— Lanna Xevellyn, gadis berusia 17 tahun itu harus mengalami kecelakaan maut yang membuat nyawanya melayang ketika menolong seorang anak kecil di jalanan.
Tetapi apakah memang Lanna benar-benar sudah tewas atau ternyata gadis itu masih hidup? Atau bagaimana tentang dirinya yang ternyata menjalani kehidupan keduanya untuk menggantikan peran orang lain yang sudah mati?
Ya, itulah yang di rasakan oleh Lanna. Gadis itu terbangun di dalam tubuh milik orang lain di semesta lain. Di mulai dari tubuh barunya itu, Lanna menjalani babak baru kehidupan keduanya dengan alur kehidupan berbeda yang tidak pernah terpikirkan sekalipun olehnya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon NAYTHAN, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
CHAPTER 01 :
"Heh, Lanna bangun! Malah enak-enak tidur saja kau!"
Bentakan gadis remaja yang usianya hanya terpaut satu tahun itu membuatnya terbangun. Bangkit dari ranjang tempat tidurnya karena merasa terganggu.
"Tidak bisa ya, bicara yang sopan? Aku ini lebih tua daripada kau, mengerti!" Lanna balas membentak tidak terima. "Tidak sopan pula kau sembarangan masuk ke kamar orang lain!"
Bukannya takut, Malia blair adik tirinya itu malah bersedekap dada tertawa kecil di lanjutkan dengan senyuman sinisnya. "Cih, hanya berbeda satu tahun saja sudah belaga betul," Malia memutar badannya membelakangi Lanna, kepalanya setengah menoleh. "Cuci pakaianku sana! Besok aku tidak mau tahu, pokoknya semuanya sudah bersih!" Titahnya.
Alis Lanna menukik tajam, matanya melotot menatap punggung adik tirinya yang kurang ajar itu. Kedua matanya melirik jam dinding yang menunjukkan pukul 01.00 pagi. Yang benar saja, Lanna harus mencuci pakaian di jam larut begitu. Toh, apakah Malia tidak punya tangan sendiri untuk mencuci pakaiannya? Merasa geram sudah menindasnya, Lanna melangkahkan kakinya mendekati Malia yang hendak keluar dari kamarnya.
"Aku tidak sudi!"
Bug!
"AAAKH! IBU, SAKIT!"
Lanna tersenyum puas ketika melihat Malia terkapar merintih kesakitan di lantai kamarnya. Tubuh adik tirinya itu sudah dia banting ke lantai yang keras menggunakan hampir seluruh tenaganya yang di dominasi rasa marah dan tidak terima. Berkat dirinya yang diam-diam suka menonton pertandingan bela diri di sela-sela kesibukannya bekerja.
"Ibu! Si Lanna sudah membanting tubuhku!" Teriak Malia kesakitan.
"Dasar anak cengeng! Jalang muda! Bisanya cuma mengadu, merengek," Cibir Lanna.
Rupanya teriakan Malia terdengar oleh ibunya yang sedang tertidur pulas di kamar. Merasa khawatir mendengar teriakan Malia, segera melangkahkan kakinya cepat-cepat menuju lantai atas untuk mengecek apa yang terjadi di sana.
"Iya, iya, menangislah sepuasnya. Aku yang tidak punya ibu dan ayah bisa ap—"
Plak!
Satu tamparan keras mendarat di pipi Lanna dengan mulusnya. Lanna memegangi pipinya yang terasa ngilu itu sementara ibu tirinya langsung menghampiri anak kesayangannya itu. Raut wajahnya begitu khawatir.
"Dasar anak tidak tahu diri! Anak bajingan kau!" Maki ibunya Malia, Yakni ibu tirinya. "Sayang, Kau tidak apa-apa? Ya ampun, sakit, hm?"
Melihat pemandangan seperti itu di hadapannya dan bukannya merintih sakit akibat tamparan keras, Lanna hanya memutar bola matanya malas, Seolah-olah tamparan keras itu tidak ada apa-apanya.
