendong saja ke atas?"

Seketika bola mata Clareance membulat seperti hendak keluar dari tempatnya. "Gila ya, kamu!" Desisnya dengan tatapan tajam.

Sementara Bik Karti hanya memperhatikan kedua majikannya itu berdebat, sambil menahan senyum. Semua penghuni di rumah Rea sangat menyukai Jayden, karna pria itu selalu bersikap baik dan sopan santun pada mereka.

Bersambung...

Terima kasih telah membaca.

1
EMBER/FIGHT
Hormat senior /Smirk/
Dewi_risman25: semoga suka dan menghibur, jangan sampai di skip/loncat babnya ya, selamat membaca 😊
total 1 replies
Dewi_risman25
Semoga Suka jangan di lompat-lompat baca Babnya ya, dan ikuti terus ceritanya hingga tamat 😘🙂
Renesme
Bagus ceritanya bisa menghibur 😊
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!