Seorang anak terlahir tanpa bakat sama sekali di dunia yang keras, di mana kekuatan dan kemampuan ilmu kanuragan menjadi tolak ukurnya.
Siapa sangka takdir berbicara lain, dia menemukan sebuah kitab kuno dan bertemu dengan gurunya ketika terjatuh ke dalam sebuah jurang yang dalam dan terkenal angker di saat dia meninggalkan desanya yang sedang terjadi perampokan dan membuat kedua orang tuanya terbunuh.
Sebelum Moksa, sang guru memberinya tugas untuk mengumpulkan 4 pusaka dan juga mencari Pedang Api yang merupakan pusaka terkuat di belahan bumi manapun. Dialah sang terpilih yang akan menjadi penerus Pendekar Dewa Api selanjutnya untuk memberikan kedamaian di bumi Mampukah Ranubaya membalaskan dendamnya dan juga memenuhi tugas yang diberikan gurunya? apakah ranu baya sanggup menghadapi nya semua. ikuti kisah ranu baya hanya ada di LEGENDA PENDEKAR DEWA API
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Fikri Anja, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
bab 28
Dua minggu telah berlalu setelah pertarungan melawan Ronggo, praktis tidak ada masalah
Sedikitpun yang dialami Ranu dan Dewi. Perjalanan mereka kini telah sampai di sebuah kotaraja yang besar, Kotaraja Tambakboyo.
Ranu dan Dewi yang selama hidupnya tidak pernah melihat namanya kotaraja ataupun ibukota sebuah kerajaan, dibuat terkesima dengan situasi yang begitu ramai. Begitu banyak bangunan megah berdiri di sepanjang jalanan kotaraja tersebut.
Mulai dari rumah para pejabat istana, penginapan, tempat hiburan dan lain sebagainya. Ranu mulai membandingkan dengan kehidupannya dahulu yang begitu kekurangan, dengan situasi yang dialaminya sekarang. Sungguh sangat jauh berbeda.
Semakin ke dalam Ranu menikmati suasana kotaraja tersebut, ada kondisi yang begitu timpang terlihat di matanya, berjajar para pengemis dan gelandangan di dekat alon-alon kerajaan. Dia kemudian berinisiatif untuk menukarkan beberapa keping koin emas yang
Dibawanya menjadi ratusan koin perak di sebuah warung makan yang besar dan ramai.
Sekalian sambil cari makan.
Setelah makan dan menukarkan koin emas yang dibawanya, Ranu kemudian mengajak Dewi mendatangi satu persatu para pengemis dan gelandangan yang tadi dilihatnya. Dia mengeluarkan kantong berisi ratusan keping koin perak dan membagikannya kepada para kaum pengemis yang hidupnya tidak beruntung tersebut.
Sontak apa yang dilakukannya membuat geger kotaraja Tambakboyo. Berita tentang adanya dermawan yang membagi-bagikan kepingan koin perak secara cuma-cuma menjadi bahan pembicaraan seisi kotaraja.
Ranu tidak hanya sekali itu berbagi dengan para kaum dhuafa yang berada di dekat alon-alon kotaraja, dia juga semakin jauh masuk ke dalam gang-gang sempit yang kumuh dan kotor.Tujuannya hanya satu, menghabiskan kepingan koin emas dan memberikannya kepada yang berhak.
Para preman, perampok, pejabat istana dan bahkan raja kerajaan Tambakboyo pun mendengar tentang kedermawanan Ranu.
Mereka tertarik untuk mengetahui siapa sosok yang sudah membuat geger kotaraja tersebut.
"Cari keberadaan pemuda tersebut dan bawa kemari!" perintah Raja Suryaputra kepada salah seorang prajurit.
"Hamba laksanakan, Yang Mulia."
Prajurit tersebut berbalik arah dan kemudian keluar dari ruangan tersebut.
20 orang prajurit dikerahkan untuk mencari Ranu dan Dewi di sekitaran kotaraja. Berbekal informasi yang diberikan penduduk tentang ciri-ciri Ranu dan Dewi, Para prajurit tersebut pun menemukan mereka berdua sedang duduk di sebuah kursi panjang dan menikmati makanan ringan yang dijual di pinggir jalan.
"Maaf, Kisanak. Paduka Raja ingin bertemu kisanak di istana," ucap salah seorang prajurit dengan sopan.
