Cinta yang datang dan menetap di relung hati yang paling dalam tanpa aba-aba. Tanpa permisi, dan menguasai seluruh bilik dalam hati. Kehadiran dirimu telah menjadi kebutuhan untukku. Seolah duniaku hanya berpusat padamu.
Zehya, seorang gadis yang harus bertahan hidup seorang diri di kota yang asing setelah kedua orang tuanya berpisah. Ayah dan ibunya pergi meninggalkan nya begitu saja. Seolah Zehya adalah benda yang sudah habis masa aktifnya. Dunianya berubah dalam sekejap. Ayahnya, cinta pertama dalam hidupnya, sosok raja bagi dunia kecilnya, justru menjadi sumber kehancuran baginya. Ayahnya yang begitu sempurna ternyata memiliki wanita lain selain ibunya. sang ibu yang mengetahui cinta lain dari ayahnyapun memutuskan untuk berpisah, dan yang lebih mengejutkan lagi, ternyata Zehya bukanlah anak kandung dari wanita yang selama ini Zehya panggil ibu.
Siapakah ibu kandung Zehya?
yuk, ikuti terus perjalanan Zehya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon yunacana, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Kursi Roda
Hari demi hari berlalu dengan cepatnya. Sudah satu minggu Axcel di rawat di bawah pengawasan Dokter Steven. Kini lelaki itu sudah bisa bicara seperti sebelumnya, Axcel juga sudah bisa menggerakkan kedua tangannya walau masih tertatih. Zehya lebih sering menghabiskan waktunya untuk menemani Axcel.
Hari ini Zehya akan mengajak Axcel menikmati senja di pantai. Rose yang para pengawal berjalan di belakang Zehya yang mendorong Axcel yang duduk kursi roda. Di sepanjang jalan, Zehya akan sering berhenti untuk memetik anggur dan berry yang tumbuh subur di pinggir jalan.
Gadis itu memetik banyak buah dan memberikannya pada Axcel yang membawa keranjang buah. Selain Berry, Zehya juga memetik beberapa buah apel yang masih tersisa di pohon. Buah-buahan itu akan segera habis musimnya, dan berganti dengan musim dingin.
Hari ini angin sudah mulai terasa dingin sebenarnya. Tapi Zehya ingin mengajak Axcel melihat sunset sembari piknik bersama para pengawal dan dokter Steven sebelum musim dingin datang.
" Berapa banyak yang akan kamu petik?" Axcel bertanya pada Zehya yang masih asik memetik buah berry, dan memasukkannya kedalam keranjang yang dia pangku. Keranjang itu sudah sangat penuh. Bukannya menjawab, Zehya justru terkekeh. Lalu kembali memetik buah yang sudah masak.
" Sebentar, lagi. Okey?" Axcel menggelengkan kepalanya, namun senyum di wajahnya tidak pernah pudar. Beberapa hari bersama Zehya, Axcel lebih banyak tersenyum.
Ilustrasi pohon berry dan anggur liar yang Zehya petik di pinggir jalan saat pergi ke pantai. ( Gambar saya ambil dari google)
Doni dan Rose segera menyiapkan tempat untuk mereka duduk, sedang Deni dan dokter Steven pergi memancing. Mereka berniat makan malam di sana sekalian, dengan menu ikan bakar.
Zehya membantu Axcel duduk di atas kain yang sudah Rose siapkan dan meletakkan beberapa keranjang yang mereka bawa ke atas kain. Kemudian duduk di samping Axcel, menikmati suasana pantai yang syahdu.
" Indah..." Axcel berkata lirih, namun matanya fokus pada sosok yang ada di sampingnya. Sedang Zehya menatap lautan lepas dengan senyum di bibirnya.
" Iya, kan? Aku suka duduk di sini saat senja."
Axcel tersenyum, jika boleh meminta. Dia ingin meminta waktu berhenti saat ini. Bersama dengan Zehya setiap saat adalah suatu moment yang sangat dia rindukan.
" Apa kamu akan menetap lama disini?" Zehya menoleh pada Axcel, dan menatap mata lelaki itu dengan sebuah keyakinan di sana.
" Iya, jika memungkinkan. Aku tidak ingin pulang ke Indonesia. . . Benar, keluargaku ada di sana. Aku juga menyayangi mereka. Tapi... Setelah lama hidup berjauhan, dan sering berpindah dari negara lain ke negara yang lainnya. Tempat inilah yang paling aku suka. Semua mimpi masa kecilku terwujud di sini... " Zehya menoleh, memandangi ombak yang meninggalkan buah di pasir pantai yang putih dan bersih.
Axcel ikut memandangi obak di depan sana. Mencoba memahami perasaan Zehya. Axcel tidak mau menghakimi, juga tidak akan melarang. Ini hidup Zehya, dan gadis itu berhak menentukan jalan hidupnya, termasuk di mana dia akan tinggal.
