Kimberly adalah seorang pengantin yang memasuki altar pernikahannya, namun terkejut di atas altar itu sudah ada adik angkatnya bersama calon suaminya yang telah bertukar cincin.
"Maafkan Aku, aku sudah salah. Akulah yang merayu Kak Ramon sampai akhirnya aku hamil 1 bulan dan,, dann,,, terpaksa hari ini kami,,," ucapan adik angkat Kimberly yang menggantikannya menikah, sungguh di luar dugaan!
Ternyata selama ini, semua orang telah menipunya!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon To Raja, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
6. Trauma masa lalu
Keesokan paginya.
Masih pagi-pagi sekali saat Tamara bangun di rumah sakit, dan langsung membangunkan Ibu mertuanya.
"Ibu bangunlah," ucap Tamara membuat sang ibu mertua yang bernama Mesila mengerjapkan matanya dan menatap sang menantu.
"Sudah jam berapa ini?" Tanya Mesila sambil menatap ke arah cucunya yang terbaring di atas tempat tidur, tampak lelap dalam tidurnya sehingga kedua perempuan itu berusaha memerankan suara mereka agar tidak membangunkan Berlian.
"Sudah jam 05.00," ucap Tamara.
Mesila mengangguk pelan, lalu perempuan itu segera turun dari ranjang penjaga dan berkata, "aku akan pulang ke rumah, kau tinggallah di sini menemani Berliana."
Tamara menganggukkan kepalanya, "iya Bu, pokoknya Hari ini Ibu harus bertemu dengan Kimberly, katakan padanya untuk kembali ke rumah atau setidaknya suruh dia berhenti mempersulit adiknya sendiri!" Tegas Tamara yang sepanjang malam tidak bisa tidur karena memikirkan karir putrinya yang mungkin saja harus tersendat gara-gara kelakuan Putri sulungnya.
"Kau tidak perlu khawatir, aku pasti akan menyuruhnya," kata Mesila langsung berjalan ke arah pintu.
Begitu pintu terbuka, seorang pria telah berada di depan pintu sambil menenteng beberapa tas, itu adalah Ramon yang sepertinya baru saja datang.
"Kau dari mana saja?" Mesila bertanya dengan nada suara yang tidak senang akan cucu menantunya itu.
"Aku harus membereskan beberapa hal di kantor,, nenek dan ibu bisa pulang ke rumah, aku yang akan menjaga berlian hari ini," ucap Ramon.
"Sepertinya Itu ide yang bagus Bu," Tamara menatap ibu mertua, "biarkan mereka berdua saja, lagi pula sepertinya mereka perlu membicarakan sesuatu, biar kita berdua yang pergi menemui Kimberly," ucap Tamara dijawab anggukan Mesila hingga 2 perempuan itu pun langsung kembali ke rumah.
Sementara di tempat lain, yaitu di sebuah apartemen di kawasan elit, Steven baru saja keluar dari ruang kerja setelah bangun pukul 03.00 dini hari mengerjakan beberapa berkas mendadak.
Lalu pria itu turun ke lantai bawah, dan segera membuat sarapan untuknya dan istrinya.
Pukul 06.00 ketika Kimberly bangun, dia langsung turun ke lantai bawah, dan mencium aroma yang begitu wangi dari dapur sehingga dia buru-buru melangkahkan kakinya dan pergi ke dapur.
Didapatinya sang suami sedang memasak sup, "sup apa itu?" Kimberly bertanya sambil memanjangkan lehernya menatap panci yang menjadi sumber aroma sedap.
"Sup kepala ikan," jawab Steven.
"Aku tidak sabar untuk mencicipinya," ucap Kimberly sambil mengangkat telapak tangannya, meminta diberikan sedikit untuk dia cicipi.
"Masih panas, duduklah di sana. Aku akan segera menyajikannya," kata Steven membuat wajah Kimberly mengerut, Tetapi dia tetap bersikap patuh berjalan ke meja makan dan duduk sambil menatap beberapa makanan yang sebelumnya sudah ditata oleh Steven di atas meja.
