SAFFIYA RAY & RAYAN ADITNYA. Kisah gadis cantik yang mengejar cinta pria duda tampan, yang merupakan dosennya sendiri.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Miss_Fey, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 16
******
Selama perjalanan pulang keduanya hanya diam saja, Saffiya hanya memandang keluar jendela begitu pun dengan Rayan.
Rayan meminta kepada supir taxi untuk singgah sebentar didepan sebuah caffe, kemudian ia turun dan masuk kedalamnya.
Beberapa menit kemudian, ia keluar lagi dengan segelas minuman hangat ditanganya.
" Ini. " ucap Rayan memberikanya pada Saffiya.
" Terima kasih pak. " jawab Saffinya dan langsung meminumnya.
Beberapa menit kemudian, mereka mulai memasuki kawasan apartemen.
Begitu taxi mulai mendekat kearah gedung apartemen mereka, terlihat ada dua orang paruh baya menatap kearah mereka dari jauh.
Saffiya yang melihat itu langsung mengenali keduanya.
Orang tuanya sengaja datang untuk mencarinya, karena sedari tadi tidak bisa menghubungi ponsel putri mereka itu.
Rayan dan Saffiya langsung turun menghampiri mereka berdua.
" Dari mana kamu? " tanya ayahnya yang sudah terlihat sangat marah.
Saffiya tidak menjawab dan hanya menatap tajam ayahnya itu.
" Dan juga siapa dia? kenapa kamu pulang bersama seorang pria? " lanjut ayahnya menatap Rayan tidak suka.
" Jawab Saffiya!" imbuh maminya.
Namun Saffiya terus saja diam, tidak menjawab sedikit pun.
Melihat gadis itu yang hanya diam saja, Rayan langsung bicara sebelum semuanya menjadi salah faham.
" Mohon maaf sebelumnya, bukanya saya lancang atau tidak sopan. perkenalkan naman saya Rayan. saya merupakan salah satu dosen dikampus tempat Saffiya kuliah, dan juga kebetulan saya tinggal disalah satu unit apartement ini. " ucap Rayan yang mulai memperkenalkan siapa dirinya.
" Tadi sewaktu saya dalam perjalanan pulang, tidak sengaja melihat putri bapak duduk ditaman sendirian sambil menangis dengan tubuh yang sudah basah karena hujan, karena merasa khawatir saya menawarkan untuk mengantarkanya pulang, karena bagaimana pun ia murid saya. " lanjut Rayan.
Medengar penjelasan Rayan, Ayah Saffiya langsung memasang muka senyum padanya, karena merasa tidak enak. fikirnya Rayan adalah pacar dari putrinya itu.
" Baiklah, terima kasih nak karena sudah mengantarkan anak tante. " kata maminya yang merasa berterima kasih.
" Sama sama buk, kalau begitu saya permisi masuk dulu. " jawab Rayan pamit.
" Iya silahkan. " jawab keduanya.
" Saya masuk dulu. " pamit Rayan pada Saffiya.
Saffiya hanya mengangguk sedikit tanpa mengucapkan terima kasih pada pria itu.
" Ayo masuk. " ajak maminya yang ingin bicara baik-baik dengan putri mereka.
Ketiganya pun masuk kedalam apartemen Saffiya, sesampainya didalam. Meyra sedang duduk didepa TV langsung kaget begitu melihat orang tua Saffiya datang.
" Om! tante! " sapa Meyra yang langsung menyalimi keduanya.
" Hay Mey, gimana kabar kamu? " tanya mami Saffiya yang senang melihat Meyra.
" Baik tante. " jawab Meyra tersenyum manis.
Sementara Mey masuk kedalam kamarnya mengganti pakainya sebentar kemudian keluar duduk bergabung dengan orang tuanya dan Keyra diruang tengah.
" Eemm... Meyra keluar sebentar om tante, ada janji sama temen. " ucap Meyra yang faham dengan situasi saat ini.
" Iya Mey, jangan pulang terlalu malam. " kata maminya Saffiya.
Setelah kepergian Meyra, orang tuanya pun mulai membicarakan niat mereka datang mencari Saffiya.
" Mulai besok kamu harus pulang dan tinggal dirumah, sampai hari pernikahanmu tiba. " ucap ayahnya.
" Yah! aku kan udah bilang. aku nggak mau nikah, mami saya ayah kalau mau keluar negeri pergi aja, aku bisa jaga diri. " jawab Saffiya yang masih tidak menuruti perminataan orang tuanya itu.
" Ayah juga sudah bilang tidak ada penolakan, besok kamu harus bertemu dengan calon suamimu. " jawab sang ayah yang juga tidak ingin mengalah.
