Berondong Bayaran, CEO Cantik
Pagi itu, disebuah penthouse mewah yang letaknya di lantai paling atas sebuah gedung. Seorang wanita cantik berusia hampir 30 tahun, bangun dari tidurnya yang lelap.
Ia melangkah menuju dapur, menyiapkan segelas kopi hangat, lalu membawanya berjalan. Ia menuju ke sebuah spot di dekat kaca besar, yang menyajikan pemandangan ke arah gedung-gedung tinggi menjulang.
Amanda Marcelia Louis, begitulah nama wanita itu. Ia duduk di sebuah sofa dan meletakkan kopi paginya ke atas meja.
Tangan kanan wanita itu lalu meraih sebuah tablet yang berada tak jauh dari sana. Ia pun lalu membuka media berita dan membaca kabar apa saja yang terjadi pagi itu.
Setelah beberapa paragraf ia mulai meminum kopinya, kemudian lanjut mencari artikel-artikel lain yang menurutnya menarik untuk dibaca.
Ketika hampir 30 menit berlalu, Amanda kemudian berjalan menuju kamar mandi. Melepaskan pakaian tidur yang menutupi tubuhnya, hingga terjatuh ke lantai.
Ia masuk ke dalam shower room dan menyalakan keran. Air hangat menerpa tubuhnya yang mulus dan sexy. Tak lupa ia juga membasahi rambutnya yang panjang dan lebat.
Ia menyemprotkan shower gel pada shower puff, lalu menyapukan busa yang dihasilkan ke seluruh tubuh. Kini kulitnya yang berwarna putih bersih terlihat penuh dengan sabun.
Usai membersihkan diri, ia mengeringkan rambutnya dengan hairdryer. Memakai body butter beraroma musk, ditambah parfum dengan wewangian yang sama.
Ia lalu beralih ke lemari dan memakai pakaian kerjanya. Sebuah dress bodycon yang memperlihatkan lekuk tubuhnya yang sexy. Kemudian dilapisi dengan blazer berwarna hitam, serta high heels berwarna senada.
Lalu ia beralih ke meja rias dan memakai serum, sunscreen, serta cushion. Sesaat setelahnya ia tampak mengoleskan eyeliner pada kedua kelopak matanya. Serta tak lupa sentuhan warna lipstik yang merah menyala.
Sebuah aturan yang terbalik bagi sebagian perempuan. Dimana mereka biasanya memakai makeup terlebih dahulu, sebelum mengenakan pakaian. Tetapi Amanda tidak peduli sama sekali.
Jika ingat ia akan memakai makeup terlebih dahulu. Namun jika tidak, ya seperti inilah adanya. Menurutnya hidup itu harus sekali-sekali mendobrak aturan, meskipun itu memiliki resiko.
Usai meraih tas kerjanya yang seharga ratusan juta, wanita itu lalu melangkah. Di bawah penthouse sebuah mobil sudah dipersiapkan untuknya. Seorang supir membukakan pintu mobil tersebut dan Amanda pun masuk kedalam.
Perjalanan pagi itu cukup lancar. Saat tiba di kantor, ia sudah ditunggu oleh banyak karyawan. Mereka semua berdiri sekedar untuk menyapa atasan mereka tersebut.
Amanda yang cantik berjalan dengan penuh wibawa, serta senyum tipisnya yang disebar kemana-mana. Membuat banyak karyawan laki-laki yang masih single berkhayal untuk menjadi pasangan wanita itu.
***
Sementara di sudut lain ibu kota, seorang pemuda tampan berusia hampir 22 tahun bernama Keenan Arka Adrian. Tampak tengah duduk di samping ayah tirinya, yang kini terbaring dirumah sakit.
Laki-laki itu terlihat lemah, karena penyakit ginjal yang diderita sejak lama telah menggerogoti tubuhnya.
"Pa, papa gimana sekarang?" tanya pemuda itu.
