Di sekolah, Dikta jatuh hati pada gadis pengagum rahasia yang sering mengirimkan surat cinta di bawah kolong mejanya. Gadis itu memiliki julukan Nona Ikan Guppy yang menjadi candunya Dikta setiap hari.
Akan tetapi, dunia Dikta menjadi semrawut dikarenakan pintu dimensi lain yang berada di perpustakaan rumahnya terbuka! Pintu itu membawanya kepada sosok gadis lain agar melupakan Nona Ikan Guppy.
Apakah Dikta akan bertahan dengan dunianya atau tergoda untuk memilih dimensi lain sebagai rumah barunya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon yellowchipsz, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Kejar-kejaran!
...٩꒰。•‿•。꒱۶...
...𝙏𝙐𝘼𝙉 𝙆𝙐𝘿𝘼 𝙇𝘼𝙐𝙏 & 𝙉𝙊𝙉𝘼 𝙄𝙆𝘼𝙉 𝙂𝙐𝙋𝙋𝙔...
...© Yellowchipsz...
...—Sesuatu dari dimensi lain sudah menyapa.—...
...٩꒰๑ '∇'๑꒱۶...
Rumah Sakit Permata Laut.\~
Rinai tak jemu menebarkan anugerah yang menjauhkan ketandusan pada Planet Biru milik anak Adam.
Dengan rasa kasihnya, Puri baru khatam menyuapi Lingga bubur yang disajikan oleh ahli gizi di rumah sakit tersebut.
"Buburnya lumayan enak," puji Lingga akan cita rasanya, "tapi gue 'kan nggak sakit. Gue sehat, nih. Kenapa masih dikasih bubur?" Lingga menunjukkan keadaan tubuhnya yang fit kepada Puri.
"Nggak apa, Ga. Kita menghargai pelayanan di sini. Lagipula, udah habis pun buburnya," kekeh Puri yang menjauh sebentar dari Lingga untuk memberesi wadah makan. "Duh, Dikta sama si Guppy lama banget jalan berdua! Udah basi pasti camilannya nanti!" tambah Puri kembali dongkol dan melempar sendok dengan enggan ke mangkuk.
Lingga termenung di bed sembari memperhatikan Puri yang jelita dengan khas rambut bob. Diamatinya gadis itu mengomel sadis, lebih tepatnya seperti memendam kecemburuan.
Puri merasa salah tingkah diperhatikan Lingga terus-menerus. "Kenapa ngelihatin gue kayak gitu, Ga?"
Lingga masih memandang dengan kikuk.
"Kan udah gue jelasin tadi, kalau gue udah nggak ada rasa suka lagi sama Dikta," jelas Puri mengerucutkan bibirnya. "Itu berakhir saat kita masih SMP," lanjut Puri agar dikonfirmasi dengan baik oleh pacarnya yang skeptis.
Seutas senyuman lembut pun Lingga pancarkan sebagai media penghangat hubungan, lalu dia berkata, "Iya. Gue percaya."
...٩꒰๑ '∇'๑꒱۶...
Di lain situasi, Dikta dan Saila baru saja tiba di pelataran area rumah sakit. Keduanya terengah-engah keluar bersama dari mobil disebabkan bilah tajam yang tak berhenti mengejar.
Pancaran cahaya pedang terlukis jelas pada amatan sehingga mereka berdua makin kokoh bergandengan tangan.
"Dikta! Pedangnya ngejar kita sampai ke sini!!!" takut Saila berlari menjejaki larinya Dikta.
Warga rumah sakit sampai tercengang menyaksikan kegugupan yang menerpa dua remaja itu.
Dikta pun sampai galau menilik orang lain tak gentar dengan keadaan. "Saila, apa cuma kita yang melihat pedang itu?"
"Nggak tahu! Tapi dari ekspresi orang-orang, kayaknya pedang itu cuma terlihat oleh kita!" ngos-ngos Saila.
Dikta dan Saila berhasil menaiki lift. Setelah keluar dari sana, mereka terus berlari mencari ruang VIP Siren tempat Lingga dan Puri berada.
Puri mengheboh ketika mendengar derap langkah yang begitu deras menghampiri pintu. Benar saja, dua napas jerih mendobrak dengan kencang.
"Ayo, tutup!" geger Dikta yang berhasil masuk ke ruangan bersama Saila, lalu menutup pintunya diiringi kembang-kempis dada.
