FOLLOW IG AUTHOR 👉@author Three ono
Yang gak kuat skip aja!! Bukan novel tentang poligami ya, tenang saja.
Pernikahan sejatinya terjadi antara dua insan yang saling mencinta. Lalu bagaimana jika pernikahan karena dijodohkan, apa mereka juga saling mencintai. Bertemu saja belum pernah apalagi saling mencintai.
Bagaimana nasib pernikahan karena sebuah perjodohan berakhir?
Mahira yang biasa disapa Rara, terpaksa menerima perjodohan yang direncanakan almarhum kakeknya bersama temannya semasa muda.
Menerima takdir yang sang pencipta berikan untuknya adalah pilihan yang ia ambil. Meski menikah dengan lelaki yang tidak ia kenal bahkan belum pernah bertemu sebelumnya.
Namun, Rara ikhlas dengan garis hidup yang sudah ditentukan untuknya. Berharap pernikahan itu membawanya dalam kebahagiaan tidak kalah seperti pernikahan yang didasari saling mencintai.
Bagaimana dengan Revano, apa dia juga menerima perjodohan itu dan menjadi suami yang baik untuk Rara atau justru sebaliknya.
Tidak sa
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Three Ono, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
29. Wajah Tampan Tidak Bikin Kenyang
"Aaww...," teriak Lia kesakitan. Lengannya baru saja tidak sengaja menyenggol lengan seseorang.
"Maaf, apa ada yang terluka?" tanyanya si pemilik lengan itu.
"Tidak apa-apa," ujar Lia, lalu dia kembali melanjutkan langkahnya. Tanpa peduli dengan pria yang masih menatapnya tanpa berkedip.
Di kelas.
"Kau kenapa Lia?" tanya Rara khawatir.
"Tidak apa-apa, hanya tidak sengaja bertabrakan dengan seseorang saja tadi di jalan."
Lia mengusap-usap lengannya yang masih terasa sakit.
"Apakah lukanya serius, wajahmu seperti sangat kesakitan."
Lia juga tidak tau kenapa bisa sangat sakit padahal benturan tadi tidak begitu keras, mungkin karena lengan pria itu yang terlalu keras.
Lia menggelengkan kepalanya, menghilangkan pemikiran yang aneh-aneh.
"Ada apa, apa masih sakit?" Rara masih khawatir pada temannya.
"Tidak, hanya sedikit pegal saja. Nanti juga sembuh sendiri."
Tiba-tiba kericuhan terjadi di ruangan itu, para gadis berteriak heboh.
"Ada apa dengan para gadis itu?" tanya Lia, sedangkan Rara hanya mengedipkan bahunya.
Seorang pria tampan masuk melewati para gadis yang meneriakinya.
"Dia kan Sakka..."
"Sakka..." Teriak mereka, yang kini mengerumuni pria itu di tempat duduknya.
'Dia bukannya pria yang tadi, jadi dia kuliah disini juga,' ujar Lia dalam hati.
Sakka sangat terkenal di kalangan gadis, siapa yang tidak mengenalnya putra dari pengusaha properti tersukses di Indonesia.
Pria yang pada dasarnya suka tebar pesona itu sangat menikmati di kerumunani wanita. Ia terus menebar senyum di bibirnya yang sensual dan membuka kacamatanya. Seketika para gadis terpana dibuatnya.
Namun, tatapan mata pria itu tak sengaja menangkap gadis yang tadi ia tabrak. Gadis yang menurutnya sangat menarik karena sama sekali tidak tertarik pada pesonanya.
"Maaf, permisi sebentar." Pria itu melewati para gadis itu dan menghampiri dua wanita yang sedang duduk tanpa peduli dengan kerumunan itu.
"Permisi."
Rara dan Lia mendongak menatap sumber suara.
"Aku mau minta maaf soal tadi, apa kau sudah tidak apa-apa? Bagaimana sebagai permintaan maaf, aku akan mentraktir mu makan siang nanti."
Tawaran yang sangat menarik, Sakka yakin jika gadis itu tidak akan menolaknya.
Rara melihat wajah temannya, raut wajah Lia saat ini tidak bisa di tebak apa pikirannya.
"Bagaimana apa kamu mau menerima tawaran ku," tanya pria itu lagi.
Lia tidak bergeming, entah apa yang sedang ia pikirkan.
Pria itu kemudian menatap Rara, seakan bertanya melalui sorot matanya.
"Lia... Lia... dia sedang bertanya padamu." Rara menyenggol lengan temannya.
"Aku tidak bisa." Lia kembali melihat buku-bukunya.
Penolakan itu justru membuat pria itu semakin penasaran.
"Baiklah kalau tidak bisa, tapi bisakah kita berkenalan sebagai teman sekelas bukankah kita harus saling mengenal."
Pria itu mengulurkan tangannya di depan Lia.
"Aku Sakka, boleh aku tau namamu."
Lia masih enggan mengangkat kepalanya.
Rara yang merasa tidak enak pada pria bernama Sakka itu, sekaligus merasa jika temannya sedang tidak nyaman karena kedatangan pria itu, dia segera menyudahi usaha si pria. Dia juga tidak nyaman karena para gadis di kelas itu seakan menatap mereka penuh intimidasi.
"Maaf, tapi sepertinya dosen sudah datang."
Rara mengusirnya dengan sopan.
Pria itu tersenyum pada Rara, berterimakasih karena sejak tadi gadis itu mau membantunya.