Ia tau jika kondisi sang ayah tiri memburuk dari hari ke hari. Namun ia selalu berharap akan adanya keajaiban di setiap harinya itu.
"Papa baik-baik aja, Arka. Kamu nggak usah terlalu memikirkan papa, pikirkan saja kuliah kamu."
"Tapi, pa. Arka mau papa sembuh."
"Sudah sulit nak, ginjal papa sudah parah. Paling ya, cuci darah begini lah yang bisa dilakukan. Mau ganti ginjal pun, kita akan butuh biaya besar. Lagipula mesti ada pendonor yang cocok. Ada uang tapi pendonornya nggak ada, ya percuma juga."
"Papa jangan putus asa begitu, Arka mau koq mendonorkan ginjal Arka buat papa."
Perkataan tersebut membuat sang ayah tiri cukup tersentak.
"Kamu jangan konyol Arka, hidup kamu masih panjang. Kamu masih membutuhkannya, biarin papa begini. Toh juga kalau papa meninggal, kamu dan ibumu nggak akan punya beban lagi."
"Arka nggak suka papa ngomong begitu."
Raut wajah Arka berubah marah, sekaligus sedih.
"Arka akan tetap berusaha supaya papa sembuh. Kalau papa nggak mau ginjal Arka, Arka akan usahakan cari uang dan juga pendonor lain."
"Arka..."
"Pa, udah!. Nggak usah ngomong lagi!. Papa udah menyelamatkan ibu yang dulunya hamil diluar nikah dan tinggalkan oleh pacarnya. Papa udah menghidupi kami berdua selama ini, dan sekarang giliran Arka membalas budi ke papa. Arka nggak mau denger papa membantah Arka lagi, Arka sayang sama papa."
Air mata merebak di pelupuk mata sang ayah tiri. Tak disangkanya anak yang dulu ia selamatkan statusnya lantaran si ibu hamil diluar nikah, kini telah tumbuh menjadi anak yang begitu baik.
23 tahun yang lalu, ia menemukan ibu Arka ingin bunuh diri. Lantaran wanita itu hamil dengan seorang pria asing atau bule, dan bule tersebut pulang ke negaranya tanpa kabar. Ia lalu bersedia memberi tempat tinggal kepada wanita itu dan mengurus keperluannya.
Namun karena banyaknya cibiran tetangga kala itu, ia pun lalu menikahi ibu Arka untuk menghindari fitnah. Ia bermaksud menceraikan ibu Arka, saat Arka sudah lahir.
Karena ia tahu ibu Arka dan dirinya tidak saling mencintai. Namun lambat laun cinta itu pun tumbuh, dan mereka akhirnya berumah tangga hingga kini.
"Ibumu baik-baik aja kan?" tanya ayah tiri Arka sekali lagi.
"Baik-baik aja, pa. Ada Rianti yang nemenin ibu. Nanti malam ibu kesini, soalnya masih harus jualan kalau jam segini." jawab Arka.
"Apa rentenir itu masih datang?"
Ayah tirinya melontarkan pertanyaan yang membuat Arka mendadak terdiam. Sebelum pergi kesini tadi, ia dan ibunya sudah berhadapan dengan rentenir yang dimaksud.
Mereka sudah memaksa untuk menyita rumah yang kini ditempati keluarga Arka. Namun ibunya masih meminta keringanan.
Karena rumah itu satu-satunya milik mereka yang masih tersisa hingga kini. Pasca usaha ayahnya bangkrut dan jatuh sakit, hidup keluarga Arka jadi berubah total. Mereka banyak hutang dimana-mana termasuk pada rentenir.
Sebenarnya Arka sendiri berprofesi sebagai aktor, model, dan bintang iklan. Namun beberapa waktu belakangan ini job di dunia entertaintment memang sedang sepi.
Selain karena Arka adalah pendatang baru yang saingannya lumayan banyak, ia pun masih fokus pada kuliahnya yang sudah hampir memasuki tahun terakhir. Ia tak bisa membantu banyak untuk menutupi keuangan orang tuanya.
