Demi mendapatkan biaya operasi sang ayah yang mengidap penyakit jantung, Nabila Kanaya terpaksa menikah dengan Sean Ibrahim, lelaki yang tak lain adalah suami dari sahabatnya.
Sandra Milea, seorang model terkenal yang
namanya sedang naik daun di dunia entertainment, terpaksa meminta sahabatnya untuk menikah dengan suami tercintanya demi mendapatkan seorang anak yang sudah lama didambakan oleh Sean dan juga mertuanya. Bukan karena Sandra tidak bisa mempunyai anak, tetapi, Sandra hanya belum siap kehilangan karirnya di dunia model jika dirinya tiba-tiba hamil dan melahirkan seorang anak.
Lalu, bagaimana nasib pernikahan Kanaya dengan suami sahabatnya itu? Akankah Kanaya menderita karena menikah tanpa cinta dan menjadi istri rahasia dari suami sahabatnya? Ataukah Kanaya justru bahagia saat mengetahui kalau suami dari sahabatnya itu ternyata adalah seseorang yang dulu pernah singgah di hatinya?
Yuk, ikutin kisah mereka.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon nazwa talita, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Part 29 TAHU DIRI
naKanaya akhirnya mengikuti keinginan Sean dan Sandra untuk ikut ke ibukota. Perempuan itu merasa tidak enak melihat pasangan suami istri itu bertengkar di hadapannya.
Sean berangkat satu mobil dengan Sandra, sementara Kanaya pergi menggunakan mobil Sandra ditemani oleh sopir pribadi yang baru saja datang bersama sang asisten rumah tangga.
Kebetulan sekali, sepasang suami istri yang dipekerjakan oleh Sandra itu datang tepat waktu. Sandra memang sudah mempersiapkan semuanya dengan matang. Termasuk rumah, asisten rumah tangga bernama Entin dan suaminya, Suparman yang menjadi sopir pribadi Kanaya dan Sean.
Mobil mereka berdua melaju beriringan dengan mobil Sean memimpin di depan dan mobil yang ditumpangi oleh Kanaya mengikuti dari belakang.
Kanaya menatap ke arah jendela mobil. Sepanjang perjalanan, perempuan itu hanya terdiam menatap jalanan dari balik kaca jendela.
Kedua tangannya saling meremas saat rasa sakit perlahan *******-***** jantungnya.
"Bersiaplah! Aku ingin kamu ikut denganku mengantarkan Sandra pulang." Ucapan Sean beberapa saat yang lalu sebelum mereka pergi. Sean menyuruh Kanaya ikut dengannya juga Sandra.
"Apa aku harus ikut juga?" Kanaya mendongak, menatap ke arah suami sirinya itu.
"Sandra tidak akan pulang jika aku meninggalkan kamu di sini."
Kanaya menghela napas panjang mendengar jawaban Sean.
"Bukankah akan lebih bagus jika aku tidak ikut? Kamu bisa melepas rindumu pada Sandra sampai puas sebelum kamu pergi ke Surabaya." Kanaya kembali menatap Sean yang masih sibuk dengan kegiatannya.
Pria itu sedang berganti baju di depannya.
"Aku akan mengantarmu ke hotel. Sementara aku dan Sandra akan pulang ke rumah." Sean menatap istri keduanya yang tampak lesu.
"Kenapa? Kamu tidak mau ikut?" lanjut Sean saat melihat Kanaya masih terdiam.
"Aku tidak ingin mengganggu kalian. Tidak bisakah aku tinggal di sini saja?"
"Sudah aku bilang, aku akan mengantarmu ke hotel. Kamu sendiri lihat kan tadi, bagaimana sikap Sandra?" Sean memperhatikan Kanaya yang akhirnya bangkit dari ranjang kemudian langsung menuju kamar mandi.
Wanita itu tidak mengatakan apa pun. Semenjak menikah dengan Kanaya seminggu yang lalu, Sean belum memperhatikan perempuan itu dengan benar, kecuali setiap inci tubuhnya saat ia ingin bercinta dengan perempuan itu.
