Di dalam hening dan gelapnya malam, akhirnya Shima mengetahui sebuah rahasia yang akan mengubah seluruh hidupnya bersama Kim
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon LaLibra, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bukan Cello, tapi Kim
Shima berteriak dan memberontak sekuat tenaga. Cello tak bergeming sama sekali karena memang benar tubuhnya ada disini tapi kesadarannya nangkring di atas Burj Khalifa. Jauh.
Tetangga indekos dibelakang rumah Cello mendengar teriakan Shima. Namun akses jalan untuk menuju rumah Cello harus memutar keluar pagar, belok kanan, lurus, belok kanan lagi, dan memutar jauh.
Satu-satunya jalan jika ingin cepat sampai ke rumah Cello ialah, memanjat dinding pembatas yang tinggi.
Saat penghuni indekos saling pandang dan ribut, sebagian ada yang sudah berlari memutar jauh untuk melihat apa yang terjadi di rumah Cello,Kim datang dari luar dengan menenteng tas hitam besar.
Aditya, pria cungkring yang kemarin sempat mencecar Shima karena bertanya perihal kamar Kim, segera menghampiri Kim dengan panik
"Kim, kaya nya suara adiknya pak Cello, mbak Shima minta tolong. Anak-anak lain udah pada lari kesono, muter lewat jalan depan."
Kim yang terkejut langsung melempar tas hitam ke arah Aditya dan berlari memanjat dinding pembatas yang tingginya hampir 3 meter.
Kim meloncat seperti aktor Film Laga di TV. Setelah berhasil meloncati pagar dinding yang tinggi, Kim menapakkan kakinya di samping rumah Cello. Suara teriakan Shima semakin kuat. Kim berlari sekuat tenaga.
Melihat pintu rumah yang terbuka, Kim segera masuk dan melihat Shima berusaha melepaskan diri dari cengkraman Diral. Nampak pula Cello dan kedua temannya yang lain dalam kondisi tak sadarkan diri karena sudah terlalu mabuk.
Kim melihat Shima sudah dalam kondisi yang memprihatinkan, cardigan sudah terlepas dan penampilan Shima yang berantakan, membuat darah Kim naik ke ubun-ubun.
Dengan wajah merah menahan amarah, Kim menghajar Diral hingga babak belur. Asal kalian tahu, Kim punya sabuk hitam karate.
Tak lama berselang, para penghuni indekos yang berlari memutar, ikut masuk ke dalam rumah Cello.
Kim segera memeluk Shima dan memerintahkan salah satu penghuni indekos untuk melaporkan kejadian ini ke polisi.
Shima yang gemetar, pasrah saja saat Kim memeluk tubuhnya. Kim menyembunyikan tubuh Shima di balik bahu kokohnya, agar penampilan Shima yang berantakan tidak dilihat penghuni indekos lainnya.
Kim menuntun Shima ke kamar Cello dan mengambil selimut untuk menutupi tubuh Shima. Pandangan Shima kosong dan air mata terus membasahi pipinya. Kim mendudukkan Shima di ranjang, sedangkan Kim berlutut di hadapan Shima.
"Heei Shima, gak papa ya! Tenang ya! Ada aku disini. Maaf aku agak terlambat. Kamu gak papa kan.? " Kim merapikan rambut Shima yang berantakan.
Nyawa Shima seolah kembali dan perlahan melihat ke arah Kim. Saat melihat Kim menatapnya penuh kasih, Shima berhambur dan menangis kencang.
"Sudah ya Shima.. Kamu aman sekarang. Biar para kep*rat itu, aku yang mengurusnya. Sekarang kamu disini dulu, biar aku keluar sebentar.
Shima memeluk Kim erat seolah takut jika ditinggal sendirian.
" Mas Cello jahat, dia gak mau nolongin aku. Aku kan istrinya. Kenapa dia biarin aku,dia gak jagain aku hikss hikksss hiksss"
Para penghuni indekos yang menahan Diral agar tidak kabur, saling pandang antara satu dengan yang lain saat mendengar suara Shima.
"Istri.? " Kompak mereka.
"Udah gak papa, ada aku. Kamu udah aman sekarang" Ucap Kim menenangkan.
Suara sirine polisi terdengar di kejauhan dan semakin lama semakin mendekat. Diral dan Cello beserta kedua teman lainnya, dijemput mobil polisi. Sedangkan Shima, mungkin esok setelah dia tenang, akan dimintai keterangan.
Setelah kejadian tadi, Shima mendadak demam. Kim mengajak Aditya untuk menemaninya merawat Shima. Shima di kompres setelah dokter datang memberi obat dan memeriksa Shima.
Ada beberapa luka lebam di tubuh Shima yang membuat Kim ingin memb*nuh Diral beserta temannya, terutama Cello.