" Bagaimana jika kamu menikah suatu saat nanti?" Mendengar pertanyaan Axcel, Zehya menoleh pada lelaki itu. Axcel balas menatap kedua manik mata Zehya yang bundar dan selalu berbinar. " Maksudku, apakah kamu akan tetap tinggal di sini? Atau ikut kemana suamimu pergi?"
Zehya diam cukup lama, kemudian menengadahkan Kepalanya dengan mata terpejam. Gadis itu lalu kembali menatap lautan.
" Entahlah... Aku masih belum tahu dengan siapa aku akan menikah, menjalani hidup bersama... dan mewujudkan semua mimpiku bersamanya. Kak, banyak rahasia yang aku simpan... Banyak hal yang aku sembunyikan."
" Zehya, bicara tentang rahasia, kamu sudah berjanji padaku. Bahwa kamu akan menceritakan banyak rahasiamu padaku jika aku bangun." Axcel menyentuh punggung tangannya Zehya. Gadis itu tertawa renyah. Menyadari kebodohannya.
" Baiklah... Baiklah. Nanti aku akan memberitahu kakak. Aku tidak pernah ingkar janji."
Keduanya lalu berbincang banyak hal, Sembari menunggu Rose dan yang lain selesai memancing dan memasak hasil tangkapan mereka.
Ilustrasi Zehya dan Axcel yang tengah berbincang dengan Zehya. ( Gambar saya ambil dari google).
Matahari kian tenggelam, langit pun mulai menghitam. Rose dan yang lain datang dengan berbagai macam hasil tangkapan mereka sore ini.
" Don, buatlah api. Rose, tolong siapkan bumbu, dan kau, Deni. Bantu aku membersihkan hasil tangkapan kita." Dokter Steve memberikan arahan pada mereka. "Anda berdua cukup duduk dengan tenang disana, Tuan, Nona. Itu jauh lebih baik." Dokter Steve berkata sembari pergi ke pinggir pantai di ikuti oleh Deni.
Zehya dan Axcel tertawa mendengar perkataan dokter Steve.
" Apa dia kira kita masih anak kecil, Ze?"
" Haha.. mungkin. Wajar saja, Dokter Steve sudah bersama kita sejak kita masih kecil."
Ilustrasi makanan yang mereka masak. ( Gambar saya ambil dari google)
Setelah semua makanan masak. Zehya membantu menata diatas meja, dan menyiapkan minuman untuk mereka semua. Suasana malam ini terasa lebih hangat. Mereka menikmati makan malam mereka dengan canda dan tawa.
Ilustrasi meja makan yang mereka siapkan bersama-sama. ( Gambar saya ambil dari google).
...****************...
Seperti yang Zehya janjikan. Hari ini Zehya membawa Axcel ke ruangannya di lantai atas, di bantu oleh Rose dan yang lain.
" Terimakasih, kalian bisa kembali bekerja, Aku akan memanggil kalian jika membutuhkan bantuan." Zehya meminta mereka semua kembali ke bawah begitu Axcel sudah ada di lantai atas.
" Baik, Nona." Jawab mereka serentak, dan pergi meninggalkan Zehya dan Axcel di depan dua buah pintu yang saling berhadapan.
" Ini adalah perpustakaan milikku, selama kakak ada di sini, aku akan tidur di ruangan ini." Zehya membuka pintu perpustakaannya, dan mendorong kursi roda Axcel masuk kedalam.
Axcel memandangi rak-rak buku yang berjejer buku yang sangat rapi. Di ujung ruangan, di samping jendela besar, ada sebuah sofa dan meja yang berwarna senada. Rasa bersalah muncul di hati Axcel, ketika membayangkan Zehya tidur di atas sofa.
" Sofa ini bisa berubah menjadi kasur yang nyaman untuk tempat tidur." Zehya yang mengerti pikiran Axcel, dia segera merubah sofanya, lalu tidur berguling-guling.
" Hah... aku jadi ingin tidur," Ucap Zehya yang tengah merebahkan dirinya dengan mata terpejam. Axcel terkekeh geli melihat tingkah Zehya. Lelaki itu menggerakkan kursi roda otomatisnya, berpindah ke samping sofa, menarik sebuah novel dan membacanya.
" Kamu masih menyukai cerita seperti ini?" Tanya Axcel. Zehya menoleh, dan membaca judul novel yang ada di tangan Axcel.
" Seleraku masih sama, kisah petualangan dan sihir masih menjadi favorit ku." Jawab Zehya sumringah.
" Apa ini hasil kerja orang suruhan Paman Rey dan Ayahmu?"
" Tentu saja, merekalah yang selalu memindahkan semua barang-barang ku setiap aku pindah."
" Jadi selama ini, hanya mereka berdua yang mengetahui keberadaanmu?"
" Haha... kakak benar," Zehya beranjak dari rebahannya, dan mengajak Axcel pindah ke ruang sebelah.
" Sebelum aku berubah pikiran, Ayo. Aku tunjukkan satu rahasia terbesar dalam hidupku..."