***
"Bu Amanda, ada perempuan bernama Rani di lobi. Katanya teman ibu dan sudah membuat janji untuk ketemu."
Pia Sekretaris Amanda memberitahukan perihal adanya seseorang, yang menunggunya di lobi. l
"Oh, suruh dia masuk kesini!" perintah Amanda.
"Baik, bu."
Pia beranjak.
"Eee, Pia."
"Iya bu."
"Minta tolong ya, bilang ke office boy. Beliin susu ibu hamil lima kaleng besar."
"Oh, oke. Merk apa bu?" tanya Pia.
"Apa aja yang menurut kamu bagus, saya nggak ngerti soalnya. Itu nanti buat Rani." jawab Amanda.
"Baik bu."
Pia pun menutup pintu ruangan Amanda, wanita cantik itu lanjut fokus pada pekerjaannya. Tak lama kemudian Pia kembali masuk dengan membawa Rani.
"Man."
Sapa Rani pada Amanda.
"Ran."
Amanda beranjak, seketika Rani pun menghambur memeluknya. Lalu wanita itu menangis sesenggukan di pelukan Amanda.
Tak lama berselang, setelah Rani mulai tenang, mereka kemudian duduk di sofa ruang kerja Amanda.
"Gue kan udah pernah bilang sama lo, dari dulu. Jangan menikah buru-buru cuma karena takut omongan tetangga, cuma karena orang tua lo maksa-maksa. Sekarang kayak gini kan kejadiannya, lo ditinggalin. Mana lo nggak punya kerjaan, karena dulu nurutin omongan dia supaya berhenti kerja."
Air mata Rani kembali mengalir. Ia pun mengusapnya dengan tissue yang diberikan oleh Amanda.
"Gue nyesel nggak dengerin omongan lo dulu, Man. Karena gue nggak nyangka David akan selingkuh, dan ninggalin gue sama anak-anaknya demi cewek lain."
Rani kembali menghapus air matanya. Sementara Amanda masih menatap wanita yang saat ini tengah hamil tujuh bulan itu.
Rani dan suaminya bertemu di SMA, Rani sangat dimabuk cinta sejak pandangan pertama. Bahkan walaupun David kasar serta sudah sering memukul sejak jaman masih pacaran, Rani tetap bertahan.
Ia berharap kelak saat menikah dan punya anak, kekasihnya itu akan menjadi lebih baik. Tapi sampai sudah mau punya anak tiga pun, tak ada tanda-tanda pria itu akan berubah. Malah sekarang Rani di selingkuhi.
"Terakhir lo dipukulin lagi?" tanya Amanda.
Rani mengangguk, wajah perempuan itu kini tertunduk.
"Bahkan dia hampir nendang perut gue didepan anak gue, Rasya sama Rania." jawab Rani.
Amanda menghela nafas, antara kesal namun juga kasihan. Ia kesal pada kebodohan Rani, tapi juga iba melihat kondisi sahabatnya itu.
"Ran, Ran. Udah berbusa mulut gue ngomongin lo. Jangan pernah berharap cowok kasar bakalan berubah, hanya karena menikah dan punya anak. Sampe kapanpun mereka akan tetap seperti itu, kecuali udah jompo." ujar wanita tersebut.
Sementara Rani kini diam dan menunduk.
"Sekarang terbukti kan omongan gue." tukasnya lagi.
Hening, tak ada jawaban. Hanya air mata Rani saja yang terus mengalir.
"Mana suami lo suka kasar depan anak. Lo secara nggak langsung udah ngajarin Rasya, untuk berlaku kasar juga sama wanitanya di kemudian hari. Anak itu belajar dari apa yang dia lihat dari orang tuanya, Ran. Dan lo juga ngajarin Rania, untuk jadi wanita yang mau aja diperlakukan kasar oleh laki-laki."
