Harap bijak dalam memilih bacaan.!!!
Namanya Jingga, sama seperti senja yang memiliki arti keindahan dan kebaikan yang tidak perlu di suarakan. Di pertemukan dengan seorang pria bernama Arkana, pria yang haus akan pujian dan selalu hidup dalam kepalsuan.
Pertemuan mereka seperti takdir yang telah di tentukan oleh tuhan, kehadiran Jingga berhasil merusak topeng Arkana dan mengisi hatinya yang kosong dengan penuh cinta.
Arkana sadar bahwa Jingga telah mengajarkan bahwa kebaikan dan keindahan tidak perlu diumbar. Jika memang itu tulus untuk kebaikan, biarkan orang lain yang menilai.
Tetap saksikan kelanjutan dari kisah Jingga & Arkana, jangan lupa jadikan favorite dan berikan lima bintang beserta dengan ulasan terbaik dari kalian. ❤️
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Idtx_x, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Temu Kangen
Hari ini mama Widya mengadakan peresmian bisnis barunya yang dimana kali ini dia membuka toko perhiasan di beberapa lokasi yang ada di Jakarta, beberapa orang penting di undang ke peresmian tersebut.
Jingga dan Arkana pun turut hadir meramaikan peresmian tersebut, keduanya baru saja tiba di lokasi dan sebelum mereka turun seperti biasa, Arkana akan selalu mengarahkan Jingga untuk tidak macam-macam.
“ Aku ngerti mas.” Ujar Jingga lirih.
Setelah Arkana keluar dari mobil, ekspresinya pun mulai berubah. Dia mulai bersikap manis dengan beranjak membukakan Jingga pintu, lalu setelah itu dia meraih tangan Jingga hingga mereka berdua akhirnya melangkah masuk ke dalam.
Begitu mereka masuk ke dalam, banyak tamu undangan mama Widya yang memperhatikan mereka berdua dengan tatapan kagum. Arkana membawa Jingga sampai di hadapan mama Widya, kemudian mereka saling tersenyum satu sama lain.
“ Selamat ya ma atas bisnis barunya.” Ucap Jingga sambil menyerahkan buket bunga kepada mama Widya.
“ Terima kasih ya sayang, mama senang kamu bisa hadir.” Balas mama Widya setelah menerima buket tersebut.
“ Selamat ya ma.” Sahut Arkana di balas senyuman lebar dari mama Widya.
Mama Widya sangat sibuk menyambut para tamu undangan sehingga dia tidak bisa berlama-lama mengobrol dengan anak dan menantunya, sehingga papa Hendra yang maju untuk menggantikannya menemani mereka berdua.
“ Papa sehat kan.?” Tanya Jingga melirik mertua laki-lakinya.
“ Alhamdulillah sehat, kamu sehat juga nak.?” Papa Hendra menyentuh lengan Jingga yang membuatnya langsung meringis pelan.
“ Kenapa? lengan kamu sakit ya.?” Tegur papa Hendra yang menyadari ada yang aneh.
Arkana langsung merangkul tubuh Jingga, kemudian dia menjelaskan kepada papanya bahwa Jingga hanya tidak biasa di sentuh oleh orang lain.
“ Begitu ya, maafkan papa.” Kata papa Hendra tampak menyesal.
“ Jingga kayaknya lapar, kita ke meja makan yuk.” Ajak Arkana menarik Jingga sehingga dia tidak lagi berurusan dengan papa Hendra.
“ Kenapa kamu ngomong gitu ke papa? Dia bisa tersinggung, aku nggak mau buat papa merasa tersinggung.” Ucap Jingga.
“ Kamu diam aja, kamu mau papa tahu soal memar di badan kamu itu?” Balas Arkana sinis.
Dan pada akhirnya Jingga di buat bungkam oleh Arkana, selalu saja dia tidak bisa membantah meskipun dalam lubuk hatinya dia sudah lelah dengan semua sandiwara ini.
**
Sudah hampir di penghujung acara dan sekarang Jingga tengah duduk sendirian di salah satu kursi, dia memperhatikan sekitar tempat itu yang dimana masih banyak orang-orang yang mengobrol tentang bisnis mereka masing-masing.
Arkana menghilang entah kemana, katanya dia izin ke toilet tapi sampai saat ini dia belum kembali. Jingga tidak peduli jika dia harus sendirian sekarang, bahkan sendiri jauh lebih baik dari pada harus bersama Arkana dan memainkan peran yang menipu semua orang.
Merasa bosan terus berada di dalam akhirnya membuat Jingga memutuskan untuk keluar mencari udara segar, ketika dia keluar dari ruangan itu tanpa sengaja dia bertemu dengan papa Hendra yang sedang menyendiri di beranda.
