Keenan Arka Adrian, pemuda berusia hampir 21 tahun. Mengalami sebuah masalah yang membuatnya harus berjuang keras guna membayar kuliah. Pekerjaannya sebagai model pun sedang sepi Job.
Sementara ia membutuhkan uang dalam jumlah besar. Guna menutupi hutang orang tuanya dan juga membiayai pengobatan sang ayah tiri yang selama ini sudah mengasuhnya seperti anak sendiri.
Di lain pihak, Amanda Marcellia. Seorang CEO dari grup perusahaan ternama. Yang selama hampir 31 tahun hidupnya tidak pernah terpikir untuk menikah dan menganggap jika laki-laki itu tidaklah penting.
Amanda tiba-tiba saja ingin memiliki anak. Ia ingin ada penerus bisnisnya di kemudian hari. Namun Amanda tidak mau terikat pernikahan secara resmi. Tetapi ia juga tidak mau memiliki anak di luar nikah.
Akhirnya ia memutuskan untuk mencari laki-laki yang mau menikah siri dengannya dan memberinya anak. Tentu saja dengan bayaran yang tinggi.
Pada saat yang bersamaan, ia bertemu dengan Kenan Arka Adrian. Yang juga tengah mencari pekerjaan tambahan.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Pratiwi Devyara, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Salah Paham Lagi
Arka membantu ibunya mempersiapkan segala sesuatu. Mulai dari memasang tenda, mengatur tata letak kursi, menambah lampu dan lain-lain. Ia dibantu banyak tetangga sekitar.
"Nak Liana, jangan pulang dulu ya." ujar ibu Arka pada Liana yang saat ini tengah mengiris sayuran, bersama Rianti dan anak-anak gadis tetangga lainnya.
"Iya bu." ujar Liana.
Beberapa menit yang lalu ia mengatakan pada Amanda jika ia tak enak langsung pulang, karena ada banyak pekerjaan disini. Amanda bilang, tidak apa-apa jika Liana ingin membantu. Amanda akan memberikan uang saku tambahan dan tentu saja Liana sangat senang.
"Mbak Liana, udah berapa lama pacaran sama mas Arka?" tiba-tiba Rianti melontarkan pertanyaan. Liana pun terkejut mendengar hal tersebut.
"Mmm, itu..."
"Ibu suka sama kamu, Liana " Ibu Arka berujar penuh senyuman.
"Kamu anaknya baik dan sederhana, Arka harus punya istri yang seperti kamu. Tapi jangan buru-buru menikahnya, saling mendewasakan dulu."
Ibu Arka kembali tersenyum. Sementara Liana tak punya pilihan lain selain ikut tersenyum pula.
Malam itu acara syukuran berlangsung khidmat. Rio datang tapi tidak dengan Doni. Doni beralasan jika ia sudah ada janji dengan orang tuanya dan Arka pun memaklumi.
Ketika tiba dikediaman Arka, Rio sempat terkejut dengan kehadiran Liana. Karena memang sejak hari pernikahan Arka dan Amanda, Liana sudah mencuri perhatian Rio.
Namun malam itu, agaknya Rio tak menyadari jika telah terjadi sebuah kesalahpahaman. Orang tua Arka mengira jika Liana adalah pacar Arka. Ketika acara tersebut usai, Rio berpamitan. Tak lupa ia melirik ke arah Liana sebelum pulang.
"Jagain, Ka." ujar Rio.
"Jagain apaan?" tanya Arka.
"Jodoh gue." Rio tertawa.
Sementara kini Arka melirik ke arah Liana, ia tau apa maksud dari perkataan Rio barusan.
"Hati-hati, bro." ujar Arka kemudian.
"Sip."
Rio pun pergi meninggalkan tempat itu. Tiba-tiba Amanda menelpon.
"Ka."
"Iya."
"Aku ke kota tua ya."
"Ngapain?. Dianter siapa?"
"Dianter supir, aku kebayang-bayang kerak telor sama sosis kemaren masa."
"Kan kamu bisa pesan pake ojek online, Amanda. Banyak koq yang jual."
"Ya, tapi aku pengennya yang disitu. Pengen makan ditempat juga."
