Pelarian Termanis
Apa yang salah dari hiasan pelaminan bertabur bunga plastik melingkar? Lampu yang berkelip? Gelas-gelas berkaki ramping yang diisi dengan minuman warna merah, oren dan hitam? Lalu, celotehan dari tamu undangan yang membuat telinga Arden berasa tuli.
Semua orang di sana tidak ada yang menganggunya. Baik itu lampu, bunga, suara-suara yang menjengkelkan, tetapi Arden merasa mereka semua tengah mengejek ketidakberdayaan seorang pria yang berada dalam acara pertunangan sahabatnya.
Apa sahabat? Sejak kapan? Arden harus meralatnya. Ia tidak bersahabat dengan wanita gendut yang memakai gaun seperti cinderella. Wanita itu malah tertawa cekikikan bersama pria tampan keturunan asing.
Arden lupa dari mana pria bule itu berasal. Amerika atau Kanada tidak penting baginya. Yang menjadi masalah adalah dirinya. Ada yang salah, hatinya, kah? Atau masalah persaingan antara ia dan Kayla.
Wanita berbadan bongsor itu telah bertunangan. Pria yang menjadi calon suaminya begitu tampan, bahkan bisa dibilang mengalahkan Arden. Pemahaman itu berdasarkan mata dari Aretha yang ikut datang dan Kayla sendiri tentunya.
Menurut Arden sendiri, ia adalah pria paling menarik dan ganteng. Tidak peduli jika ada yang mengatakan ia narsis, tetapi memang begitu kenyataannya. Bola matanya hitam pekat. Tinggi seratus tujuh puluhan serta tubuh kekar menyerupai sang ayah, Kevin. Kedua orang tuanya keturunan campuran. Wajar, Arsen memiliki tampang memukau.
Alisnya melintang sempurna. Hidung sangat jelas menjulang tinggi, kulitnya putih serta bentuk bibir sedikit memiliki ketebalan. Namun, kenapa sampai sekarang ia belum memiliki pendamping? Hal ini menjadi ejekan musuh terbesarnya sedari kecil, yaitu Kayla.
"Kamu sudah kasih selamat buat Kayla?" tanya Aretha.
"Apa harus?" Arden malah balik bertanya.
"Haruslah! Jangan bilang kamu enggan karena merasa tersaingi?"
"Kamu tau sendiri aku malas bertatapan muka dengannya. Malah disuruh kasih ucapan selamat. Aku pulang duluan, deh," kata Arden.
"Kasih selamat dulu. Om Raka tadi nyariin kamu," sahut Davin yang datang bersama sang buah hati, Daren.
"Tadi mama dan papa juga. Mending kamu kasih selamat sana. Umur sudah tua masih aja mau musuhan," ucap Aretha menambahkan.
Arden mengembuskan napas kasar. Jika keinginan saudarinya tidak dituruti, maka Aretha tidak akan pernah berhenti untuk menyuruhnya naik ke atas pelaminan.
Langkahnya terasa berat seakan berjalan di atas bebatuan tajam tanpa mengenakan alas kaki. Namun, untuk lari dari acara ini tidaklah mungkin. Ada banyak mata yang mengawasi dan pertanyaan jika sampai ia tidak datang memberi ucapan selamat kepada Kayla.
"Kenapa langkah Arden seperti pengantin?" tanya Davin, yang melihat iparnya enggan untuk berjalan.
"Kaki Arden bisulan," jawab Aretha.
Seharusnya Arden berpura-pura sakit, sibuk atau apa pun itu, asalkan ia tidak hadir di acara pertunangan ini. Tapi di lain sisi, Arden juga harus hadir karena Kayla akan beranggapan ia malu.
Dalam hati Arden mengumpat, segala macam serapah ia utarakan hanya dalam hatinya. Mengutuk Steve dan Kayla yang berbahagia, tetapi bagi Arden pasangan itu seperti menertawakan dirinya.
Setelah penuh perjuangan akhirnya, Arden sampai di belakang tamu yang memberi ucapan selamat. Seorang pria dan wanita. Mungkin itu adalah teman Kayla, dan Arden harus menunggu karena malah ada sesi foto.
Semakin menjadi ia mengutuk acara pertunangan Kayla. Arden tidak peduli, ia menerobos meraih tangan Steve.
"Selamat untukmu," ucap Arden.
"Terima kssih," balas Steve.
Astaga! Steve memang tampan. Arden ingin mencungkil dua bola mata kebiruan milik pria itu. Tubuh kekar dibalut kemeja batik. Tingginya hampir sama dengan Arden, rahang tegas. Sungguh bibit unggul yang menjanjikan.