Saat keluar dari kamar mandi untuk membersihkan wajahnya, Kanaya langsung berganti baju. Meskipun dengan setengah hati, ia akhirnya menuruti keinginan Sean dan Sandra.
Sean masih memperhatikan wajah Kanaya yang terlihat tidak bersemangat. Tiba-tiba hatinya merasa kesal.
"Aku dan Sandra hanya ingin kamu ikut bersama kami. Apa itu salah?" Mendengar pertanyaan suaminya, Kanaya mengerutkan keningnya.
Perempuan itu menghentikan tangannya yang sedang menyapukan bedak ke wajah cantiknya. Kanaya baru saja selesai berganti baju.
"Ingat, Naya. Sandra sudah membayarmu. Kamu hanya perlu melakukan apa pun yang aku dan Sandra inginkan!"
Kanaya menatap tajam ke arah Sean. Kata-kata yang keluar dari mulut pria itu seketika menikam hatinya. Kanaya menatap tajam ke arah pria yang telah menjadikan dirinya sebagai istri kedua itu.
"Aku hanya ingin memberikan waktu pada kalian untuk melepas rindu sebelum kalian berpisah. Aku tidak bermaksud lain, apalagi sampai melupakan kalau kalian telah membayarku!" ucap Kanaya menahan amarah. Bibirnya yang belum tersentuh lipstik bergetar.
"Aku cukup tahu diri siapa aku dan posisiku. Kamu benar! Aku sudah dibayar dan aku hanya perlu menuruti keinginan kalian!" Kanaya menatap tajam ke arah Sean yang langsung terdiam. Kanaya kembali berbalik ke arah cermin, memoles wajahnya dengan cepat. Setelah selesai berdandan, Kanaya berlalu meninggalkan Sean yang masih duduk di tepi ranjang menunggunya.
"Tidak perlu mengingatkan aku tentang posisiku, Tuan. Aku masih cukup tahu diri!" ucap Kanaya, mengulang kembali kata-katanya sebelum dirinya benar-benar beranjak pergi meninggalkan kamar itu.
Lamunan Kanaya buyar saat tiba-tiba sang sopir mendadak mengerem mobilnya. Laki-laki itu mengumpat kesal saat tiba-tiba sepeda motor menyalip di saat mobilnya sedang melaju dengan cukup kencang.
Beruntung, Suparman dengan cepat menginjak rem, kalau tidak, bisa dipastikan mobil mereka akan mengalami kecelakaan.
"Maafkan saya, Non, saya mengagetkan Nona," ucap Suparman saat menyadari kalau di dalam mobil itu bukan hanya ada dia saja, melainkan ada istri dari majikannya juga.
"Tidak apa-apa, Mang." Kanaya tersenyum.
"Pelan-pelan saja, Mang, tidak perlu terburu-buru."
"Baik, Non."
Mobil yang ditumpangi oleh Kanaya dan Suparman melaju dengan santai membelah jalanan yang sudah mulai padat.
Bunyi deru mobil dan klakson kendaraan saling bersahutan. Sang pengendara mobil seolah berlomba-lomba saling berebut agar mereka bisa sampai terlebih dahulu ke tempat tujuan.
Kanaya memejamkan mata, berharap bisa menghilangkan risau dan rasa sakit di hatinya.
*Seandainya saja aku punya uang untuk biaya pengobatan ayah saat itu, mungkin saat ini aku tidak akan terjebak dalam situasi seperti ini.
Tuhan ... beri aku kekuatan agar aku bisa menghadapi segala ujian yang Engkau takdirkan untukku*.
"Bagus kalau kamu sadar dan tahu diri dengan posisimu, Kanaya! Karena sampai kapan pun, di antara kita berdua hanya sekedar partner ranjang. Partner ranjang yang terikat dalam pernikahan siri!"
Kata-kata Sean sebelum pergi membuat Kanaya menepuk-nepuk dadanya yang terasa sesak seiring ribuan jarum yang menusuk-nusuk ke relung hatinya.
BERSAMBUNG ....