Arden membenci wanita gendut yang merupakan teman masa kecilnya. Permusuhan itu semakin menjadi ketika Kayla bertunangan dengan pria bernama Steve. Selain kebencian, ada yang aneh dari sikap Arden ketika bertatapan dengan Kayla. Hasrat untuk memiliki wanita itu timbul dalam benaknya.
Sekuel dari Istri Rasa Simpanan.
Follow IG : renitaria7796
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon renita april, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Kelembutan
"Dengan nama apa aku harus memanggilmu? Tuan bangsawan, serigala atau pangeran?" tanya Kayla dengan berbisik.
Arden memakai topeng serigala dan kostum ala bangsawan eropa. Itu sebabnya Kayla memberi pilihan nama. Namun, menurut Kayla tuan bangsawan yang liar sangat cocok bagi sahabatnya.
Ya! Arden memang sangat seksi menurut Kayla. Selain kostum yang melekat sempurna, tatanan rambut yang disisir ke belakang dan licin menambah daya tariknya. Malam ini Arden tampil dengan mengerahkan segala kemampuannya.
Arden semakin menekankan tubuh Kayla pada tubuhnya. "Kamu sungguh rubah betina yang pandai menggoda."
"Aku menggodamu?" Kayla menekankan kipas di dagu Arden. "Bagian mana yang terlihat menggoda."
Tatapan Arden turun ke bawah, ia melihat belahan indah nan penuh di balik gaun yang Kayla kenakan. Memang Kayla ingin bertindak liar seperti yang ia katakan tadi pagi.
"Gerakanmu, bicaramu, semua itu menggoda." Arden mengulurkan tangan mengusap ujung bibir gadis itu. "Warna merah memang lebih menggairahkan. Bisakah aku mencicipinya?"
"Oh, kamu terlalu terang-terangan," kata Kayla.
"Bukankah kita ingin gila bersama?"
"Tanpa melibatkan perasaan," ucap Kayla.
"Setuju. Kita bukan teman, tetapi orang asing yang baru bertemu. Bagaimana?" tanya Arden.
"Sesuai keinginanmu."
Arden tersenyum. Ia mendekatkan wajah, mata keduanya saling menatap. Arden memiringkan kepala, lalu mengecup bibir lembut Kayla.
"Jangan sampai menghapus lipstikku," ucap Kayla disela pagutannya.
Arden menarik diri. "Kurasa ini cukup sebagai pembukaan. Mau berdansa denganku?"
"Malam ini aku milikmu, Tuan Bangsawan."
Arden tidak tahan, ia kembali mengecup bibir Kayla. Suara dari pembawa acara membubarkan keintiman itu. Sangat disayangkan, tetapi Arden memang harus berhenti. Ia tidak boleh sampai hilang kendali di aula pesta. Masih banyak waktu untuk menaklukan Kayla.
Pembawa acara mulai memberitahu aturan pesta malam ini. Antara pria dan wanita akan dipisah, lalu mereka disuruh mencari pasangan masing-masing untuk berdansa.
Menyebalkan! Itu menurut Arden. Ia datang ke pesta karena ingin berdansa dengan Kayla seorang. Jika seperti ini, maka Kayla lebih dulu digaet oleh pria lain terlebih lagi ada banyak wanita yang berpenampilan sama.
"Kita mulai!" ucap pembawa acara. "Musik akan menyala dan saya akan memberi aba-aba. Kalian bisa saling mencari pasangan dan berdansa."
Semua peserta bersiap. Musik dinyalakan dan pembawa acara memberi instruksi. Pria dan wanita berbaur mencari pasangan. Arden ingin meraih Kayla, tetapi di depannya sudah ada wanita.
Terpaksa Arden mengajak wanita bergaun kuning berdansa, lalu pembaca acara memerintahkan kepada mereka untuk bertukar pasangan. Semua sesuai formasinya. Arden ingat betul di mana Kayla berada. Ia bersama pria asing yang memakai topeng burung.
"Maaf, Nona. Aku harus mencari pasanganku yang sesungguhnya." Arden memutar wanita itu, lalu pergi dari formasi yang ditentukan. Wanita bergaun kuning kesal karena tidak ada pria yang menangkapnya.
Arden melangkah kepada pria yang enggan melepas Kayla. Sudah diperintahkan untuk bertukar pasangan, tetapi pria bertopeng burung tidak ingin melepas pelukannya.
"Hei, Bung! Berikan dia padaku." Arden menepuk pundak pria itu.
"Apa-apaan ini?" tanya pria itu.
"Kita sudah lama berdansa. Sekarang giliranku bersamanya," ucap Kayla.
Ia melepas rangkulan pria itu, lalu beralih pada Arden. Segera saja Arden membawa Kayla menjauh dari pria itu.