"Li, kau sebenarnya kenapa?" bisik Rara.
"Nanti aku ceritakan," balasnya.
Dosen telah selesai memberikan materinya. Para gadis kembali mengerumuni Sakka dan mengikuti pria itu keluar dari kelas itu.
"Akhirnya tenang juga," gumam Lia.
"Kenapa sepertinya kamu tidak suka sekali pada pria itu, apa karena tidak sengaja menabrakmu tadi."
Padahal pria itu baru pindah ke kampus itu tapi Lia seakan membencinya.
"Tidak, untuk apa aku marah hanya karena hal seperti itu."
"Lalu kenapa?" Rara semakin heran.
"Aku sudah beberapa kali bertemu dengannya sebelum ini, awalnya aku tidak yakin jika mereka adalah orang yang sama, tapi saat mendengar namanya barulah aku yakin." Lia menjelaskan pada temannya.
"Lalu apa masalahnya, apa kalian sebenarnya saling mengenal?" Rara belum mengerti maksud Lia.
"Mana mungkin kami saling mengenal, kami bahkan bagaikan langit dan bumi. Jadi beberapa kali dia memesan makanan dan kebetulan aku yang mengantar. Lalu saat aku mengantarkan makanan ke apartemennya, aku melihat dia bersama dengan wanita yang berbeda-beda, dengan pakaian yang sudah tidak lengkap."
Rara cukup mengerti apa maksud temannya, mungkin si Sakka itu sudah berbuat yang tidak-tidak dengan para wanita itu. Makanya Lia seperti memandangnya dengan tatapan penuh selidik dan rasa jijik.
"Baiklah, aku mengerti sekarang tapi kenapa dia sepertinya tidak pernah melihatmu."
"Mungkin karena jika aku sedang bekerja selalu memakai topi jadi dia tidak bisa melihat wajahku dengan jelas."
Lia tidak mau ambil pusing, baginya menghindari pria seperti itu adalah pilihan yang terbaik. Selain dia tidak mau berurusan dengan pria kaya, ia juga tidak suka lelaki yang suka bergonta-ganti pasangan.
"Sudah tidak usah membahasnya lagi, ayo pulang."
Rara setuju, pemikiran Lia juga sangat bagus menurutnya.
,,,
Rara berjalan ke arah ruangan yang di maksud suaminya, katanya pria itu masih belum menyelesaikan persiapannya untuk besok jadi ia menyuruh sang istri untuk menunggunya.
"Apa benar ini ruangannya?"
Rara menoleh kiri kanan takut salah.
"Aku ketuk saja kali ya."
Tok, tok, tok
Klek
Revan membukakan pintu untuk istrinya, " Ayo masuk."
Sebuah ruangan yang tidak terlalu besar, terdapat meja besar dan beberapa kursi mengelilinginya.
"Duduklah," Ujar Revan menyuruh sang istri untuk duduk.
"Sebentar lagi selesai," ujarnya lagi.
Rara mengangguk patuh.
Beberapa menit berlalu, Rara fokus menatap suaminya yang terlihat semakin tampan saat berwajah serius.
"Apa kau lapar," tanya Revan tiba-tiba.
Akan tetapi, suaranya tidak terdengar oleh sang istri yang sedang asyik memandanginya.
Revan yang tidak kunjung mendapat respon dari sang istri pun menoleh.
"Kau tidak lapar," tanyanya lagi.
Rara salah tingkah karena ketahuan memandangi wajah tampan suaminya dan ia menggeleng saja akhirnya.
Sayang sekali, cacing di perut gadis cantik itu tidak sejalan dengan jawabannya.
"Kau bilang tidak lapar tapi perutmu berbunyi."
Revan segera membereskan laptopnya dan memasukkan ke dalam tas.
"Ayo pulang..." ajak Revan.
"Apa sudah selesai kak?" tanya Rara kebingungan.
"Kenapa, apa kau belum puas memandangiku. Melihat wajahku tidak cukup membuatmu perutmu kenyang." Revan menyadari ternyata.
Glek. Rara menelan ludahnya sendiri, ternyata suaminya sadar jika sejak tadi ia terus memandanginya. Pipinya kini merona karena malu.
Saat di parkiran, Rara baru menyadari jika ia tidak melihat Febby sejak tadi. Ia pun bertanya-tanya kemanakah wanita itu, biasanya dia tidak pernah absen untuk menempel pada suaminya.
"Kau suka makan apa?" tanya Revan yang sedang menyetir mobil.
"Ha... apa Kak."
"Apa makanan kesukaanmu?"
Rara tampak berpikir tapi kemudian menyebutkan nama makanan yang ia sukai, tidak hanya satu ternyata tapi beberapa makanan menjadi favoritnya.
"Aku suka makan bakso, nasi Padang, soto... "
Revan cukup terkejut mendengarnya, rupanya sang istri suka jajanan seperti itu.
Makanan yang Rara sebutkan adalah yang pernah ia makan dan ada di sekitar rumahnya.
Revan melajukan mobilnya, mencari tempat yang menyediakan berbagai macam makanan yang seperti istrinya sebutkan.
to be continue...
°°°
...Yuk tinggalkan jejak. Jangan lupa favoritkan juga. Komenin author apa saja yang kalian mau....
...Salam goyang jempol dari author halu yang hobinya rebahan....
...Like, komen, bintang lima jangan lupa yaa.....
...Sehat selalu pembacaku tersayang....