"Duh, malasnya melihat drama di jam segini,"
Ibu Malia bangkit, berdiri menghadap Lanna. Menatap anak tirinya itu dengan tatapannya yang penuh emosi dan Lanna yang juga menatap balik ibu tirinya tanpa rasa takut sedikitpun.
"Kau ini kurang ajar sekali!" Bentak ibunya Malia, matanya melotot.
Lanna menatap ibunya Malia dengan tatapan datarnya. " Anakmu, Elena Florine yang lebih dulu menggangguku," adalah nama lengkap dari ibu tirinya sendiri.
"Pergi kau dari rumah ini!" Usirnya.
Lanna menaikan satu alisnya, memiringkan kepala. "Yakin? Aku bisa saja lapor ke polisi karena kau sudah melakukan kekerasan padaku dulu," ancam Lanna dengan santainya.
Pun sebenarnya sudah lama Lanna ingin keluar dari rumah yang berubah seperti kubangan neraka itu. Namun dia masih harus menahan diri untuk saat ini, bahkan rela menunda masuk SMA satu tahun demi mengumpulkan pundi-pundi uang. Tidak, Lanna tidak menyerah dan tidak akan membiarkan pendidikannya terbengkalai begitu saja. Dia punya rencana. Selagi mengumpulkan uang Lanna juga memiliki keinginan untuk keluar dari kota kelahirannya itu, menjalani kehidupan baru dan masuk ke SMA walaupun telat satu tahun tapi baginya itu tidak mengapa. Semua sudah di pertimbangkan dengan baik.
Ah, Elena Florine itu dengan liciknya menguasai semua harta benda milik orang tuanya. Membuatnya harus terpontang-panting bekerja keras di usia yang sangat muda.
Elena menunjuk wajah Lanna. "Bocah, kau mengancamku?"
"Jangan panggil aku sembarangan bocah, aku sudah 17 tahun, Tahu!" Lanna membenarkan.
"Kau! Tidak sopan sekali hanya memanggilku nama saja! Aku ini orang tua, paham?"
"Tapi anakmu juga tidak sopan kepadaku dan kau bukan ibuku, kau bukan orang tuaku, paham?"
Mendengar penuturan Lanna, Elena mengepalkan tangannya kuat-kuat menahan rasa kesalnya. Menyerah berdebat dengan anak perempuan remaja di hadapannya ini.
Dan karena Lanna memiliki banyak bukti bagaimana dirinya suka di siksa selama ini oleh ibu tirinya semenjak kematian ayahnya termasuk mantan asisten rumah tangga di rumah itu, Bibi Amelda. Saksi dari perlakuan tidak baik wanita yang bernama Elena itu padanya. Yang entah bibi Amelda pergi kemana, sudah lama tidak ada kabar tentangnya. Sebelum akhirnya di berhentikan paksa oleh ibunya Malia tanpa alasan yang jelas sejak kematian ayahnya juga. Daripada membuat dirinya sendiri masuk ke jeruji besi yang dingin serta menyiksa itu, lebih baik ibunya Malia mengalah. Memilih untuk membantu anak kesayangannya itu bangkit dan memapahnya keluar. Ya, tapi pada akhirnya Lanna masih punya hati kepada dua manusia yang sebenarnya merekalah bagi Lanna yang seperti bajingan bukan dirinya.
Lanna menutup pintu kamarnya rapat-rapat dan menguncinya. Berdiri sebentar di belakang pintu kamar dan waktu pada jam dindingnya sudah menunjukkan pukul 02.30 pagi. Sudah jam segitu mau tidur pun tidak mungkin. Nanti bisa-bisa bangun kesiangan untuk pergi bekerja pagi nanti.
"Dasar, mereka itu selalu saja membuat waktu ku jadi terbuang sia-sia. Dua manusia yang kalau saja mereka itu mati aku akan menertawakannya keras-keras merasa puas. Merepotkan saja," celotehnya.
Lanna mendekati ranjangnya. Duduk di tepi kasur menatap satu pigura di atas meja nakasnya. Tangannya terulur meraih pigura berwarna putih polos. Menampakkan sepasang suami istri dengan senyuman bahagianya bersama satu anak perempuan sekitar berusia 4 tahun duduk di tengahnya, tidak lupa rambutnya yang di kuncir dua membuatnya terlihat menggemaskan sekaligus senyumnya yang begitu cantik. Di tatapnya foto itu dalam-dalam.