Saffiya terdiam begitu mendengar jawaban sang ayah, sementara maminya tidak membelanya sedikit pun, ia mengikuti semua yang menjadi keputusan suaminya itu.
Saffiya mulai meneteskan air mata, ia merasa sangat kecewa dengan mereka berdua.
" Ayah akan menarik semua fasilitas yang kamu gunakan, jika kamu tidak menuruti semua rencana ayah. ingat Saffiya, ayah tidak main-main dengan ucapan ayah. " ancam sang ayah.
Hati Saffiya seketika hancu, seakan dirinya bukan putri kandung dari orang tuanya itu.
" Baiklah, aku akan mengikuti semua permintaan kalian, tapi ini yang terakhir kalianya. " jawab Saffiya tersenyum lebar, namun menahan kehancuran.
" Benarkah? mami nggak salah dengar kan? " tanya maminya yang sangat senang mendengar jawaban putrinya itu.
" Besok ayah tunggu dirumah, ingat besok adalah acara pertemuan dengan calon suamimu. " pinta ayahnya.
Saffiya tidak menjawab, ia hanya diam saja sambil menahan air matanya.
Setelah mengatakan semua keinginan mereka, keduanya pun pulang.
Air mata Saffiya mengalir semakin deras, tanpa mengeluarkan suara sedikit pun. hatinya saat ini benar benar sangat hancur.
Ia tidak menyangka orang tuanya akan berbuat seperti ini padanya.
Saffiya merasa tak percaya ketika ayahnya menjodohkannya dengan salah satu temannya yang ternyata akan menjadi rekan bisnis mereka, semua ini sebagai syarat untuk pembukaan cabang baru di luar negeri.
" Kenapa harus aku yang dijadikan alat perjanjian bisnis?" batin Saffiya sambil merasa seperti dilecehkan.
Seharusnya, sebagai putrinya, ia mendapat dukungan dan kebebasan untuk menentukan jodohnya sendiri, bukan malah sebaliknya.
" Apakah aku tidak berhak mencari kebahagiaan dalam hidup? Apakah masa depanku sudah direncanakan tanpa memperdulikanku? " Pertanyaan-pertanyaan tersebut berkecamuk di dalam pikiranku, hingga membuatku semakin merasa tertekan dan tidak berdaya.
Permintaan rekanya itu, adalah untuk menjodohkan putranya dengan Saffiya karena ia sudah pernah melihatmya sebelumnya.
Sejak saat itu, ia merasa suka dengan Saffiya dan harus menjadikannya sebagai istri dari putranya suatu saat nanti.
" Aku nggak kuat lagi " gumam Saffiya sambil memandang lurus kedepan di balkon kamarnya.
Jam menunjukkan pukul 12 malam, Meyra baru saja kembali selesai bermain bersama teman-temannya.
Saat ia memasuki apartemen yang menjadi tempat tinggalnya bersama Saffiya, ia menyadari bahwa suasana tempat itu begitu hening dan gelap.
Tidak ada satupun lampu yang menyala di setiap ruangan, seolah-olah semua penghuni telah tertidur pulas.
"Aneh, kenapa tidak ada lampu yang menyala?" batin Meyra bingung, merasa sedikit penasaran sekaligus khawatir.
Biasanya, ada satu atau dua lampu yang dibiarkan menyala ketika Saffiya sudah tiba lebih dulu.
" Sa! " panggil Meyra.
Namun tidak ada jawaban dari gadis itu,
" Kemana sih? biasa pergi pasti bilang? " gumam Meyra yang menghidupkan semua lampu.
Kemudian ia menuju kamar Saffiya, untuk memeriksa apakah gadis itu ada dikamarnya.
" Sa! " panggil Meyra lagi, namun Saffiya tidak ada dikamarnya juga.
" Apa dia ikut orang tuanya pulang? " gumam Meyra menebak.
Karena merasa haus, Meyra berjalan menuju dapur untuk mengambil air di dalam kulkas.
Keadaan diluar masih turuh hujan, namun sudah tidak begitu deras.
Meyra duduk sebentar diruang tengah untuk menelpon Saffiya.
Namun ponselnya mati, karena tadi Saffiya melemparnya kelantai sampai pecah dan rusak.
Tiba-tiba terdengar gemercik air.
" Loh! sepertinya suara air. " gumam Meyra yang mulai mendengarnya.
Ia berjalan kedapur menuju wastefel, untuk melihat apa kran cuci piring itu bocor.
" Nggak bocor. " gumam Meyra yang melihat tempat cuci piring itu normal-normal saja.