"Ya udah, ya udah. Nanti aku samperin ya, aku nganter Liana dulu."
"Kalau kamu capek nggak usah, Ka. Biar aku pulang sama supir aja."
"Nggak, nanti aku samperin. Supirnya jangan suruh pergi dulu sebelum aku sampe, biar bisa jagain kamu. Oke?"
"Oke, aku tunggu ya Ka."
"Iya, hati-hati"
"Iya."
Arka menutup telpon dan kembali pada ibunya yang masih mengobrol dengan beberapa orang diluar, termasuk Liana.
"Gimana, Li?. Udah siap?" tanya Arka.
Liana mengangguk.
"Ini dibawa pulang ya, Li."
Ibu Arka memberikan sebuah plastik besar berisi makanan pada Liana.
"Banyak banget bu?" ujar Liana memperhatikan makanan tersebut.
"Nggak apa-apa. Buat kamu makan bareng teman kamu atau siapa di kosan."
"Makasih ya, bu." ujar Liana kemudian. Ia pun mencium tangan ibu Arka.
"Pa, ini Liana mau pulang." ujar Arka pada ayahnya. Ayahnya pun mendekat.
"Hati-hati dijalan ya, nak Liana."
"Iya, pak. Liana pulang dulu ya pak." Liana mencium tangan ayah Arka.
"Arka nanti naik apa?" tanya ibunya.
"Mmm, paling taksi bu didepan." ujar Arka.
"Kenapa nggak pesan online aja, biar dijemput disini."
"Eee nggak apa-apa bu, didepan aja." ujar Arka lagi.
Mereka pun lalu berjalan meninggalkan rumah.
"Tadi cerita apa aja, Li." tanya Arka, ketika mereka sudah didalam mobil.
"Mmm, banyak. Ibu kamu nanyain aku tinggal dimana, nanyain kuliah juga sama kerjaan. Ada yang aku bisa jawab, ada yang bingung." ujar Liana setengah tertawa.
"Maaf ya, Li. Ibu aku emang suka gitu orangnya."
"Nggak apa-apa koq, aku seneng."
"Kita ambil jalur dari kiri ya." ujar Arka.
"Iya, langsung ke kost an ku aja nanti." ujar Liana kemudian.
Mobil pun mulai merayap, Arka berjalan dengan kecepatan sedang. Karena Liana mengatakan jika dirinya takut, berada di dalam kendaraan yang melaju kencang.
Mereka berbincang didalam mobil sambil tertawa-tawa, sampai kemudian mereka pun tiba di kosan Liana. Arka membukakan pintu untuk gadis itu, dan entah mengapa kini Liana terdiam menatap Arka. Seolah ia baru pertama kali diperlakukan seperti itu oleh laki-laki.
Arka mengulurkan tangannya, lalu Liana menyambut dan menerima hal tersebut. Ia kemudian berdiri dengan bertumpu pada tangan Arka.
"Aku pulang ya." ujar Arka kemudian.
Liana mengangguk.
"Salam sama bu Amanda." ujar Liana.
Kali ini Arka mengangguk, ia pun bersiap masuk ke dalam mobil. Namun kemudian,
"Buuuk."
"Aaaaa."
"Dasar cewek murahan lo."
Liana berteriak ketika seorang laki-laki datang dan secara serta merta memukul wajahnya. Arka yang masih ada ditempat itupun naik pitam.
"Heh, apa-apaan lo?"
"Buuuk."
"Buuuk."
Arka balas memukul laki-laki itu. Liana makin berteriak, sehingga mengundang perhatian para penghuni kost. Mereka semua keluar dan mencoba memisahkan.
"Ngapain lo mukul perempuan, bangsat?" teriak Arka pada laki-laki itu.
"Dia cewek gue, terserah gue, hak gue. Emangnya lo siapanya dia?"
"Gue pacarnya yang baru, puas lo."
Arka mengatakan itu secara serta merta. Dengan maksud agar laki-laki itu segera pergi dan tak lagi mengganggu Liana.
Namun laki-laki itu kembali menggapai Liana dan memukulnya berkali-kali. Arka pun tak tinggal diam, ia menarik dan menghajar pacar Liana tanpa ampun.