"Kamu ingin berkelahi dengannya?" kata Kayla.
"Aku memperhatikan kalau dia tidak ingin melepasmu," jawab Arden.
"Sikapmu selalu saja cemburu seperti ini. Aku ada di depanmu sekarang."
"Aku tidak cemburu," kilah Arden. "Hanya tidak suka," ucapnya menambahkan.
"Sama saja," sergah Kayla.
"Aku ingin bersamamu di tempat lain."
Arden mengajak Kayla keluar dari aula pesta. Membawanya ke bagian depan dek kapal. Udara malam yang dingin berembus. Arden membuka topengnya begitu pula Kayla. Mereka saling menyatukan bibir.
"Ini seperti dalam film," ucap Kayla.
"Ayo, kita lakukan adegan seperti yang ada di film."
Kayla setuju, ia melepas sanggulnya. Membuat rambut panjangnya tergerai. Sementara Arden membuka jas yang ia kenakan, mengacak-acak rambut, lalu melepas tiga kancing kemejanya.
Arden mengulurkan tangan, membawa Kayla sampai ke ujung dek kapal. "Naiklah. Aku akan membuatmu seperti Rose."
Kayla tertawa. "Dari dulu aku juga ingin melakukan adegan ini. Jangan sampai kamu melepasku."
"Tidak akan. Jika kamu jatuh, maka aku akan menyelamatkanmu. Biar saja aku jadi Jack yang mati membeku di dalam air."
Kayla naik dengan Arden memegangi pinggangnya. Angin terasa kencang dan Kayla merasa dingin. Ia melihat air laut di bawah. Kayla menelan ludah, ia takut terjatuh.
"Turunkan aku," kata Kayla.
"Kami bilang ingin jadi Rose," ucap Arden.
"Mereka bukan melakukannya di atas laut sungguhan, tetapi di sebuah kolam. Aku masih sayang dengan nyawaku. Turunkan aku," pinta Kayla.
Arden tertawa, lalu mengangkat Kayla turun. "Bicaramu saja besar. Nyalimu ciut."
"Aku merasa dingin. Sumpah! Kita harus menyingkir dari sini."
"Jika sudah sampai di sini, maka harus melakukan hal yang menarik. Tatap mataku," kata Arden.
Kayla menatapnya. "Sudah."
Arden menangkup kedua sisi pipi Kayla, mengusapnya dengan lembut kemudian mendaratkan sebuah kecupan di sana.
"Giliranmu," kata Arden.
"Apa?" tanya Kayla.
"Aku ingin sesuatu yang lebih."
Kayla meletakkan tangannya di kedua pundak Arden, ia sedikit berjinjit untuk dapat menyatukan bibir. Satu tangan Arden merangkul pinggang, satu lagi menelusup ke tengkuk belakang Kayla.
Kecupan yang menggairahkan terjadi. Sesapan, belitan indra perasa keduanya menyatu. Sesaat mereka melepas untuk sekadar mengambil napas, lalu kembali melakukan permainan.
Kayla terengah-engah, wajahnya merona. Bibirnya basah karena ulah Arden. Namun, tidak sampai berhenti di situ saja, Arden kembali memagut bibir itu. Seolah tidak ada besok, Arden terus menjarahnya.
"Ayo!" ajak Arden.
Kayla manut ketika Arden mengajaknya untuk ikut. Keduanya naik ke atas kapal menuju kabin di tempat Arden tinggal. Pintu kamar dibuka, Arden membawa Kayla masuk.
Arden menatap Kayla yang balas memandangnya. Arden meneguk ludah, tangannya tergerak mengunci pintu.
Hal semacam ini tidak bisa dibicarakan. Jika Arden ingin bersama Kayla, ia memang tidak boleh berbicara atau meminta izin. Ia akan bertindak sekarang meski nantikan akan mendapat penolakan.
Arden meraih pinggang Kayla, kembali mengecup bibir wanita itu, dan bagusnya Kayla juga membalas pagutan bibirnya. Kaki mereka tergerak sendiri menuju peraduan yang menanti untuk disinggahi. Kayla terjatuh di atas tempat tidur, Arden menindihnya lagi.
Lalu .... sial! Mereka tidak dapat melakukannya ketika perut dalam keadaan kosong. Arden bergeser ke samping. Keduanya menatap langit-langit kamar, lalu sejurus kemudian malah tertawa.
"Perutku lapar. Mungkin udara yang dingin menjadi penyebabnya," kata Kayla.
"Ini salahku yang main mengajakmu keluar begitu saja," sahut Arden.
"Aku perlu asupan."
"Lebih baik kita makan di restoran saja. Kuharap kita tidak terlambat untuk makan malam," ucap Arden.
Bersambung