Nadira, gadis yang harus menerima perjodohan dari kedua orang tuanya. Ia harus menerima perjodohan ini, karena perjanjian kedua orang tuanya dulu sewaktu mereka masih sama sama duduk di bangku kuliah. Bagaimna nasib pernikahan tanpa cinta yang akan di jalani Nadira?? Apakah akan ada benih cinta hadir? Atau Nadira memilih mundur dari pernikahan karena perjodohan ini?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Nonny Afriani, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
episode 28
Setelah kedua orang tua Alby pulang. Nadira pun kembali ke kamar Alby. Ia pun duduk di sebelah ranjang Alby. Memegang tangannya, lalu menatap wajahnya.
Sadarlah Mas. Aku akan membawa Syifa untukmu. Aku janji. Tapi aku mohon, sadarlah segera. Batin Nadira.
Nadira ingin berbicara pada Bram. Tapi tak mungkin untuk meninggalkan Alby. Tak mati akal, akhirnya Nadira mengambil ponselnya, dan mengetik sesuatu untuk Bram.
" Bram, kamu tahu alamat Syifa di Sumatra kan?"
Ponsel Bram berdenting, tanda pesan masuk. Bram mengerutkan keningnya, melihat nama Nadira di ponselnya. Bram melihat ke arah Nadira, dan Nadira yang paham akan tatapan Bram, menganggukkan kepalanya. Bram membuka ponselnya.
" Ya aku tahu alamat-"
Saat akan menjawab, Nadira meletakkan jari telunjuknya di bibir, menandakan agar Bram tidak berbicara. Nadira menunjuk ke arah ponsel, Bram yang paham langsung menjawab pesan tersebut.
"Ya, aku tahu. Tepatnya di kota Medan."
Tak lama ponsel Nadira pun bergetar, Nadira sengaja membuat mode getar saja, agar ruangan itu tidak berisik.
" Tolong beri tahu aku alamatnya. Aku akan menemui Syifa secepatnya. "
Bram melihat ke arah ponselnya, dan membaca pesan dari Nadira. Dan akhirnya Bram memutuskan untuk mengajak Nadira keluar ruangan Alby. Saat ini mereka tengah duduk di kursi tunggu yang berada di luar ruangan Alby.
" Untuk apa kamu ketemu Syifa, Dira?"
" Aku akan membawa Syifa untuk Mas Alby."
Bram terkejut. Bahkan sampai membulatkan matanya.
" Kamu jangan gila, Dira. Itu sama saja seperti kamu memasukkan racun ke makanan kamu sendiri."
Bram tampak tak setuju dengan keinginan Nadira. Tapi Nadira tetap dengan pendiriannya. Akan tetap membawa Syifa cepat atau lambat. Dia tak ingin membuat Alby seperti ini lagi. Karena mengejar Syifa, sampai hampir kehilangan nyawanya. Bram hanya bisa mendengus kan nafasnya.
Dua minggu telah berlalu sejak pembicaraan malam itu. Keadaan Alby pun belum berubah. Masih sama. Nadira kini ingin menemui Syifa, setelah Bram memberikan alamat Syifa.
" Ma, Pa, Dira mau minta izin. "
Dira membuka suara saat kedua mertuanya sudah berada di rumah sakit. Mama Ratna dan Papa Wahyu tampak saling pandang.
" Kamu mau izin kemana, Sayang? "
Kini mama yang bertanya.
" Dira mau berangkat ke Bandung, untuk beberapa hari. Ada urusan yang harus Dira selesaikan."
Dira bicara berusaha setenang mungkin. Agar kedua mertuanya ini tak curiga. Bram yang ada di ruangan itu, tampak tak senang melihat Nadira. Nadira tetap cuek.
" Kenapa tiba-tiba, Sayang?"
" Sebenarnya sejak Minggu lalu, Ma. Hanya saja, Dira terus mengundurkan jadwalnya. Tapi sekarang tidak bisa lagi."
Mama dan Papa saling pandang. Mama meminta persetujuan Papa melalui tatapannya. Papa yang paham, lalu menganggukkan kepalanya. Lalu Mama tersenyum lembut pada Dira.
" Baiklah, kamu boleh pergi. Tapi jangan lama-lama ya, Sayang."
Dira tampak tersenyum lebar. Tujuan utamanya bukan Bandung, melainkan kota Medan. Kota yang belum pernah di datangi oleh Nadira. Tapi karena tekad yang bulat, akhirnya Nadira memberanikan diri untuk pergi.
Nadira mendekati Alby yang terbaring di ranjangnya. Dira mencium tangan Alby. Lalu membelai wajahnya. Selama koma, Nadira memberanikan diri untuk membelai wajah Alby. Karena kalau dalam keadaan sadar, dirinya dan Alby tak bersentuhan fisik.
" Aku pamit ya, Mas. Aku akan pergi ke Medan. Aku akan memperjuangkan Syifa untuk kamu, Mas. Doakan aku berhasil membujuk Syifa. "
Nadira berbisik pelan di telinga Alby. Dan tanpa ada yang tahu, setetes butiran bening turun dari sisi mata Alby yang terpejam.