Dikta dan Saila sama-sama menyandarkan punggung bergetar mereka pada pintu putih itu.
Keadaan senyap sebentar dibarengi dengan muka saling melongo berempat.
"Kalian berdua kenapa???" tanya Lingga was-was.
"Sssttt!" Dikta meminta Lingga untuk bungkam.
Puri ikut kelimpungan, tapi berupaya meramaikan kembali suasana, "Oy! Oy! Oy! Ini kenapa balik dari beli jajan malah kehabisan napas?" Tiba-tiba di benak Puri malah terbesit sesuatu, "Ah! Gue tahu! Apa kalian kepergok seseorang kalau kalian lagi nganu berdua di mobil?!"
"Nganu apa, Anjir!" sebal Dikta dengan pipi tomat. Sempat-sempatnya Puri berpikiran ke arah sana hingga Dikta berujar keras, "Gue udah mau gila dikejar pedang hantu bang Dirham!"
"APAAA?!!!" kaget Puri dan Lingga dengan nyali menyusut.
Puri melanjutkan histeria menuju ke arah Lingga, "AAA!!! BANG DIRHAM JADI HANTU?!"
Lingga menggeleng dan tentu tidak menyepakati ujaran Dikta. "Eh, Ta! Gue tahu lo tertekan karena luka dan memar di tubuh gue sirna tanpa bekas. Tapi jangan makin gila, lah! Cukup buku bang Dirham yang bikin gue stres. Ini ... hantu bang Dirham pula lo bahas, bikin gue nambah stres!" sewot Lingga menunjuk Dikta yang masih tergugu-gugu di dekat pintu bersama Saila.
Saila menyokong kesaksiannya untuk meyakinkan Lingga dan Puri, "Aku memang nggak dengar suara abang Dirham yang cuma ditangkap oleh Dikta, tapi aku melihat sendiri kalau ada pedang yang ngikutin kami terus!"
Dikta beropini dengan raut ketar-ketir, "K-kayaknya, bang Dirham ... MAU NEBAS KEPALA GUE PAKEK PEDANG ITU GARA-GARA GUE BIKIN NENEK PUSING TERUS!!!"
"ASTAGA!!! Pedang apa'an, Woey?!!!" frustrasi Lingga yang meringis tak mengerti apa-apa.
Tuk. Tuk. Tuk.
Suara ketukan yang amat pelan itu membuat bulu tengkuk Dikta dan Saila mengejang. Mereka berdua beringsut kilat menuju ke arah Puri dan Lingga di dekat bed.
"AAA!!!" teriak Saila refleks bersembunyi di balik badan Puri yang memepet pada Lingga, "Puri! Gantian jagain pintu!"
"Huoy! Kok gue yang ditumbalin?!" rengek Puri yang memucat.
"DIA DATAAANG!!!" panik Dikta memeluk Lingga, lalu ia menyembunyikan kepalanya di sekitar pinggang sang empu.
"Oy, Dikta! Geli!" sebal Lingga antara gugup dan juga takut mendengar ketukan berirama yang tiada henti itu.
Puri mendadak pura-pura berani untuk membuat semuanya terkesan. "Tenang, Guys. Mungkin itu perawat jail. Gue buka 'ya pintunya."
"NGGAAAK!" larang Dikta yang makin belingsatan memeluk Lingga dengan ratapan memohon, "SELAMATKAN GUE, LINGGIS!!!"
Lingga meronta dan kegelian di bagian pinggang, "Ahahaha! Hoy, Manik-manik! Lo meluk, apa mau makan tulang rusuk gue?! Udah sinting lo, ya! Lo tuh makhluk yang paling ditakutin geng Skull sesekolahan. Kenapa sekarang keberanian lo jadi amblas macam eek???"
"Masalahnya," ungkap Dikta ngeri, "yang kita hadapin sekarang ini tuh hantu bang Dirham, Oy!"
Saila sempat-sempatnya mentertawai momen Dikta dan Lingga yang begitu rusuh berpelukan di bed, "AHAHAHAHAH!"
Puri membentak, "Stop ketakutan lemah kalian! Gue bukti'in omongan kalian salah besar! Bang Dirham 'kan baik, nggak mungkin dia jadi hantu jahat!" Puri menyembunyikan rasa jantungan demi terlihat berani menghampiri pintu.
Belum sempat Puri berjalan sampai lima langkah, sebuah pemandangan pedang transparan menembus pintu berhasil membuat ruang VIP Siren gempar serumah sakit.