“ Papa kok ada disini? Kenapa nggak ngobrol di dalam sama mama.?” Tanya Jingga lirih.
“ Papa kurang suka keramaian, papa lebih suka duduk di tempat sunyi seperti ini.” Jawab papa Hendra.
“ Sama dong pa, aku juga nggak begitu suka dengan keramaian.”
“ Btw Arka mana? Kamu kenapa keluar juga.?”
“ Mas Arka ada di dalam, aku bosan di dalam makanya keluar cari udara segar.”
Hening sesaat, papa Hendra tampak diam menatap langit malam sementara Jingga yang sedang menunduk memikirkan sesuatu. Sebenarnya Jingga menyimpan begitu banyak pertanyaan yang ingin dia lontarkan kepada papa Hendra, namun dia merasa takut jika harus mengatakannya.
“ Kamu sama Arka baik-baik aja kan? Dia nggak pernah sakitin kamu kan.?” Jingga terkejut ketika mendengar papa Hendra mengatakan hal barusan.
“ Kenapa papa seakan mengerti dengan situasi ku? Apa dia curiga? Atau dia juga tahu soal sifat mas Arka? Jika di pikir-pikir, papa Hendra adalah ayah tiri mas Arka dan hubungan mereka juga tidak baik, namun aku tidak boleh gegabah.” Benak Jingga.
“ Aku sama mas Arka baik-baik aja kok pa, nggak ada yang salah dengan hubungan kami berdua.” Jawab Jingga kemudian.
“ Syukurlah, papa senang mendengarnya.” Balas papa Hendra.
“ Pa, aku mau tanya sesuatu ke papa boleh nggak ?.”
“ Jingga, kamu ngapain ada disini.?” Suara Arkana berhasil menggagalkan obrolan keduanya lagi, saat itu Arkana datang untuk membawa Jingga pulang sehingga dia pun harus pamit pada mertuanya.
“ Jingga pamit ya pa, jangan lupa jaga kesehatan.” Lontar Jingga sebelum meninggalkan papa Hendra.
Setelah selesai berpamitan dengan mama Widya juga, mereka pun kembali ke dalam mobil. Saat itu jalan menuju rumah cukup macet sehingga hanya keheningan yang tercipta di antara mereka berdua.
“ Kamu suka ya sama papa tiriku.?” Lontar Arkana seketika membuat Jingga terkejut.
“ Kamu teterlaluan mas ngomong kaya gitu, emang salah ya aku ngobrol sama papa.?” Ketus Jingga.
“ Nggak usah emosi lagi, aku kan Cuma bertanya.” Balas Arkana fokus menatap ke depan.
“ Pertanyaan kamu aneh tahu nggak.” Jingga mengalihkan pandangannya keluar jendela dengan kesal, sementara Arkana kembali fokus menyetir.
**
Jingga sedang mengobati memar di tubuhnya dengan sebuah salep pemberian Arkana, katanya salep itu mampu membuat rasa sakit dan tanda memarnya segera menghilang. Mengetahui obat tersebut dari pelaku yang melukainya terdengar sangat aneh, namun begitulah yang di alami oleh Jingga jika dia di sakiti oleh suaminya sendiri.
Suara ketukan pintu membuat Jingga menoleh, dia telah selesai mengobati memarnya. Sekarang dia meraih cardigan untuk menutupi lengannya. Saat dia membuka pintu, rupanya yang datang adalah Bi Inah.
“ Ada apa bi.?”
“ Diluar ada tamu non, katanya teman non Jingga.”
“ Teman? Siapa bi.?”
“ Dia nggak bilang namanya, tapi dia cewek dengan rambut sebahu non.”
“ Cewek? Rambut sebahu.” Jingga tampak kebingungan di buatnya, dia mempunyai banyak teman dengan ciri-ciri seperti itu.
“ Ya udah suruh masuk bi, aku mau ganti baju dulu.” Sambung Jingga di balas anggukan pelan dari bi Inah.
Jingga kembali masuk ke dalam kamarnya dan mengecek ponselnya, dia mungkin mendapat jawaban dari siapa teman yang datang ke rumahnya. Dan saat di cek, kedua bola mata Jingga membulat dengan sempurna.
Dia tidak jadi berganti baju dan segera berlari keluar menemui temannya itu, ketika Jingga sudah berada di ruang tamu dia bisa melihat sosok yang begitu di rindukannya sedang berdiri disana.
“ Diana.” Sahut Jingga dengan mata yang berkaca-kaca.
“ Jingga.” Balas wanita bernama Diana itu langsung berlari memeluk sahabatnya.
" Aku kangen banget sama kamu." Ucap Jingga memeluk sahabatnya cukup lama.
jd bingung dibuatnya🤔🤔
Next, ditunggu kelanjutannya.