"Gue sekarang udah bener-bener sadar, Man. Gue udah mengajukan gugatan cerai. Tapi lo tau sendiri kalau lagi hamil begini, belum bakal dikabulkan pengadilan biasanya. Kadang juga gue masih inget sama dia, gue masih ada perasaan sayang sama dia Man."
"Yang lo inget itu, adalah dimana ketika lo di belai-belai karena dia butuh tidur sama lo. Semua laki-laki juga kalau butuh hubungan biologis, ya baik sama pasangannya. Sifat aslinya adalah diluar kepentingan itu." ujar Amanda.
Rani menyeka lagi air matanya.
"Coba kalau dulu lo nggak buru-buru memutuskan menikah dan lo berkarier. Lo nggak akan sekalut sekarang, mana nyokap lo udah sakit-sakitan lagi."
"Makanya gue minta kerjaan sama lo. Dulu gue sempet kerja sebentar, gue punya pengalaman. Gue pilih jadi ibu rumah tangga itu karena David yang nyuruh." ucap Rani.
"Gue pikir buat berbakti sama suami. Tapi ternyata dia selalu menuduh gue ngabisin duit dia. Padahal gue udah sehemat mungkin menekan pengeluaran tiap bulan." lanjutnya kemudian.
"Belum lagi emak dan saudara perempuannya ngerecokin rumah tangga lo melulu kan?" tanya Amanda.
"Ngatain lo menantu nggak guna, nggak kerja. Padahal anaknya sendiri yang nyuruh lo jadi ibu rumah tangga. Ipar lo juga dikit-dikit nyindir di sosmed. Tau semua gue." imbuh wanita itu.
Rani mengangguk, karena semua itu memang benar adanya. Sebab ia selalu curhat pada Amanda mengenai keadaan rumah tangganya selama ini.
Tak lama kemudian office boy datang dan membawakan minuman, serta susu ibu hamil yang tadi diminta oleh Amanda.
"Bu, ini yang ibu minta tadi." ujar office boy tersebut.
"Makasih ya, Win." jawab Amanda.
"Sama-sama bu, permisi!"
"Nih lo minum dulu!"
Amanda menyerahkan segelas jus buah pada Rani, sesaat setelah office boy itu berlalu.
"Ini juga ada susu hamil buat lo bawa pulang." tukas wanita itu lagi.
Rani makin menangis.
"Dia pergi gitu aja, Man. Nggak ada kasih nafkah buat Rasya dan juga Rania, atau buat anaknya yang belum lahir ini. Bahkan susu hamil aja gue nggak kebeli." ujarnya terisak.
"Udah, lo nggak usah nangis lagi!. Gue yang akan membiayai hidup lo selama lo hamil sampe melahirkan. Ntar kalau udah ngelahirin, anak lo udah umur 10 bulan atau setahun, lo bisa kerja disini." ucap Amanda.
"Ntar gue bayarin baby sitter buat lo selama satu tahun ke depannya, terhitung hari pertama lo kerja. Tahun berikutnya lo bayar sendiri pakai gaji lo. Asal lo kerja bener, gue bisa kasih lo gaji tinggi." lanjutnya kemudian.
Rani kembali hendak menangis, namun kemudian Amanda memeluknya.
"Udah Ran, ada gue. Kasian anak lo kalau ibunya stress. Selama gue masih ada, lo dan anak lo nggak akan gue biarin kelaparan atau kekurangan."
"Makasih, Man. Lo temen yang selalu ada buat gue."
Amanda mengusap punggung Rani agar wanita itu menjadi lebih tenang.
***
Di sebuah Universitas.
"Lo kenapa dah, bro?" tanya Doni pada Arka yang tengah diam seolah memikirkan sesuatu. Disisi Doni ada Rio yang juga kini tengah memperhatikan Arka.
"Mikirin bapak gue." jawab Arka dengan suara pelan.
"Bapak lo masuk rumah sakit lagi?" tanya Rio.