"Kenapa kita sarapan sup?" Kimberly bertanya sambil menatap beberapa makanan berat yang tersedia di atas meja makan, padahal sebelumnya mereka biasanya hanya sarapan menggunakan roti atau sandwich sayuran.
Steven muncul sambil meletakkan mangkuk berisi sup kepala ikan di tengah, lalu berkata "aku merasa akhir-akhir ini aku tidak dapat mengimbangimu di malam hari, jadi aku mengurutkan untuk mengganti sarapan kita dengan yang lebih berat."
Kimberly tercengang dengan ucapan suaminya, dia menatap sang suami dengan wajah yang kaku, jelas-jelas kemarin malam mereka melakukannya sampai 5 ronde, dia bahkan beberapa kali berkata tidak, namun sang pria terus melakukannya tanpa mendengarkan ucapannya.
Dan sekarang pria itu bilang kalau staminanya tidak bisa mengimbanginya?
Sungguh luar biasa!
"Kenapa kau menatapku seperti itu? Apa kau sangat kecewa?" Tanya Steven dengan sebelah alis terangkat membuat Kimberly menggertakkan giginya.
"Bisakah kau berhenti bercanda?!" Gerutu Kimberly dengan wajah sedikit merona, langsung menaruh sedikit air sup kepala ikan di mangkuknya dan segera mencicipinya.
Ini pertama kalinya dia makan sup kepala ikan buatan suaminya, sebab sebelumnya di luar negeri mereka lebih sering makan steak.
Namun ketika kuah sup kepala ikan itu menyeruak di mulutnya, Kimberly langsung menatap suaminya dengan pupil mata yang melebar.
"Bagaimana rasanya?" Steven bertanya sambil menaruh sesendok sup di mangkuknya.
"Kenapa dari dulu kau tidak membuatnya? Ini sangat enak tahu!" Ucap Kimberly mencicipi sup di mangkoknya dan merasa bahwa suaminya benar-benar seorang koki yang luar biasa.
"Tentu saja enak, tidak seperti makanan buatan seseorang, setiap kali terlalu asin atau terlalu hambar atau--"
"Bisakah kau tidak membahas hal itu setiap kali aku bilang masakanmu enak?" Kimberly menggerutu dengan kesal, menatap sang suami dengan tatapan tajamnya.
"Ha ha ha..." Steven tertawa keras, "Baiklah nyonya, Aku tidak akan membahasnya lagi sekarang. Bagaimanapun, semua orang tahu bagaimana kemampuannya memasakmu," ucap Steven kembali menambahkan sup di mangkok istrinya.
Meski Kimberly tidak puas dengan ucapan suaminya yang sedikit mengejek, namun dia tetap menikmati sarapan hari itu sebelum mereka mandi bersama dan bersiap-siap pergi ke kantor.
"Hari ini kita tidak perlu menggunakan satu mobil, Aku mau singgah ke sebuah tempat terlebih dahulu," ucap Kimberly mengambil kunci mobil di atas meja.
"Memangnya kau mau ke mana?" Tanya Steven sambil merangkul istrinya keluar dari rumah menuju tempat parkir.
"Ini hari keduaku masuk bekerja di perusahaan, jadi aku berencana membawakan sedikit makanan untuk semua orang," ucap Kimberly.
"Kau benar-benar atasan yang baik, gunakan kartuku," kata Steven mengeluarkan kartu kreditnya dan menyerahkannya ke tangan sang istri.
Kimberly menghentikan langkahnya, menatap kartu di tangannya sebelum mendongak menatap suaminya, "kartu kredit yang sebelumnya kau berikan padaku juga masih ada di sini," ucap Kimberly.