Sampai warga kosan yang semuanya perempuan itu pun turun tangan. Mereka menarik paksa pacar Liana dan menghakiminya.
"Lo biasa aja dong, mas. Gue teriakin maling tau rasa lo. Kasar banget jadi cowok."
Para penghuni kosan memukul dan mengusir pacar Liana tersebut, hingga ia terdesak keluar pagar.
"Dasar murahan lo, Liana. Mentang-mentang itu cowok bermobil, matre lo dasar. Lo itu udah nggak perawan, tau diri." teriaknya
Liana menangis, ia kini berada dalam perlindungan ibu kost.
"Li, kamu nggak apa-apa?" tanya Arka.
Liana menggeleng. Kini ia dibawa ke teras kosan untuk ditenangkan.
"Itu tadi pacar kamu?" tanya Arka pada Liana yang masih syok.
Liana mengangguk sambil mengusap air matanya. Salah satu warga kost memberikan ia air minum.
"Dia emang kasar gitu orangnya, dari dulu."
Liana makin terisak.
"Nggak pernah berubah." lanjutnya kemudian.
"Udah berapa lama kalian pacaran?" tanya Arka.
"Empat tahun."
"Sering dia begitu?" tanya Arka lagi. Liana mengangguk.
"Dia kayak gitu karena kamu yang membiarkan." Lagi-lagi Arka berujar.
Kali ini Liana menatap Arka.
"Kalau kamu nggak pengen lagi diperlakukan seperti ini, kamu harus ambil keputusan. Cuma kamu yang bisa menyudahi semua ini."
Liana tertunduk, selama ini memang dialah yang selalu memberi kesempatan pada laki-laki itu, meskipun ia selalu bersikap kasar. Liana selalu tak bisa berada jauh, dengan alasan terlanjur sayang.
"Arka kemana sih, lama banget." ujar Amanda sambil memakan sosis bakar disisi supirnya, yang juga ia paksa untuk makan.
Ini adalah tusuk yang ke tiga yang Amanda makan, padahal sosis tersebut besar ukurannya. Jika ia dalam keadaan normal, harusnya ia sudah merasa kenyang. Namun karena ada bayi lapar didalam perutnya, Amanda jadi seperti merasa belum apa-apa.
"Pak, makan lagi pak. Pesan lagi tuh!" Amanda memaksa supirnya.
"Udah bu, kenyang. Saya tadi tuh udah makan loh, sebelum jemput ibu. Makan nasi padang lagi saya."
"Ih, si bapak mah. Atau kalau bosen, beli yang lain gih pak!"
"Beneran, bu. Saya udah nggak kuat makan terus, saya tinggal ngerokok dulu ya bu."
"Ya udah, saya disini ya." ujar Amanda. Supir itu pun kemudian menjauh untuk merokok.
Menit berlalu, sebuah langkah turun dari mobil yang terparkir. Lalu langkah itu menapaki tiap jengkal kawasan sisi timur kota tua. Langkah yang dulu seringkali berpijak di tanah ini setiap pulang sekolah.
Langkah yang selalu tertuju pada suatu sudut, dimana matanya bisa bertemu pandang dengan seseorang. Tiba-tiba langit gelap dan hujan pun turun, namun si pemilik langkah tak gentar.
Ia hanya mengembangkan payungnya dan terus melaju. Memang suasana seperti inilah yang ia inginkan, karena seperti mengingatkannya pada masa lalu.
Sementara dilain pihak, supir Amanda berlarian untuk memayungi wanita itu lalu membawanya menuju mobil. Amanda melangkah, namun kemudian entah mengapa ia menoleh pada sosok yang kini berpapasan dengannya.
Sosok itu melangkah dalam dinginnya hujan. Dengan langkah tegap, tenang. Seolah menikmati setiap terpaan yang jatuh ke bumi.
Sang supir menarik Amanda untuk segera bergegas, wanita itupun kembali melangkah. Dan pada saat ia memalingkan wajahnya, laki-laki itu menoleh. Ia melihat Amanda yang perlahan menjauhinya.
"Degh."
Lalu hatinya pun bergetar.
udh brp kali yaa baca ini
best, stelah delil nih si kembar
aku suka
. Suwun thor
Bagus bannnnnnget