Arka mengangguk.
"Kondisinya makin parah malah. Kalau gue punya duit banyak aja, udah gue cari siapa yang mau donor ginjal buat dia. Mana hutang nyokap gue juga numpuk, kerjaan sepi."
"Sabar, bro. Lo udah coba ikut casting lagi?" tanya Rio
"Udah, tapi belum dapet. Tau sendiri siapa yang paling sering dapet castingan."
Arka melirik pada seseorang yang baru saja melintas.
"Iya sih. Dari manajemen kita, si Robert mulu yang dapet job." ujar Rio.
"Ada main kali dia sama manajer kita." celetuk Doni.
"Tau dari mana lo?" tanya Arka heran.
"Ya kali aja, siapa tau. Soalnya dia mulu yang di prioritaskan sama pak Jeremy dan pak Philip. Kali aja ada udang dibalik tepung kanji." jawab Doni.
"Lengket dong." canda Rio.
"Yoi, lengket. Jaman sekarang mah apa juga dilakukan buat cepet tenar. Lawan jenis, sesama jenis juga diembat, biasalah." Doni sewot panjang lebar.
"Apa juga dilakukan ya, bro." tukas Rio.
"Eh, bro. Lo butuh duit banyak kan sekarang?” tanya Doni pada Arka.
"Iya." jawab Arka sambil menyalakan sebatang rokok.
"Kenapa lo nggak nyari petinggi production house aja, buat lo gebet. Biar lo dikasih job sekaligus duit." ujar Doni lagi.
"Kan petinggi PH rata-rata laki, bro." ujar Arka.
"Ya nggak apa-apa, jaman sekarang mah udah biasa kali."
"Heh gue bukan elo ya, yang depan-belakang bisa semua."
Kali ini Arka sedikit tertawa, akibat ucapannya sendiri.
"Ya udah, lo cari tante aja." celetuk Rio.
"Gue setuju." Doni sepakat dengan Rio.
"Maksudnya, gue pacaran sama tante-tante gitu?" tanya Arka tak mengerti.
"Iya, tapi yang tajir." ujar Doni kemudian.
Arka makin tertawa.
"Lo kan ganteng, bro. Badan atletis, tinggi, nge-gym pula, kulit lo rada coklat, muka lo semi Latin. Laku lo pasti." Rio bersemangat.
"Bisa-bisanya lo berdua sebagai temen ngasih solusi yang membagongkan model begitu." ujar Arka.
"Duitnya kenceng, bro." tukas Doni.
"Lo tau Luke, temen gue yang anak fakultas teknik?" lanjutnya lagi.
"Iya tau, yang pake tesla item kan?" tanya Arka.
"Nah iya, lo pikir itu tesla dapet dari mana?" Doni balik bertanya.
"Dari mana emang?" Arka mengerutkan dahi.
"Tantenya lah." jawab Doni.
"Dia di piara?" tanya Arka tak percaya.
"Lo pikir dia anak orang kaya?" Doni melempar balik pertanyaan.
"Maybe." jawab Arka.
"Kagak ege, sebelum itu orang tuanya kang gorengan. Menang gen doang bagus, makanya ganteng. Abis itu dia ketemu itu si tante-tante kaya. Dibeliin lah apartemen, mobil gonta-ganti, duit ngalir terus. Sekarang orang tuanya buka usaha jual beli mobil bekas." ucap Doni.
"Gue nggak mau ah, ntar tantenya malah ngatur-ngatur hidup gue lagi. Gue masih bisa berusaha dengan cara lain." ujar Arka.
"Lu mah sayang, bego." Rio menimpali.
"Ganteng begitu. Gue kalau jadi lo, gue cari tante paling kaya dan gue pacarin." lanjutnya lagi.
"Yoi, udah enak, dibayar lagi. Cuma belai-belai dia doang sama antar-jemput. Paling ekstrim ehem-ehem di ranjang. Itu juga enak." Doni menambahi.