"Simpanlah saja, Aku senang melihat dompet istriku yang penuh dengan kartu-kartu mewah," ucap Steven mendaratkan sebuah ciuman di kening istrinya sebelum membukakan pintu mobil untuk istrinya dan membiarkan sang istri berkendara sendirian.
Kimberly pun melajukan mobil meninggalkan parkiran apartemen Sambil memandangi jari manisnya yang memegang setir mobil.
Sebuah cincin yang manis di letakkan di sana, cincin itu adalah cincin ketiga yang diberikan oleh sang suami.
Setiap peringatan hari pernikahan mereka, dia akan mendapatkan sebuah cincin baru yang desainnya selalu berbeda.
Sementara cincin yang lama akan disimpan di dalam figura yang dipajang di rumah mereka.
Beberapa saat terdiam, Kimberly mengukir sebuah senyuman di bibirnya dan tiba-tiba saja dia langsung merindukan suaminya.
Kimberly pun tersenyum konyol, "Kenapa denganku? Padahal dia masih ada di belakang," ucap Kimberly sambil menatap spion, melihat mobil sang suami yang mengikuti mobilnya dari belakang.
Kimberly pun menyetir selama 10 menit lamanya menuju sebuah restoran dan memesan makanan di sana, setelah memesan makanan, dia lanjut pergi ke kantor, dan memarkir mobil di tempat parkiran khusus untuk para petinggi perusahaan.
Setelah memarkir dengan rapi, Kimberly melangkah menuju lift perusahaan, namun dia terkejut ketika di depan pintu lift ada dua orang perempuan sedang berdiri menunggunya.
Itu adalah nenek dan ibunya.
Tangan Kimberly langsung terkepal, perempuan itu menghentikan langkahnya sesaat sebelum melanjutkan langkahnya dan berpura-pura tidak melihat kedua perempuan itu.
Tetapi sama nenek jelas tidak bisa membiarkan hal tersebut, dia mengulurkan tangannya menahan lengan Kimberly yang hendak melewati mereka.
"Tidakkah Kau Melihat kami berdua di sini?" Mesila bertanya dengan nada suara yang penuh penekanan.
Kimberly menghentikan langkahnya, dan berbalik menatap 2 perempuan yang menahannya.
Mereka berdua tampak lebih muda dari 3 tahun yang lalu, sepertinya selama 3 tahun terakhir sejak dia menghilang, orang-orang ini telah hidup dengan begitu baiknya.
Jauh berbeda dengan kehidupan yang ia lewati. jika bukan karena keberadaan suaminya, mungkin dia sudah lama meninggal.
Memikirkan hal itu, Kimberly merasa begitu sedih, keluarganya telah menjadi orang asing.
"Katakan saja yang kalian inginkan, aku tidak punya banyak waktu untuk mengurusi sembarang orang," Kimberly berbicara sambil melipat kedua tangannya di dada, tampak raut wajah datar dan dingin ditunjukkan pada 2 perempuan di hadapannya.
Hal itu membuat Tamara dan Mesila merasa tidak senang.
Mereka lebih tua dari perempuan itu, Bahkan mereka adalah ibu dan nenek dari Kimberly, namun sikap Kimberly ini benar-benar tidak menunjukkan rasa hormat terhadap orang tuanya sendiri.
"Gara-gara Apa yang kau lakukan kemarin, adikmu sampai pingsan dan masuk rumah sakit, bahkan saat ini dia masih berada di rumah sakit! Tidakkah kau merasa sedikit bersalah untuknya? Dan sekarang kau memperlakukan kami seperti ini, Apakah kau sudah tidak menganggap kami sebagai orang tuamu?!" Tamara bertanya dengan rasa gusarnya menatap Sang Putri.