" Ayah, ibu, aku rindu kalian. Aku di rumah ini tidak baik-baik saja. Mereka jahat padaku,"
Lanna Xevellyn, seorang gadis yang awalnya hanya menyandang sebagai piatu tetapi kini bertambah menyandang sebagai yatim. Sungguh panggilan yang menyakitkan baginya ketika dirinya adalah seorang anak yatim piatu. Ibunya meninggal dalam kecelakaan tabrak lari bersama dirinya yang juga menjadi korban di sana saat masih berusia 7 tahun. Namun sayangnya hanya Lanna yang selamat tetapi tidak dengan ibunya. Lanna hanya mengalami luka ringan sedangkan ibunya, dengan mata kepalanya sendiri bagaimana Lanna melihat penampakan tubuh ibunya begitu mengenaskan. Yakni, tubuhnya yang terputus menjadi beberapa bagian akibat terlindas truk sehingga darah berceceran di mana-mana.
Dan kematian ayahnya tidak jauh seperti ibunya. Serupa tapi tak sama. Ayahnya meninggal dalam kecelakaan mobil yang di kendarainya. Penyebabnya adalah karena ada pemotor yang menabrak dari arah yang berlawanan secara ugal-ugalan lalu kecelakaan terjadi begitu saja dan lagi-lagi Lanna untuk yang kedua kalinya melihat bagaimana kematian orang tuanya sendiri. Saat itu usianya sudah menginjak 10 tahun. Ayahnya tewas di tempat dan setelah itu benar-benar meninggalkannya bersama dengan ibu tiri dan saudara tirinya yang kurang ajar itu.
Sempat Lanna merutuki kebodohannya sendiri sudah menyetujui ayahnya yang menikah lagi. Kalau tahu begini, Lanna tidak akan pernah menyetujui keputusan ayahnya apalagi ketika mengetahui wanita yang di nikahinya adalah Elena Florine membawa anak kandungnya Malia Blair ke rumahnya. Tidak, tidak akan pernah. Dua manusia itu sudah merebut segalanya di rumah ini. Mereka berdua itu palsu, nyatanya saat kematian ayahnya kesedihan yang di tampakannya di depan orang-orang hanyalah sandiwara saja. Itu tipuan, itu topeng.
Kesengsaraan serta kemalangan pun terjadi padanya di rumah itu. Satu hari setelah kematian ayahnya. Elena, ibu tirinya langsung memperlakukannya dengan tidak baik. Dulu dia tidak bisa melawan membela dirinya sendiri namun semakin bertambahnya usia, Lanna berani untuk melawan perlakuan tidak baik itu.
Lanna mendesis merasakan lehernya yang terasa sakit tidak karuan kemudian rasa sakit itu menjalar sampai kepalanya. Menaruh pigura di tepi ranjangnya, Lanna bergerak bangkit berjalan ke arah meja belajar. Satu tangan lainnya berusaha meraih kotak obat-obatan mencari sesuatu di sana. Dan dapat. Obat sakit kepala yang di belinya di apotek sepulang dari bekerja sambilan di sebuah toko roti. Dan tinggal tersisa satu pil saja sekarang. Lanna tidak berbicara mengenai rasa sakit itu datangnya dari leher tetapi hanya kepala saja. Karena menurutnya sedikit aneh untuk menuturkan hal itu.
Pergi ke dokter? Tidak, Lanna terlalu malas untuk itu. Baginya itu dapat mengurangi pundi-pundi uang yang sudah di kumpulkannya.
Lanna menundukkan kepala, memejamkan matanya merasakan pil pereda sakit kepala itu sedang bekerja. Memiliki efek samping yang membuat lidahnya terasa kebas sementara.
Salah satu apoteker di sana yang melayaninya berkata : Obat sakit kepala itu dapat bekerja langsung dalam hitungan menit.