Tengah malam, ponsel Shima berdering menampilkan nama 'Mbak Santi'
Dering pertama dan kedua tak diangkat Kim, namun pada dering yang ketiga Kim memutuskan untuk mengangkat panggilan tersebut.
"Hallo" Kim bersuara.
"Loh.. Ini siapa.? Mana Shima? Kamu bukan Cello, kan? "
"Anda benar, saya bukan Cello."
"Lalu dimana Shima dan Cello"
"Shima sakit dan Cello di kantor polisi. "
"A_apa.? Apa yang terjadi dengan mereka.? " Santi Panik.
"Langsung ke sini saja, biar anda tahu semuanya. "
Kim memutuskan panggilan.
Ditempat lain, Santi merasakan perasaannya tak enak, kepikiran Cello dan Shima. Setelah menelepon Shima, Santi malah lebih panik dan over thinking.
Santi segera mengajak Devan ke kota sekarang.
"Mas Devan, ayo ke kota. Cello di penjara dan Shima lagi sakit"
Mendengar kata penjara, Devan yang semula tidur langsung membuka mata lebar.
"Cello? Dipenjara? Kenapa.? "
Pukul 2 dini hari, Santi dan Devan berangkat menuju kota. Devan memilih menyetir mobil sendiri dan membiarkan pak Dirman menjaga rumah.
Sesampainya di rumah Cello, Devan dan Santi bergegas masuk ke rumah dan betapa terkejutnya mereka karena rumah Cello berantakan.
Kim dan Aditya yang sedang membersihkan sisa kekacauan tersebut, terdiam sejenak saat menyadari kedatangan Devan.
"Apa yang terjadi? " Tanya Devan khawatir.
Akhirnya Kim menceritakan kejadiannya. Devan dengan mata merah menahan air mata mengusap wajahnya kasar.
"Sekarang dimana Shima.? " Tanya Santi sambil mengusap air matanya.
"Shima ada di kamarnya mbak" Jawab Kim.
Santi hendak masuk ke kamar Cello tapi diinterupsi oleh Kim.
"Kamar Shima disana mbak." Kim menunjukkan kamar lain di rumah tersebut.
Sesaat setelah polisi datang, Shima meminta pindah ke kamarnya sendiri. Kim pun baru tahu jika Shima dan Cello pisah kamar.
Santi terkejut saat mengetahui fakta jika Cello dan Shima pisah kamar. Devan pun menyesal karena harus menyodorkan Shima pada adiknya yang tidak jelas itu dengan alasan agar Cello berubah. Hah, klise.
Devan menyusul Santi yang memasuki kamar Shima.
Shima terbaring dengan kompres di dahinya. Santi mendekati Shima dan menutup mulutnya karena banyak luka memar di tubuh Shima. Devan segera memeluk Santi dan menenangkannya.
Kim dan Aditya akhirnya pamit pada Devan dan Santi.
Santi tak habis pikir pada Cello, apa yang sebenarnya ada di pikiran adik iparnya itu.
"Kita istirahat dulu, besok pagi baru kita urus adik si*lan itu" Devan mengepalkan tangannya.
Santi mengangguk lemah. Devan memutuskan untuk tidur di sofa kamar, sedangkan Santi, berbaring di sebelah Shima.
Pagi menjelang. Shima sudah tidak demam dan merasa tubuhnya lebih baik meskipun masih merasa tak enak.
Seketika ia teringat kejadian tadi malam, ia pun kembali terisak. Isakan Shima membangunkan Devan dan Santi.
Santi seketika bangun dan melihat kondisi Shima.
"Shima, mana yang sakit? " Santi bertanya pelan pada Shima
Shima agak terkejut saat melihat Devan dan Santi ada di kamarnya.
" Mbak Santi.? " Beo Shima.
Shima berhambur ke pelukan Santi dan menangis terisak.
"Maafkan Cello ya Shima, mungkin maaf saja tak cukup untuk membuat luka hatimu sembuh. Jika kamu menginginkan Cerai dari Cello, biar kakak yang urus"
Devan berbicara serius.
Seketika Shima teringat dengan Cello yang kemarin menyentuhnya. Bagaimana jika ia hamil.?
" Nanti aku pikirkan kak" Jawab Shima.
Devan tersenyum lembut dan meninggalkan istrinya bersama Shima .
" Maafin mas Devan ya, Shima. Gara-gara mas Devan maksa kamu buat jadi istrinya Cello, kamu malah berakhir jadi kaya gini" Santi mengusap bahu Shima.
Shima hanya terdiam tak menanggapi dan membatin
'Yang menolongku harusnya Mas Cello, bukan Mas Kim'