Ranu mengernyitkan dahinya dibuat bingung, kenapa seorang raja ingin bertemu dengannya.
"Memangnya ada keperluan apa sehingga paduka Raja Ingin bertemu denganku?"
"Entahlah, Kisanak. Aku hanya diberi perintah untuk membawa kisanak ke istana."
Ranu menggaruk kepalanya sebentar lalu menganggukkan kepalanya, "Baiklah, ayo kita kesana!"
Seorang prajurit Tampak mendorong Dewi dengan sedikit kasar karena dinilai berjalan terlalu lamban. Ranu kemudian langsung berhenti dan melotot kepada prajurit tersebut,"Sekali lagi kau menyentuh adikku, Aku pastikan nyawamu lepas dari tubuhmu!"
Prajurit tersebut dengan sombong menantang Ranu. "Kau hanya rakyat rendahan, berani-beraninya menantang prajurit istana!"
Tanpa banyak bicara, Ranu langsung memberikan pukulan yang mengenai wajah prajurit tersebut hingga darah keluar dari bibir pecah, beberapa gigi tanggal dan juga hidung yang patah. Prajurit tersebut juga langsung pingsan di tempat.
Prajurit lain langsung mengangkat senjatanya hendak menyerang Ranu yang langsung menarik Dewi dan menempatkannya di belakangnya.
"Kalian mau bernasib seperti dia juga?Sudah untung aku tidak membunuhnya!" Sorot mata dingin mengintimidasi keluar dari mata Ranu.
"Sudah, sudah, apa kalian lupa dengan perintah yang diberikan paduka? Mari Kisanak!"
Ranu kemudian menggendong Dewi di punggungnya dan berjalan mengikuti prajurit tersebut
Sesampainya di aula istana, prajurit tersebut kemudian berlutut di hadapan Suryaputra.
"Paduka, hamba sudah membawa pemuda yang dimaksud."
"Cepat berlutut!" perintah seorang prajurit kepada Ranu.
"Kenapa aku harus berlutut?"
"Di depan paduka Raja kau harus berlutut!"
"Aku tidak akan berlutut kepada sesama manusia, kecuali kepada orang tuaku dan guruku."
"Apa kau mau dihukum!?"
"Aku salah apa hingga harus dihukum? Jika tidak mau berlutut kepada seorang raja itu adalah kesalahan, maka aku bisa pastikan raja itu adalah raja yang kejam dan suka menindas rakyatnya!"
"Kau ...!" prajurit tersebut geram.
"Kau apa? Kalau kau tidak terima, nanti kita bertarung di depan!"
Raja Suryaputra kemudian menengahi perseteruan yang terjadi. Dia merasa tertarik dengan pemuda di depannya tersebut.
"Prajurit, pergilah!" perintah Raja Suryaputra.
Prajurit tersebut memberi hormat lalu keluar dari aula. hatinya sangat dongkol dan akan memberi pemuda itu pelajaran sekeluarnya dia dari kotaraja."Siapa namamu, Anak muda?" tanya Raja Suryaputra.
"Nama hamba Ranu, Paduka. Kalau boleh bertanya, kenapa hamba dan adik hamba dibawa kemari?"
Raja Suryaputra yang kelihatan begitu berwibawa tersenyum melihat kepolosan di wajah Ranu.
"Ranu, aku mau bertanya, benarkah kamu yang membagi-bagikan kepingan koin perak kepada penduduk kotaraja ini?"
Ranu kembali menggaruk kepalanya. Dia bingung, kenapa pihak istana sampai tahu apa yang dilakukannya?
"Benar, Paduka. Memangnya ada apa?""Apa motifmu melakukan hal itu?"
"Motif apa, Paduka? Hamba tidak punya niat apapun dan hamba hanya ingin berbagi kepada mereka yang kehidupannya tidak beruntung," jawab Ranu.
Raja Suryaputra kemudian menatap Ranu dari atas sampai bawah. Dia tidak melihat bahwa pemuda di depannya itu seperti sosok yang kaya ataupun mempunyai banyak uang.
"Lalu kenapa kau membagi-bagikan uangmu jika kau juga membutuhkannya?"
Ranu tersadar dengan sindiran halus yang diucapkan Raja Suryaputra.
"Mohon jangan menilai seseorang dari tampilan luarnya saja, Paduka," sahut Ranu sambil tersenyum tipis.
