Aurora Clarissa adalah seorang gadis piatu yang dibesarkan di panti asuhan sejak ia masih bayi, dia tidak pernah tahu siapa orang tuanya.
Suatu hari ibu panti memaksa Aurora untuk menikah dengan salah satu putra donatur panti, bagi kebanyakan orang itu adalah sebuah keberuntungan bisa menikah dengan orang terpandang, tapi tidak dengan Aurora, pernikahan ini bagaikan neraka di hidupnya karena telah merenggut kebebasan dan masa mudanya.
Seperti apa kelanjutan dan perjalanan hidup Aurora?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Himeka15, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Episode 31
Hari telah berubah menjadi gelap seluruh anggota keluarga Alexander berkumpul di ruang keluarga, Michael dan Aurora yang duduk di atas karpet berbulu sedangkan Zafar dan Dila duduk di atas sofa dan Dion berbaring di paha ibunya.
Para pelayan meletakkan makanan kecil sebagai cemilan di atas meja sesuai arahan dari Dila, setelah selesai pelayan kembali ke dapur.
"Jika dilihat-lihat tadi tuan sama nyonya macam keluarga harmonis dengan ketiga anaknya," celetuk salah satu pelayan yang sedang cuci piring.
"Iya, nona Aurora malah terlihat macam putri mereka daripada menantu," sambung pelayan lain.
"Enggak lihat tadi bagaimana tuan Michael menjahili nona Aurora? Mereka malah terlihat macam kakak dan adik saja," timpal rekan yang lain.
Kepala pelayan yang mendengar para bawahannya bergosip secara tiba-tiba ia terbatuk kecil dan membuat mereka berbalik dan segera menundukkan kepala.
"Berhenti bergosip dan lanjutkan pekerjaan kalian," ujar kepala pelayan Riko secara dingin dan tegas.
Riko berbalik meninggalkan pelayan dan para pelayan itu melanjutkan pekerjaan mereka.
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
Dila sedang menyuapi Dion semangkuk buah alpukat yang telah dihaluskan dan dicampurkan dengan susu. Dion telah makan buburnya tadi tapi Dila sengaja memberi makan Dion lagi yang berupa cemilan.
Di sela-sela Dila sedang mencecoki alpukat pada Dion, Michael dan Aurora terlibat percekcokan.
"Dasar bocil mana rambutnya diikat dua lagi macam anak TK," ujar Michael tersenyum mengejek pada Aurora.
Aurora memang menata rambutnya dengan gaya kuncir dua terus poni tipis menutup jidatnya.
"Suka-suka Rora dong rambut-rambutnya Rora Michael pula yang heboh," balas Aurora ketus.
"Mulut-mulutku terserah dong aku mau bilang apa!" Michael membalas tidak kalah ketus.
Aurora melayangkan tatapan tajamnya dengan wajah cemberutnya begitu juga dengan Michael, sekilas mereka berdua terlihat layaknya dua ekor kucing yang mau bertarung.
Michael secara cepat menarik salah satu kuncir rambut Aurora, "rasain," ucapnya tertawa.
Aurora memegang rambutnya dengan kesal tidak lama kemudian ia membalas Michael dengan menarik rambutnya tapi sayang rambut Michael baru saja dipotong sehingga rambutnya tidak bisa ia genggam.
"Enggak kenak," ujar Michael menjulurkan lidahnya.
Aurora mengambil salah satu bantal di atas sofa dan melemparkannya tepat mengenai wajah Michael.
"Emang enak," ucap Aurora tersenyum puas.
Aurora merasa puas untuk sesaat dikarenakan Michael melakukan serangan balasan berupa bantal yang mengenai kepalanya.
Pada akhirnya mereka berdua malah terlibat perang bantal, bantal tidak tersusun secara beraturan bahkan ada yang telah menjauh dari ruang keluarga tidak tahu siapa yang melempar begitu kuat.
Zafar tetap fokus membaca majalahnya ia biarkan saja mereka berdua selama tidak ada dari mereka yang terluka ia tidak akan memarahi mereka.
Dila menghela nafasnya, "sudah tidak usah pedulikan adik sama istrimu itu," ucapnya.
Dasar bocah-bocah ingusan! Harusnya Rora suapin Dion bukannya main sama Michael. Dion bergumam dalam benaknya seraya melirik kedua orang itu.
Dila membantu Dion minum dan dalam waktu cepat bantal melintas di udara tepat mengenai Dion yang lagi sedang menelan air putih.
Dion terbatuk merasa kesakitan matanya telah berair, Dila mengusap dada Dion dan Zafar langsung bangkit menghampiri putra sulungnya.