Arden mencondongkan tubuhnya ke hadapan Kayla, lalu berbisik, "Jangan merasa senang dulu. Aku yakin sebentar lagi kalian putus."
"Bilang saja kamu iri," kata Kayla.
Arden tersenyum masam. "Selamat untukmu, Kay."
"Terima kasih, Arden."
Sungguh sandiwara apik yang dimainkan oleh keduanya. Saat ini tidak boleh ada perang dingin. Mereka berada di tengah pesta dan semua tamu memperhatikan.
"Kamu kapan, Ar?" tegur Raka.
Arden pasrah harus berbaur lagi dengan pamannya. Sepertinya kedua orang tuanya tidak ingin pulang. Sedari tadi malah asik mengobrol bersama sahabat.
"Sayang banget Kayla sudah punya Steve, kalau enggak kamu bisa bareng Kayla," ucap Dean.
"Kayla bukan tipe Arden," sahutnya.
"Anak ini! Dari kecil suka sekali ganggu Kayla," kata Elena.
"Kalau mau, Papa bisa cariin kamu jodoh?" tanya Kevin.
"Enggak! Arden punya pacar di Amerika."
"Mau minta dilamar?" tanya Kevin.
"Arden belum mau nikah dulu."
"Anak muda jangan dipaksa. Biar saja," sahut Raka.
"Selamat, ya, Om, Tante. Semoga semuanya lancar sampai hari H," ucap Arden kepada Raka dan istrinya.
Raka membalasnya, lalu Arden melangkah pergi dengan alasan ada janji bersama teman-temannya. Arden harus keluar dari suasana yang membuatnya tercekik.
Sebelum ia benar-benar keluar dari ballroom hotel, Arden membalik diri untuk melihat Kayla. Wanita berisi dengan wajah imut. Matanya bulat, hidung mancung kecil, bibirnya membuat pria ingin singgah. Tinggi tubuhnya sekitaran Seratus enam puluh, dan Kayla suka mengganti warna rambutnya. Arden paling suka jika wanita itu memakai kacamata bulat dan warna rambut coklat. Terkesan manis dan menggemaskan.
"Mulai sekarang aku tidak bisa lagi mencubit pipinya. Sudah ada Steve yang menjadi pengganti," gumam Arden.
Kayla memandang pintu masuk ballroom hotel, ia melihat Arden yang menatap ke depan. Kayla mengandengkan tangannya ke lengan kekar milik Steve, dan pria itu mengecup keningnya.
"Malam ini kamu sangat manja," ucap Steve.
"Aku bahagia sekali, Steve," kata Kayla.
"Terlebih aku."
Steve merangkul pinggang padat Kayla, mencubit pipi wanita itu yang membuat Arden menggertakan gigi melihatnya.
"Kayla menantangku! Awas saja kamu!" ucap Arden kesal, lalu segera pergi.
"Akhirnya dia pergi juga," gumam Kayla pelan.
Sekarang Kayla sudah membuktikan kalau dirinya bisa mendapatkan pria lebih dari Arden. Sampai saat ini Kayla kesal karena saudara Aretha itu tiada henti mengejeknya.
"Lihat saja kamu Arden, sekarang giliranku yang akan mengolok-olok dirimu."
"Ada apa?" tanya Steve.
"Tidak, Sayang. Aku hanya lelah karena berdiri," jawab Kayla.
"Istirahatlah dulu." Steve meraih tangan Kayla, mempersilakan tunangannya untuk duduk.
Steve memang perhatian dengan hal kecil. Sikap itu yang membuat Kayla jatuh hati padanya, dan pria itu tidak pernah berkomentar tentang fisik Kayla sama sekali. Tidak seperti Arden yang selalu memberi komentar buruk atas bentuk tubuhnya.
Arden menendang ban mobilnya karena kesal melihat Kayla tadi. Di usianya yang sudah menginjak dua puluh tujuh tahun, ia tetap berada dalam kesendirian.
"Kamu berhasil, Kayla. Lihat saja nanti, kalian akan putus di tengah jalan. Semoga doaku ini didengar. Saat kamu menangis karena ditinggal Steve, maka hari itu aku akan tertawa," gumam Arden.
Bersambung
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 70 Episodes
Comments
Mr.K7
kyknya Arden suka deh
2024-11-05
0
Susanto Dhanie
arden pen singgah di bibir kayla
2024-10-11
0
Khasanah Mar Atun
pria mana yang pengen singgah di bibir kayla ga tur den?? kamu pengen juga??? xixixi
2024-10-05
0