Dan memang benar, itu yang di rasakannya selama ini. Lanna tidak tahu apa saja kandungan di dalam obat sakit kepala yang di konsumsinya ini tetapi bagi Lanna yang terpenting adalah rasa sakit kepala juga tangannya bisa mereda dengan cepat. Sambil merasakan lidahnya yang terasa kebas akibat efek samping dari obatnya, Lanna berjalan menuju kamar mandi. Letaknya masih di dalam ruangan kamarnya. Di depan wastafel kamar mandi Lanna berdiri menghadap ke cermin memandang pantulan dirinya di sana. Nampak seorang gadis menggunakan tank top berwarna putih dengan rambutnya yang setengah kusut berantakan.
Sekilas tidak ada yang jelek dari wajahnya. Tidak ada yang cacat pula. Semuanya lengkap.
Menahan tubuhnya menggunakan kedua tangan, Lanna mencondongkan wajahnya lebih mendekat pada cermin. Ada satu hal yang membuatnya bertanya-tanya, penasaran sekaligus aneh. Selama ini ada sesuatu yang berkecamuk di kepalanya. Yaitu, tanda. Tiba-tiba saja di sebelah leher kanannya itu muncul seperti sebuah tanda walaupun terlihat masih samar tetapi Lanna yakin apa yang ada di leher kanannya itu adalah sebuah bentuk yang membentuk tanda tertentu. Dan Lanna merasakan pusat rasa sakitnya dari tanda tersebut kemudian menjalar ke sekitar.
Sejak beberapa bulan belakangan ini, rasa sakit di leher dan kepalanya itu, selalu menyerangnya tiba-tiba. Rasa sakit yang datangnya selalu mendadak itu benar-benar mengganggu aktivitas di kesehariannya. Lanna pun baru benar-benar bisa mencernanya sekarang setelah mengamati dirinya sendiri, seperti saat ini. Mungkin kah itu sesuatu yang bersangkutan dengan kekuatan tertentu? Yang kemudian dirinya bisa berubah menjadi superhero? Seperti di cerita konyol untuk anak-anak.
Yang benar saja, mana ada hal seperti itu di dunia ini? Pikirnya.
"Aneh," katanya. Menatap tanda samar yang terdapat di leher kanannya. "Sebenarnya ini apa? Tanda ini sedikit demi sedikit timbul bersamaan dengan rasa sakitnya,"
Mendiang orang tuanya pun tidak pernah memberi tahunya sesuatu hal. Maksudnya hal-hal yang bersangkutan dengan apa yang terjadi pada tubuhnya saat ini. Bahkan tidak meninggalkan jejak atau juga sebuah petunjuk untuk dirinya agar mengetahui semua hal ini membuatnya tidak tahu apa-apa. Terkadang Lanna bertanya-tanya belakangan ini, apakah mendiang kedua orangtuanya itu memang betulan asli orang tuanya? Atau fakta sebenarnya adalah mereka bukan orang tuanya dan dirinya juga bukan anak mereka? Atau memang Lanna memiliki sebuah kelainan kulit?
Lanna menggelengkan kepalanya cepat. Menyadarkan pikirannya sendiri. Daripada memikirkan hal yang tidak berguna juga tidak berujung itu Lanna memilih untuk bersiap-siap pergi bekerja pagi ini. Sedikit lagi hari akan di mulai dan Lanna mengawalinya dengan membereskan kamarnya terlebih dahulu setelah beberapa hari ini di biarkannya karena sudah kelelahan bekerja.
"Sekalian aku juga akan membeli persediaan obat," katanya.
...****************...
...Cerita ini hanyalah fiktif belaka. Jika ada kesamaan nama tokoh, Tempat kejadian ataupun cerita, Itu adalah kebetulan semata....
...Jika ada kekurangan dalam karya saya, mohon di beritahu dengan sopan karena saya juga masih banyak belajar dalam kepenulisan. Dan terkadang di beberapa chapter di lakukan tahap revisi. Terimakasih bagi yang sudah menyempatkan waktunya untuk mampir ke cerita saya....
...Selamat membaca dan semoga harimu menyenangkan....
...****************...