"Oh," Kimberly tersenyum bengis, "baru sehari masuk rumah sakit dan kalian sudah begitu khawatir padanya bahkan sampai mendatangiku ke kantor seperti ini. 3 tahun yang lalu aku sampai berkali-kali masuk rumah sakit, dan menderita begitu hebat hanya untuk melupakan persekongkolan kalian dengan anak angkat itu,, Apakah ada yang mengkhawatirkanku? Pestanya begitu meriah saat itu kan? Aku bahkan mendengar bahwa setelah pestanya, kalian semua masih menikmati makan malam keluarga bersama dan merayakannya dengan begitu megahnya. Jadi kenapa sekarang aku harus peduli pada seorang perempuan yang telah merusak kebahagiaanku?" Kimberly berbicara dengan suara yang begitu dingin, sama sekali tidak ada penghormatan untuk 2 perempuan di hadapannya ini, bahkan seluruh kenangan indah yang pernah ia lewati bersama 2 perempuan itu telah menghilang sepenuhnya dari ingatannya dan digantikan oleh kenangan-kenangan pahit yang ia lalui.
"Kau!!" Mesila menggertakan giginya, tidak menyangka cucunya akan berbicara seperti itu dengannya.
"Berhentilah mengada-ngada!" Tamara juga geram, "Jangan coba-coba menghalangi karir adikmu, atau kalau tidak Ibu tidak akan pernah menganggapmu lagi sebagai anak! Lagi pula aku sudah menganggap Berlian seperti anak kandungku sendiri, jadi jangan membuat masalah dengannya! Tetaplah berada pada posisimu yang selama ini!" Tegas Tamara.
"Ha ha ha..." Kimberly tertawa keras, sebelum akhirnya berkata, "jadi maksudmu, aku harus menganggap apa yang terjadi 3 tahun yang lalu tidak pernah terjadi? Seolah itu hanya perkara kecil yang bisa dilupakan begitu saja? Penghianatan dari semua keluarga,, cobalah ibu berada di posisiku dan merasakan apa yang kurasakan! Aku yakin ibu dan nenek pasti mengerti mengapa aku begitu membenci kalian semua!" Setelah berbicara demikian, Kimberly mengabaikan kedua orang itu dan langsung masuk ke dalam lift yang telah terbuka.
Begitu pintu lift tertutup, Kimberly langsung turun ke lantai, ia dengan cepat membongkar atasnya dan mengeluarkan 2 pil obat yang langsung ditelan olehnya.
Keringat dingin memenuhi sekujur tubuhnya, dan rasa trauma yang ia dapatkan sejak 3 tahun yang lalu kembali menggerogoti pikirannya.
Perempuan itu meringkuk sambil memegangi kepalanya, menutup muka dengan kedua lututnya sambil gemetar menahan keringat dinginnya.
Nafasnya terasa sesak dan tempat yang sempit itu semakin membuatnya merasa tidak tenang.
Ting!
Lift akhirnya tiba di lantai tujuan, dan seorang pria bersama asistennya sedang mengantri untuk menggunakan lift, dia terkejut melihat istrinya yang tampak begitu buruk meringkuk di sudut lift.
Dia langsung berlari menghampiri sang istri dan membawa istrinya itu ke pelukannya.
Begitu Kimberly mencium bau familiar yang menenangkannya, dia pun langsung menangis tersedu-sedu.
"Hiks,, hiks,,," tangisan tersebut langsung pecah, membuat wajah Steven menjadi sangat dingin, dia membawa istrinya ke gendongannya dan langsung keluar dari lift menuju ruangannya.
Sang asisten membereskan barang-barang miliki Kimberly dan mengikuti kedua orang itu, namun tidak berani masuk ke dalam ruangan tuannya.
Asisten itu hanya berdiri di depan pintu dengan raut wajah yang murung, ini adalah kesekian kalinya dia melihat penyakit Kimberly kambuh, jadi dia bisa mengetahui apa yang dirasakan oleh nyonya dan tuan mudanya itu.
Sungguh Nyonya Muda Yang Malang.
sampai anak kandung pun ga ada arti nya sama sekali....
kalahkan rasa trauma itu...
kamu harus bahagia..