"Hamba melakukan hal tersebut karena pernah mengalami hidup susah seperti mereka.Kampung hamba dirampok, kedua orang tua hamba dibunuh, dan tidak ada tanda-tanda para penguasa bertindak untuk membantu rakyatnya yang mengalami penderitaan."
Raja Suryaputra tertunduk malu mendapat tamparan telak dari seorang pemuda. Dia semakin tertarik untuk mengorek cerita dan kisah hidup Ranu.
"Kalau aku tidak mendapat laporan dari bawahan, aku tidak akan mengerti kejadian apapun yang terjadi di daerah."
"Sekali-kali Paduka menyamarlah menjadi rakyat biasa, biar Paduka tahu sendiri bagaimana kenyataan yang terjadi di bawah. Mereka para adipati sibuk dengan kebutuhan perutnya sendiri."
"Lalu kau mendapat begitu banyak uang dari mana, hingga kau bagikan kepada penduduk kotaraja ini?"Ranu bingung harus menjawab apa. Dia kuatir dianggap sebagai pencuri ataupun seorang perampok.
"Apa kau mencurinya?"
"Hamba bukan pencuri, Paduka. Kedua orang tua hamba sebelum meninggal selalu menekankan kepada hamba agar menjadi manusia yang menjunjung tinggi kejujuran.
Mencuri sama dengan menghancurkan harga diri kita sendiri."
"Lalu kau dapat dari mana uang tersebut?" tanya Raja Suryaputra.
"Kalau hamba bercerita sebenarnya, mungkin Paduka tidak akan percaya!"
"Tidak apa-apa. Coba ceritakan kepadaku bagaimana kau mendapat uang tersebut?"
Ranu mengambil napas panjang. Dia lalu bercerita bagaimana dirinya mengambil dua peti koin perak dan emas dari markas perampok di desa Larangan.
"Aku akan menyuruh prajuritku kesana untuk melihat kebenarannya. Selama mereka belum kembali, kau harus tetap disini! Kalau kau terbukti berbohong, maka kau harus diberi hukuman!"
Ranu dibuat bingung dengan tindakan Raja Suryaputra, sebab dia harus segera mengantarkan Dewi menuju kuil keabadian di puncak gunung Arjuno.
Raja Suryaputra yang tidak percaya dengan cerita Ranu, lalu memanggil beberapa orang prajurit untuk mengecek kebenaran cerita pemuda tersebut.
"Kalian carilah di hutan larangan, apakah benar ada markas perampok di dalam hutan tersebut!' perintah Raja Suryaputra.
"Hamba beri tanda-tanda tempatnya, Paduka.Biar mudah mencarinya!" sela Ranu. Dia lalu menggambarkan denah markas perampok hutan Larangan di sebuah kulit kering.
Setelah Ranu mengambarkan denah markas perampok hutan Larangan dengan rinci, Sebenarnya Raja Suryaputra mulai percaya dengan Ranu. Sebab menurut pemikirannya, jika Ranu berbohong, dia tidak akan bisa memberikan gambaran di dalam hutan Larangan dengan begitu rinci.
Raja Suryaputra juga berharap agar Ranu bisa sedikit lebih lama di istana karena dia ingin mengetahui bagaimana karakter dan pembawaan pemuda tersebut.
Sehari berada di istana membuat Ranu mulai bosan. Dia kemudian bertanya kepada seorang prajurit dimana tempat untuk berlatih para prajurit. Dia berharap bisa menimba ilmu dari para pelatih prajurit kerajaan.
Terlepas dari pakaiannya yang lusuh, prajurit tersebut yang tahu kalau Ranu adalah tamu Raja Suryaputra tidak merasa curiga sama sekali. Dia lalu memberitahu ke arah mana Ranu harus berjalan.
Setelah diberitahu tempatnya, Ranu berjalan menyusuri tempat di dalam kompleks istana yang sangat besar tersebut. Dia begitu terkesima dengan tata letak yang begitu rapi dan keindahan yang ditampilkan. Hal tersebut sangat kontras dengan yang terlihat di kotaraja.
Selepas Ranu pergi, prajurit tadi langsung menemui Raja Suryaputra dan melaporkan tentang Ranu yang ingin mengetahui tempat berlatih para prajurit.
"Ikuti dan amati dia! Nanti laporkan padaku hasilnya!"
"Hamba laksanakan, Yang Mulia."