Arka tertawa saja dengan tingkah kedua temannya itu.
***
Sementara di kantor, Amanda kini masih berbincang dengan Rani. Tak lama kemudian Nindya teman mereka yang sudah lama menetap di Australia pun datang.
Meski sejujurnya telah janjian sejak semalam, namun baik Amanda maupun Rani tetap bersemangat. Karena sudah bertahun-tahun tak saling bertemu dengan Nindya.
"Nindy."
Amanda dan Rani bersorak kegirangan ketika Nindya masuk. Mereka bertiga pun saling berpelukan. Suasana bertambah haru ketika Nindya ternyata membawa serta kedua anaknya, Michelle dan Harlen. Buah pernikahannya dengan lelaki asal Australia.
Mereka bertiga saling melepas rindu. Nindya juga sudah diberitahu perihal yang dialami oleh Rani, dan ia pun sangat bersimpati.
Setelah beberapa saat Rani akhirnya pamit terlebih dahulu, karena ia meninggalkan dua anaknya pada sang ibu yang sedang sakit-sakitan. Sementara itu kini Amanda dan Nindya melanjutkan obrolan sambil makan siang, di restoran yang berada di bawah kantornya.
"Lo nggak bercita-cita menikah, Man?" tanya Nindya pada Amanda.
Dengan santainya Amanda menggeleng sambil melahap makanannya.
"Buat apaan?. Lo nggak liat Rani tadi gimana?" ujarnya.
"Ya kan nggak semua cowok begitu, oneng?"
"Gimana gue bisa tau ada cowok baik apa nggak. Yang namanya manusia itu kan kalau mau deketin orang ya, pasti baiknya aja yang ditunjukin. Mana ada cowok mau deketin kita terus dia ngomongin keburukannya, pasti dia bagus-bagusin dirinya lah. Pas terlanjur nikah, baru tau boroknya gimana."
"Ya lo perbaiki diri dan berdoa supaya dipertemukan dengan yang baik juga."
"Gue nggak mau men-challenge diri gue untuk sesuatu yang belum pasti, Nin. Apalagi masalah ikatan resmi secara hukum dan agama. Mau pisahnya nanti ribet, kalau zonk. Mesti ke pengadilan lah, sidang ini itu lah."
Nindya tertawa, sahabatnya itu masih tidak berubah sejak terakhir bertemu. Amanda belum juga mau merepotkan diri dengan urusan pernikahan, yang ia anggap tidak penting bagi hidupnya.
"Lo nggak kepengen ada penerus perusahaan lo?" tanya Nindya.
Kali ini Amanda terdiam, ia bahkan tak pernah terpikir sampai kesana.
"Lo kan anak tunggal, Man. Siapa lagi coba yang bakal ngurusin bisnis lo yang udah segede ini?"
Hati Amanda kini sedikit terusik.
"Gue mau sih punya anak. Yang gue nggak mau itu adalah pernikahan dan segala urusan keribetannya. Termasuk mertua dan ipar ribet kayak hidupnya Rani." ujarnya.
"Lo coba aja dulu cari. Kalau lo niatnya cari yang baik, niat itu bisa jadi doa loh. Siapa tau lo dapat yang baik, yang orang tuanya nggak ribet, kayak laki dan mertua gue."
"Iya deh, ntar gue pikirin lagi. Gue tuh males ada orang lain di ranjang gue, nggak bisa tidur bebas."
Nindya makin terkekeh, lalu mereka pun melanjutkan makan. Kebetulan anak-anak Nindya adalah anak-anak yang tenang dan tidak membuat pusing Amanda. Biasanya ketika melihat anak kecil yang nakal, ia selalu ingin kabur ketempat yang bisa membuatnya tenang.
***
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 294 Episodes
Comments
Jamaka Ginting
blm nyoba ya gini
2024-09-30
0
Naura Adam
keren
2024-05-28
1
Bishri
mantap
2024-03-30
2