Nada Azzahra, siswa baru di SMA Nusantara Mandiri, adalah gadis ceria yang mudah bergaul. Kepribadiannya yang ramah dan penuh semangat membuatnya cepat mendapatkan teman. Namun, kedatangannya di sekolah ini mempertemukannya dengan Bara Aryasatya, cowok tengil yang ternyata adalah "musuh bebuyutan"-nya semasa SMP.
Di masa SMP, Nada dan Bara bagaikan Tom & Jerry. Pertengkaran kecil hingga saling usil adalah bagian dari keseharian mereka. Kini, bertemu kembali di SMA, Bara tetap bersikap menyebalkan, hanya kepada Nada. Namun, yang tak pernah Nada sadari, di balik sikap tengilnya, Bara diam-diam menyimpan rasa cinta sejak lama.
Setiap hari ada saja momen lucu, penuh konflik, dan menguras emosi. Bara yang kikuk dalam mengungkapkan perasaannya terus membuat Nada salah sangka, mengira Bara membencinya.
Namun, seiring waktu, Nada mulai melihat sisi lain dari Bara. Apakah hubungan mereka akan tetap seperti Tom & Jerry, ataukah perasaan yang lama terpendam akan menyatukan mereka?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Lily Dekranasda, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Pertandingan Bola Basket
Hari itu, suasana di lapangan olahraga begitu cerah. Semua siswa tampak bersemangat untuk pelajaran olahraga, apalagi hari ini mereka akan bermain permainan bola basket sederhana.
Guru olahraga membagi mereka menjadi banyak kelompok terdiri dari 5 orang masing-masing tim nya. Saat ini dimulai dengan pertandingan antara kelompok Naga terdiri dari Bara, Nada, Gisel, Rio, dan seorang teman lainnya. Sedangkan Kelompok Bayangan beranggotakan Dimas, Jessika, Rio, dan dua siswa lain.
Di pinggir lapangan, Ayden dan beberapa teman yang menunggu giliran bermain menjadi tim sorak, memberikan energi tambahan pada kedua tim.
“Semangat, Nada! Jangan sampai kalah sama Dimas!” teriak Ayden, melambaikan pom-pom seadanya.
Nada tertawa kecil sambil melirik sepupunya. “Iya, iya! Jangan ganggu konsentrasi aku!” jawabnya sambil mengencangkan tali sepatunya.
Peluit tanda pertandingan dimulai terdengar. Kelompok Naga langsung mengambil alih bola pertama. Bara, sebagai pemain paling lincah, menggiring bola dengan percaya diri, menghindari hadangan dari Rio dan Dimas.
“Nada, siap-siap!” Bara berteriak sambil mengoper bola. Nada yang berada di posisi strategis langsung menangkap bola itu dengan cekatan. Ia menghindari Jessika yang berusaha merebut bola dan berlari mendekati ring.
“Lempar, Nada!” Gisel berteriak dari belakang.
Nada melompat, melempar bola, dan... bola itu memantul di tepi ring sebelum akhirnya masuk.
“Masuk!” Nada berseru gembira, diikuti sorakan dari tim Naga dan Ayden di pinggir lapangan.
“Bagus, Nada!” Bara menghampirinya dan memberikan high-five. Nada tersenyum lebar, merasa puas dengan kontribusinya pada tim.
Pertandingan terus berlangsung sengit. Kelompok Naga dan Kelompok Bayangan saling mengejar poin. Bara dan Nada bekerja sama dengan sangat baik, membuat mereka menjadi duet yang sulit dikalahkan.
Setiap kali Bara memegang bola, ia selalu memastikan Nada berada di posisi aman sebelum mengoper bola. Ia bahkan beberapa kali menghadang Dimas dan Rio, memberikan waktu bagi Nada untuk menyusun strategi.
“Kenapa kalian kompak banget sih?” Dimas menggoda mereka saat Bara berhasil mencetak poin setelah mendapat assist dari Nada.
“Namanya juga kerja sama tim!” jawab Bara sambil tersenyum lebar, melirik sekilas ke arah Nada.
Nada hanya tersipu, tetapi diam-diam ia merasa ada sesuatu yang berbeda. Setiap kali Bara melindunginya atau memujinya, jantungnya berdegup lebih cepat dari biasanya.
Ketegangan meningkat saat skor hampir seimbang. Kedua tim berusaha keras untuk mencetak poin terakhir sebelum waktu habis.
Nada sedang menggiring bola, mencoba menghindari Jessika yang terus mengejarnya. Ia fokus penuh pada ring di depannya, siap melempar bola untuk menambah skor.
Namun, di lapangan sebelah, ada permainan sepak bola yang juga sedang berlangsung. Tanpa sengaja, bola dari lapangan tersebut melayang ke arah lapangan basket mereka. Bola itu meluncur dengan kecepatan tinggi, mengarah langsung ke kepala Nada.
Penonton di pinggir lapangan berteriak, “Nada! Awas!”
Nada, yang terlalu fokus pada permainannya, tidak menyadari bahaya itu.
Bara, yang melihat bola itu datang, langsung bertindak tanpa berpikir panjang. Ia berlari ke arah Nada dan menariknya ke samping, memeluknya untuk melindunginya dari bola.
“Bruak!”
Bola sepak itu menghantam tanah dengan keras, hanya beberapa inci dari tempat Nada berdiri tadi.
Nada terdiam, napasnya tertahan. Ia menatap Bara yang masih memeluknya dengan erat.