Kemudian ia masuk kedalam kamarnya dan mengecek kamar mandinya apa disana yang bocor.
" Nggak ada juga, apa dikamar Saffiya. " gumam Meyra bingung dari mana sumber suara air itu berasal.
Kemudian ia masuk kedalam kamar mandi dikamar Saffiya untuk mengeceknya.
Begitu ia membuka pintu kamar mandi, seluruh lantai sudah tergenang air salam keadaan gelap.
Meyra langsung menghidupkan lampu kamar mandi dan berjalan kedalam untuk mematikan kran air itu.
" Aaaaaaa.......... " teriak Meyra sekrtika, karena kaget meliat Saffiya berada didalam bak mandinya dengan sayatan luka ditangan tidak sadarkan diri.
Genangan air penuh dengan darah, sehingga membuat Meyra sangat ketakutan.
Dengan cepat ia keluar menuju apartemen Rayan dan memanggilnya.
" Pak Rayan! PAK! PAK RAYAN! PAK!! " teriak Meyra sambil menggedor gedor pintu apartemen Rayan.
Pria itu pun langsung keluar, karena kebetulan ia masih mengerjakan beberapa pekerjaanya yang belum selesai.
" Ada apa? " tanya Rayab bingung.
" Itu pak, tolongin. di dalam. itu, tolong. " jawab Meyra panik, sampai lupa caranya menyusun kata kata.
" Mbak tenang dulu, apa yang terjadi? " tanya Rayan lagi karena tidak faham.
" Saffiya pak. " jawab Meyra dengan tangan yang terlihat gemetar.
" Memangnya ada apa denganya? " tanya Rayan memperjelas.
" Saffiya pak, tolongin. saya nggak tau, dia kenapa, tapi tanganya berdarah. " jawab Meyra panik.
Mendengar itu, dengan cepat Rayan masuk kedalam menuju kamar gadis itu,
" Asstagfirullah'halazim. " ucap Rayan kaget.
Dengan cepat ia mengangkat tubuh Saffiya dari dalam bak mandi itu.
" Saffiya! bangun Saffiya! Saffiya! " panggil Rayan yang mencoba menyadarkanya.
Namun tidak ada respon dari gadis itu.
" Ambilkan perban atau apa saja yang bisa untuk mengikat lukanya. " pinta Rayan.
Meyra mencari beberapa kain yang bisa ia digunakan, karena tidak menemukan dimana letak kotak P3K saking paniknya.
" Ini pak. " kata Meyra yang mengambilkan sapu tanganya.
Dengan cepat Rayan membalut luka ditangan Saffiya untuk menghetikan pendarahnya.
" Kita bawa kerumah sakit. " ucap Rayan yang langsung menggendongnya keluar menuju mobil.
Meyra langsung melajukan mobilnya menuju rumah sakit terdekat, sementara Rayan terus berusaha untuk menyadarkan Saffiya duduk dikursi belakang memangkunya.
Sesampainya dirumah sakit, gadis itu langsung dibawa kedalam unit UGD untuk tindakan pertolongan.
Keduanya terlihat cemas menunggu diluar, Meyra tidak bisa menahan rasa sedihnya. ia menangis melihat sahabatnya itu tidak sadarkan diri.
" Sepertinya Saffiya mencoba untuk bunuh diri. " ucap Rayan yang melihat ada pisau ditangan gadis itu ketika ia mengangkat tubuhnya dari dalam bak mandi.
" Nggak mungkin pak, tadi Saffiya masih bicara baik-baik dengan orang tuanya. " jawab Meyra tidak percaya.
" Saya harap juga begitu, kita tunggu bagaimana kata dokter. " ucap Rayan yang juga berharap.
Sejam kemudia dokter pun keluar dan langsung menemui mereka.
" Gimana dok keadaan teman saya? " tanya Meyra cemas.
" Luka ditanganya cukup dalam, pasien kehilangan banyak darah. sekarang kami sedang melakukan transkusi darah kedalam tubuhnya. " jelas dokter itu.
" Apa pasien mencoba untuk bunuh diri? " lanjut dokter itu bertanya.
" Saya tidak tau pasti dok, tapi tadi saya menemukan pisau ditangannya ketika mengangkatnya dari dalam bak mandi. " jawab Rayan.
" Sepertinya ia memang mencoba untuk bunuh diri, karena dilihat dari sayatan lukanya dilakukan dengan sengaja. " jelas dokter itu.
Rayan dan Meyra kaget mendengar penjelasan dokter itu, mereka tidak menyangka jika Saffiya akan melakukan hal senekat itu.
###NEXT###
Salam Hangat Dari Penuliss...