TAMAT SINGKAT 28 SEPTEMBER 2023
Nyata pahit yang Vanessa pernah alami adalah, tak diakui oleh ibu yang telah melahirkan dirinya.
Terlebih, kala Vanessa baru mengetahuinya; tahu bahwa sang ayah yang sangat dia cinta telah lama disakiti ibu cantiknya.
Kekesalan, dendam, amarah, rasa ingin membuktikan membuat gadis 17 tahun itu bertekad untuk merebut kekasih ibunya. "Hello, Calon Papa Tiri...."
"Oh Shitttttt! Aku tidak berniat menikahi mu, gadis kecil!" Rega Putra Rain.
Polow IG kooh... [ Pasha_Ayu14 ] karena di sana terdapat mini clip untuk beberapa nopel kooh...
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Pasha Ayu, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
HOP DUA PULUH DELAPAN
📌 I'm sorry guys... Kemarin drop badan kooh... Ok... Cokodot...
Visual Nimas.
Nimas datang dengan gemetar. Tapi, semua orang hampir tak habis pikir dengan maksud dan tujuan gadis itu.
Nimas meminta ganti rugi atas apa yang telah Arjuna lakukan pada namanya. Nimas ingin uang satu milyar atau kembalikan lagi nama gadisnya seperti sedia kala.
Bukan sebagai Nimas yang sudah menikah dan memiliki anak. Nimas juga berhak hidup layak dengan nama perawan miliknya.
Nimas mungkin akan menikah di kemudian hari. Dan ini menyangkut nama baik Nimas di kota Bogor sana.
"Aku akan siapkan uangnya." Arjuna setuju permintaan gadis itu. Dan seketika Vanessa menatap ayahnya.
"T-tapi Tuan."
"Kau butuh uang kan?" Arjuna yakin gadis yang gemetar seperti ini. Bukan tipe gadis yang benar-benar ingin memeras dirinya.
"T-tidak. Tuan, Nimas hanya..."
"Mama yang menyuruh Bibi ke sini?" Vanessa segera tahu apa yang ada dipikiran wanita lugu di hadapannya.
"Jujur saja." Arjuna mendesak.
Setelah cukup lama berdiam diri, Nimas berani untuk menganggukkan kepala pada akhirnya.
"Intinya, Nyonya Hilda ingin namanya kembali ke kartu keluarga Tuan dan hidup bahagia bersama Nona Anes. Tolong hapus saja nama saya dari kartu keluarga Anda, Tuan."
"Sayangnya aku tidak mau menggantinya. Akan aku siapkan uang ganti rugi saja untuk mu. Tapi, kau tetap akan menjadi ibu putri ku."
"Tuan...." Jika melihat ekspresi Nimas, sepertinya gadis itu akan lebih suka seandainya Arjuna mengembalikan nama gadisnya seperti sedia kala.
"Apa lagi?"
"Nyonya akan memecat saya kalau sampai itu terjadi. Tolong saya Tuan," hiba Nimas.
"Aku yang akan mempekerjakan mu," sergah Arjuna kekeuh.
"Tapi..." Entah lah, Nimas tidak ingin menjadi pengkhianat bagi orang yang sudah dia anggap saudara.
Sedari kecil Nimas berada di sisi Hilda sekedar untuk disuruh-suruh dan meringankan pekerjaan anak majikannya itu.
Terlalu bertautan jiwanya, mungkin karena sudah dari lama mengabdikan diri. Sudah turun temurun dari nenek dan ibunya bekerja dengan keluarga kaya tersebut.
"Aku apresiasi kalau kau mau menikahinya juga, Papa Jun." Rega berbisik di telinga Arjuna. Dan terdengar erangannya ketika kaki pria itu sengaja Arjuna injak.
Rega terkikik meski sakit. "Sumpah, aku bisa melihat berlian di balik tumpukan pasir. Kau tahu, dia sangat cantik. Sayang aku sudah menikah. Jadi, biar saja gadis ini untuk Papa yang belum laku laku."
"Kau!" Arjuna sudah mengangkat kakinya. Tapi kemudian Rega beringsut menjauhi dirinya sambil tertawa.
Kriiiiiing...
Arjuna merogoh saku celananya. Ponsel miliknya dia raih dan segera mengangkat panggilan telepon dari nomor sang mantan.
Rega kembali ke meja makan untuk mencari pengganjal perutnya. Sedang Vanessa tak mau kehilangan informasi dari ayahnya.
"Apa mau mu?" Arjuna segera bertanya demikian. Karena dia tahu benar bagaimana Hilda sering membuat kesepakatan.
📞 "Nimas sudah Datang?"
Valid, rupanya memang Hilda yang menyuruh gadis lugu itu bolak balik di teras rumahnya. Tentunya seorang Nimas sempat bingung antara mau melaksanakan tugas dari Hilda atau tidak.
"Dia akan bekerja di sini mulai sekarang."
📞 "Kamu gila?" Tujuan Hilda bukan itu, tapi yang lain; Arjuna membayar satu miliar atau kembalikan namanya.
Arjuna terkekeh samar. "Aku lebih suka membayar satu miliar dari pada harus mengembalikan nama mu di kartu keluarga ku! Kau tidak pantas disebut Ibu."
📞 "Ayolah Juna. Satu milyar jumlah yang cukup besar. Harusnya kau berhemat untuk perusahaan yang hampir bangkrut."
Arjuna tertohok, benar adanya ucapan Hilda yang barusan. Bahkan, demi bisa menutup denda, dirinya sampai menjual mobil merah muda milik Vanessa kemarin.