Dion mengalami kesulitan bernafas melihat itu Zafar langsung menggendong putranya dan membawanya ke kamar.
Dila berbalik menatap tajam anak sama menantunya yang kompak menundukkan kepala.
"Siapa yang lempar?" Dila melemparkan pertanyaan singkat dengan nada tegas.
Michael dan Aurora saling melirik satu sama lain.
"Mama anggap itu kesalahan kalian berdua. Kalian enggak lihat Dion tadi gimana karena ulah kalian," ujar Dila dengan menaikkan intonasi suaranya.
Michael dan Aurora cuma menundukkan kepala tidak ada satu pun dari mereka yang berani membela diri karena mereka tahu itu kesalahan yang mereka perbuat
"Jangan anggap masalah ini selesai," ujar Dila melangkah kakinya menapaki anak tangga.
Aurora menatap punggung Dila yang mulai memudar pada penglihatannya, "mama marah?" celetuknya polos.
Michael menoleh lalu menjawab, "enggak! Mama lagi merajuk," ucapnya secara ketus.
"Sama aja tahu marah sama merajuk," balas Aurora. "Terus kak Dion mau dibawa kemana?" tanyanya.
"Ke kamar," jawab Michael cepat.
"Kenapa enggak dibawa ke rumah sakit?"
"Kan di kamar kakak ada tabung oksigen jadi ngapain lagi ke rumah sakit," papar Michael jelas.
"Kak Dion tadi dilihat macam ikan yang terdampar di pinggir laut," ucap Aurora polos dan terkekeh.
Michael menatap Aurora dan menggelengkan kepalanya, "memang istri durhaka!" ucapnya.
Michael melangkah kakinya menapaki anak tangga spiral dan menyisakan Aurora sendiri dengan keadaan lengannya terlipat ke dalam.
"Michael tunggu masa Aurora ditinggal," ucapnya berjalan menyusul adik iparnya.
***
Zafar membaringkan Dion di atas ranjang lalu ia memasang masker oksigen pada hidung dan mulut putra sulungnya tidak lupa pula ia mengatur saturasi oksigen.
Dion menghirup udara tersebut secara pelan, Zafar bisa melihat dada Dion yang naik turun mengatur nafasnya.
"Udah lebih baik?" tanya Zafar sambil memegang tangan Dion.
Dion mengedipkan matanya sekali yang berarti iya, melihat respon tersebut Zafar merasa sedikit lega.
"Adik dan istrimu harus dihukum agar hal seperti ini tidak terulang lagi," ucap Zafar dengan nada marah.
"Eughh..."
Zafar mendengar erangan Dion dan melihat masker oksigen yang berembun.
"Apa kau tidak ingin papa menghukum mereka?" Zafar melontarkan pertanyaan itu karena menebak jika anaknya mengerang ketika ia mengucapkan akan menghukum anak sama menantunya.
Zafar melihat mata Dion berkedip sekali ia menghela nafasnya berat dan tersenyum, "baiklah, papa tidak akan menghukum mereka tapi jika mereka buat ulah lagi papa akan menghukum mereka," ucapnya.
Dila masuk dan menghampiri putra dan suaminya itu, ia mendaratkan bokongnya di pinggir ranjang.
"Bagaimana keadaan Dion?" tanya Dila pada suaminya seraya tangannya mengelus pucuk kepala Dion.
"Dia sudah lebih baik jangan khawatir," jawab Zafar lembut.
"Bagaimana aku tidak khawatir! Kau tidak lihat ulah mereka berdua tadi?" Dila mencerca berbagai macam perkataan pada suaminya.
Zafar memilih untuk diam dan mendengar saja omelan istrinya sampai ia mengalihkan atensinya pada Michael dan Aurora yang baru saja masuk ke kamar ini.
"Apa kalian berdua tidak minta maaf sama Dion?" Zafar membuka suaranya dengan nada dingin.
Michael dan Aurora kompak menundukkan kepala, tapi mereka saling menyiku satu sama lain.
"Minta maaf sana," ucap Michael.
"Rora enggak salah," balasnya membela diri.
Pasangan suami-istri Alexander itu kompak membuang napas berat dan menggelengkan pelan kepala mereka.
Aurora yang sudah lelah berdebat dengan Michael akhirnya memilih mengalah saja, ia menghampiri Dion dan naik ke atas ranjang.
"Maafin Rora! Rora janji enggak akan lakuin lagi," ucap Aurora centil dan mengecup kening Dion.
Segi penokohan ya unik biasanya pemeran utama selalu digambarkan secara sempurna tanpa cela. Tapi di cerita ini setiap tokoh memiliki kekurangan masing-masing.