"AAAAAA!!!" teriak gila mereka berempat memencar ke segala arah.
Wujud pedang itu melayang-layang di sekitar plafon. Berikutnya, benda asing tersebut meluncur ke arah empat manusia yang sedang dilanda badai ketakutan.
"HUAAAA!" jerit Saila yang berhasil masuk ke bawah kolong bed dengan jantung yang hampir terpacul.
"TOLOOONG!!!" panik Lingga sampai terjun dari bed dan menyeret tiang penyangga infus sampai ke sudut dinding, "I-itu Hantu Setan Iblis Pedaaang!!! Kiriman santet dari siapa, Oy?!!!"
"Santeeet?!" histeris Puri yang berhasil menyuruk ke bawah kolong bed menyusul Saila.
Saila menjawab, "Udah Dikta bilang tadi kalau Itu pedang bang Dirham!"
Dikta yang bersembunyi di balik gorden pun berpikiran bahwa pedang itu seperti ingin bermain-main. Jika bisa menembus pintu seperti itu, bisa saja pedang tersebut menembus mobil Lingga sewaktu di perjalanan. Namun, kenapa pedang itu berkehendak menerobos ruangan ini?
Pedang itu kayak sengaja mau bikin kami berempat heboh? batin Dikta menimang-nimang hal tersebut.
Lingga mengerling takut ke arah pedang yang melayang pelan. Dia menyatukan kedua tangannya yang gemetar seraya memohon, "Bang Dirham! Maafin gue karena udah sempat ngatain Abang! Gue cuma stres gara-gara buku itu!"
Kemudian, terjadi perdebatan dan aksi dorong-dorongan kecil antara Saila dan Puri yang tersesak berdua di bawah kolong bed.
"Ugh, sempit!" sebal Saila mendempetkan kepalanya ke dada Puri yang empuk, “Wiiih, enak baring di sini.”
"Argh! Menyingkir dari gue, dasar Guppy Mesum!" protes Puri yang mengap-mengap.
"Kamu yang mesum duluan karena udah nyubit susu berharga Dikta!" gerah Saila membela diri.
"Hisss, Guppy sialan! Dikta itu punya gue! Jadi, suka-suka gue 'lah mau apain susunya!" lawan Puri menempeleng kepala Saila.
"Aaargh!" geram Saila tidak ikhlas, "Susu Dikta punyaku!" Dia mencubit-cubit kecil lengan Puri.
"Au! Punya gue, Kamvret!" tepuk Puri pada lengan Saila.
"Huaaa, punyaku!" rengek Saila yang menepuk lebih banyak badan Puri sehingga mereka melancarkan aksi tepuk-tepukan gila di bawah bed.
Sementara itu, Dikta berlari nanar ke arah jendela bening lebar yang masih terkunci. Dia mulai menarik kuncinya dengan rupa berserah. Sadar mereka berada di bagian gedung penyembuh sakit yang raya, mobil terlihat seperti bebatuan dari atas sini.
"Dikta!" panggil Puri nongol dari bawah bed, "Ngapain lo buka jendela?!"
Dikta dengan frustrasi menjawab, "Maaf semuanya. Mungkin inilah akhir hidup seorang Radikta Manik. Bye, World! Gue nggak sanggup abang gue jadi hantu sendirian. Jadi, gue mau nyusul biar bisa nemenin dia!"
"OY, UDAH GILA SAMPAI KE CAIRAN OTAK YA LO!" amuk Lingga kebingungan, "Ini ceritanya gue yang nggak jadi mati, tapi elo yang mati, Ta?!"
"DIKTA, JANGAN BUNUH DIRI!!!" cemas Saila yang keluar dari bawah bed, lalu dia berlari ngos-ngosan ke arah jendela untuk menarik lengan Dikta yang pasrah.
"Jangan tinggalin gue!" rengek Puri yang menyusul keluar dari bed.
Pedang itu memancarkan cahaya putih dari sayap yang muncul pada batang silang didekat gagangnya. Di saat empat manusia ketakutan itu saling menghimpit di sudut dinding, dia berniat meluncur lagi.
Teriakan gempar mereka tak terputus saking ngerinya, lalu keadaan berubah hening saat mamanya Saila masuk ke ruangan.
"Ada apa ini???" tanya Nyla cemas melihat ruangan menjadi awut-awutan.
Bersambung ... 👑