“Bara...” suaranya hampir tidak terdengar, hanya berupa bisikan.
Bara perlahan melepaskan pelukannya dan menatapnya. “Kamu gak apa-apa?” tanyanya sambil memegang pundak Nada untuk memastikan dia baik-baik saja.
Nada mengangguk pelan, tapi matanya masih melebar karena kaget. “Aku… aku gak sadar tadi.”
“Makanya, jangan terlalu fokus. Kalau ada apa-apa, aku gak bakal diam aja,” Bara menjawab sambil tersenyum kecil dan mengelus rambut panjang nada yang diikat cepol.
Nada hanya bisa menatapnya, dadanya berdegup kencang. Ia merasakan sesuatu yang aneh, rasa hangat yang membuatnya ingin terus berada di dekat Bara.
“Uhuk, uhuk!” Ayden pura-pura terbatuk dari pinggir lapangan.
“Cieee... Bara jadi pahlawan!” Ayden berteriak dari pinggir lapangan, mengangkat kedua tangannya. “Nada, kamu tuh peka sedikit dong! Bara udah jadi bodyguard kamu!”
Nada melirik Ayden sambil memutar matanya. “Diam, Ayden!” Tapi ia tidak bisa menyembunyikan senyum kecil di wajahnya.
Bara hanya terkekeh sambil kembali ke posisi bermain.
Aldo yang berdiri tidak jauh dari tempat kejadian itu, memperhatikan semuanya dengan saksama. Saat bola meluncur ke arah Nada dan Bara dengan sigap melindunginya, Aldo merasakan perasaan campur aduk yang sulit dijelaskan.
Dia memasukkan kedua tangannya ke saku celana, menundukkan kepala sambil tersenyum kecil yang hambar. “Dia selalu lebih cepat,” pikir Aldo.
Ketika Bara memeluk Nada untuk melindunginya, Aldo tidak bisa mengabaikan rasa kecewa yang menusuk dadanya. Ia tahu bahwa Bara memang orang yang lebih berani dan spontan dibandingkan dirinya. Jika ia yang berada di posisi itu, mungkin ia akan terlambat bereaksi.
Pertandingan akhirnya dimenangkan oleh Kelompok Naga dengan skor tipis. Semua anggota tim bersorak, saling memberi selamat atas kerja sama mereka.
“Tuh kan, aku tahu kamu pasti menang!” kata Ayden sambil menepuk bahu Nada.
Nada tersenyum kecil, tapi pikirannya masih terbayang kejadian tadi. Ia melirik Bara yang sedang berbicara dengan Rio dan Gisel. Bara menyadari tatapannya dan balas tersenyum padanya.
Nada segera mengalihkan pandangannya, wajahnya memerah lagi.
“Kenapa sih aku jadi begini?” gumamnya pelan sambil memegang dadanya. Tetapi jauh di dalam hatinya, ia tahu jawabannya. Bara, dengan segala perhatian dan sikap melindunginya, perlahan mulai mengambil tempat di hatinya.
Aldo mendekati Nada yang sedang duduk di bangku pinggir lapangan.
“Lo gak apa-apa, Nada?” Aldo bertanya dengan nada lembut, mencoba menutupi kegelisahannya.
Nada mengangguk sambil tersenyum kecil. “Aku gak apa-apa kok. Untung ada Bara tadi.”
Nama Bara keluar dari mulut Nada dengan nada yang terdengar berbeda di telinga Aldo. Ia hanya bisa tersenyum tipis, meskipun dalam hati ada rasa pahit yang sulit dijelaskan.
“Ya, dia memang cepat tanggap,” jawab Aldo singkat, menatap ke arah Bara yang sedang bercanda dengan Rio dan Gisel di tengah lapangan.
Nada menatap Aldo, merasa ada sesuatu yang berbeda dalam sorot matanya. Namun, sebelum ia sempat bertanya, Aldo sudah berdiri. “Yuk, gue temenin balik ke kelas,” katanya sambil memberikan tangannya untuk membantu Nada berdiri.
Nada tersenyum dan menerima uluran tangannya. Disepanjang jalan, mereka mengobrol tak sedikit juga tertawa bersama.
Bara yang baru saja selesai bercanda dengan Rio dan Gisel, tiba-tiba menangkap pemandangan yang membuat langkahnya terhenti. Dari kejauhan, ia melihat Aldo sedang berjalan bersama Nada. Aldo terlihat membantu Nada untuk berdiri, sementara Nada tertawa kecil mendengar sesuatu yang dikatakan Aldo.
Bara merasakan hatinya mencubit. “Apaan, sih? Gue cuma ngeliat mereka jalan bareng kok kayaknya panas banget,” pikirnya sambil menggertakkan gigi.
Gisel yang berdiri di sebelahnya langsung menyadari perubahan ekspresi Bara. “Kenapa lo, Bar? Kok muka lo kayak orang lagi nahan sakit gigi?” goda Gisel sambil tertawa kecil.
“Enggak, gue cuma...” Bara berhenti sejenak, mencari alasan yang masuk akal. “Gue cuma haus aja,” katanya cepat sambil berjalan menjauh, pura-pura menuju dispenser air.
Namun, bukannya minum, Bara malah terus mengawasi Aldo dan Nada dari jauh. Setiap gerakan mereka seolah-olah diputar dalam gerakan lambat di mata Bara. Nada tertawa. Aldo tersenyum. Nada memukul pelan lengan Aldo. Aldo membalas dengan candaan lain.
“Apa-apaan mereka?” Bara semakin gelisah.