📞 "Aku tahu perusahaan mu sedang mengalami krisis besar. Kembali padaku, Juna, kita ciptakan keluarga bahagia, aku kamu dan Anes kita. Kau tidak perlu membuat ku hamil lagi. Kita sudah punya Anes. Aku bisa bantu kamu keluar dari masa sulit mu."
Arjuna terdiam, dia tak mau membahas soal perusahaan yang di ambang kebangkrutan di depan Rega dan Vanessa.
📞 "Juna... Tolong pikirkan baik-baik. Now, hanya aku yang bisa membantu mu keluar dari masa sulit mu."
•••••••••••••
...Sorenya......
^^^•••••••••••••^^^
Vanessa berlari menyatroni taksi online pesanannya. Tak peduli di belakang sana, Jane, Luke, Adis, berseru namanya.
Vanessa tetap masuk ke dalam taksi tanpa mau meninggalkan kata apa pun pada sahabat sahabatnya. Vanessa kecewa, Geo tahu pernikahannya karena mereka bukan?
Bahkan sebelumnya Vanessa makan siang sendiri di kantin. Yah, makan siang bersama lauk pauk yang mampu dia beli dengan uang cash yang masih dia miliki.
Sampai saat ini, Rega belum memberinya fasilitas apa pun, mungkin karena dirinya yang masih sering menolaknya, bahkan tak jarang mengajak lelaki itu perang.
Vanessa bukan tidak tahu masa-masa sulit ayahnya. Kemarin, dia baru saja memakai kartu kredit miliknya, dan ternyata sudah tidak berlaku lagi.
Mobil kesayangannya pun terjual. Vanessa yakin, jika ayah dan perusahaannya sedang tidak baik-baik saja.
Itulah kenapa dia tidak gegabah saat Arjuna menawarinya perceraian. Di saat begini, Rega satu-satunya orang yang bisa dia andalkan.
"Anes mau cari Om Rega." Tiba di kantor suaminya, gadis berseragam putih abu-abu itu menanyai resepsionis.
"Untuk?"
"Anes pacarnya. Jadi apa perlu alasan untuk ketemu dengan pacar?" Suara cempreng Vanessa cukup meraih atensi dari banyak manusia berbusana formal.
Resepsionis wanita itu tertawa seperti sedang meremehkan Vanessa si gadis SMA. Semua orang tahu, tipe Rega bukan gadis remaja.
"Maaf Nona. Kantor ini tempat bekerja. Bukan tempat berhalusinasi."
"Siapa yang berhalusinasi, Anes beneran pacar Om Rega!" Vanessa mana mau di bully, gadis itu berteriak lebih kencang lagi.
"Kau gadis ke lima ratus lima puluh lima yang mengaku ngaku sebagai kekasih direktur utama di kantor ini," kata wanita itu.
Baru saja Vanessa ingin menjambak wig manusia sombong itu. Perempuan seksi yang kemarin dilihatnya di pesta pernikahan teman SMA Rega datang untuk menengahinya.
Yulia, nama yang terpampang di dada wanita seksi tersebut. "Nona Vanessa." Seketika Vanessa mendongak pada sang resepsionis.
"Dia tunangan direktur utama kita." Dan seketika itu pula, sang resepsionis meredup ekspresi sombongnya.
"Ah... Maaf Nona. Saya belum mendapatkan informasi terkait Anda. Maafkan saya."
"Pecat dia kalau besok-besok masih tidak mengenal ku!" Vanessa semakin mendongak. Bahkan seraya melengos dari hadapan mbak-mbak resepsionis yang menciut.
"Ruangan Pak dirut di atas."
Vanessa masuk ke dalam lift diiringi oleh Yulia secara langsung dan keduanya keluar di lantai empat setelah cukup lama Yulia mengamati tubuh datar Vanessa dari atas hingga bawah.
"Mari Nona...," ajaknya.
Vanessa langsung bisa melihat ruangan suaminya. Ruang transparan dengan pintu geser dan terbuka otomatis ketika dia datang.
Kedatangannya disambut datar oleh manik biru Rega yang barusan menunduk pada kertas dan map laporan.
"Silahkan tunggu di sini, Nona. Pak Rega masih banyak pekerjaan." Yulia menuntun Vanessa untuk duduk di sofa.
Kemudian, wanita itu berjalan menuju meja kerja Rega demi menunjukkan berkas lain yang perlu penandatanganan.
"Yang ini Pak."
Rega terlihat biasa oleh kondisi lingkungan yang begitu sensual. Rok mini Yulia juga tonjolan-tonjolan Yulia yang padahal cukup menggangu pikir Vanessa dianggap biasa.
Satu jam Vanessa seperti obat nyamuk di antara Rega dan sekretaris seksinya. Rega sampai tidak menyadari istri kecilnya sudah tertidur pulas di sofa ruang kerjanya.
Setelah menyuruh Yulia keluar. Rega meraih minuman dingin dari dalam lemari esnya. Dia mendekati sofa, duduk dengan kaki terlipat.
Sontak Vanessa terbangun mendapati rasa dingin di pipinya. Wajahnya mundur seketika Rega kembali menyodorkan kaleng minuman dinginnya.
"Kau ke sini cuma mau numpang tidur?"
Vanessa menggeliat sambil menatap jam di pergelangan tangannya. "Anes mau diskusi sama Om."
"Ok." Rega menarik tangan Vanessa yang pasrah dibawa keluar dari ruangan. Bukan apa-apa, Vanessa hanya masih belum sadar benar dari mimpinya. "Kita ke hotel saja kalau begitu."
"Kenapa ke hotel?" Vanessa terperanjat.
"Kau tahu ... Diskusi suami istri itu. Akan lebih enak dilakukan di atas ranjang."
Vanessa mendelik, dia lantas celingukan demi memastikan, bahwa tidak ada penghuni gedung yang mendengar ucapan ngawur suaminya.