Bagaimana rasanya satu sekolah dengan pembunuh berantai? Ketakutan? Tentu nya perasaan itu yang selalu menghantui Shavinna Baron Maldives. Anak perempuan satu-satu nya dari keluarga mafia terkenal. Mungkin ini akan terdengar cukup aneh. Bagaimana bisa anak dari seorang mafia ketakutan dengan kasus pembunuhan anak SMA?
Bukan kah seharus nya ia sudah terbiasa dengan yang nama nya pembunuhan? Pasti begitu yang kalian semua pikirkan tentang Shavinna. Memang benar dia adalah anak dari seorang mafia, namun orang tua nya tak pernah ingin Shavinna tahu tentang mafia yang sebenarnya. Cukup Shavinna sendiri yang berfikir bagaimana mafia dari sudut pandang nya. Orang tua nya tak ingin anak mereka mengikuti jalan mereka nanti. Lalu bagaimana nya cara Shavinna menghadapi kasus pembunuhan yang terjadi di sekolah nya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Iqiss.chedleon, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
FAKTA
Mereka sudah janjian akan bertemu jam sepuluh pagi nanti. Tentu nya Shavinna datang paling awal di banding kan anak lain nya. Shavinna, Reza, dan Aelin sengaja datang lebih awal untuk membicarakan hal pribadi lain. Ada sesuatu yang ingin Reza dan Aelin sampaikan pada Shavinna. Meski mereka tahu bahwa Shavinna tidak akan dengan mudah menerima hal ini. Setidak nya mereka sudah berusaha.
“Kenapa kalian bisa ngasih penilaian secepat itu? Padahal kalian baru pertama kali ketemu sama dia,” bantah Shavinna yang mulai risih dengan pembicaraan ini.
“Kami ga mau ngehancurin hati mu, Shav. Tapi dia bukan orang yang baik. Siapa pun itu yang dekat dengan sampah kaya Kakek nya Sebastian, dia pasti tidak jauh dari kata sampah juga. Coba kamu pikirin lagi deh,” jelas Reza.
“Mungkin sekarang di mata kamu, kami itu jahat. Tapi kami ini sebenar nya peduli banget sama kamu. Kami ga mau kamu dekat sama orang yang punya hubungan soal mafia. Kamu tahu betapa sampah nya kami kan? Jadi berhenti nambah orang-orang sampah kaya kami ini di sebelah mu. Cukup kami aja, Shav,” tambah Aelin yang tampak sangat serius.
“Dari kecil aku ga suka sama pekerjaan orang tua ku, Kak. Tapi setelah aku ketemu sama kalian, semua pandangan itu berubah. Aku tahu kalau ga semua orang yang punya hubungan sama mafia itu orang jahat. Kalian selalu baik sama aku. Orang tua nya Glori juga baik kok. Jadi kalian jangan khawatir soal Riki ya? Dia emang gitu kalau sama orang baru. Aku ga terlalu suka kita ngomongin hal pribadi kaya gini,” Shavinna masih saja keras kepala.
“Shavinna. Kamu ga tahu keras nya dunia luar. Kamu ga tahu seberapa bahaya nya dunia luar buat kamu. Kamu mau jadi kaya Katrine?” tampak nya Reza keceplosan karena sudah merasa sangat kesal.
“Hah? Maksud nya?” tanya Shavinna yang penasaran.
“Huh. Kamu memang harus tahu semua ini dari awal. Memang bener Evan yang udah nyelamatin Katrine. Tapi apa kamu tahu dia selamat dari apa?” balas Aelin.
“Aku ga tahu kak. Tapi kaya nya jasa Evan besar banget buat Kak Katrine,” jawab Shavinna dengan polos nya.
“Katrine itu terlalu polos. Dia itu sebenarnya korban dari kejahatan Evan sendiri. Evan yang dulu itu lebih gila dari pada sekarang. Dia haus akan darah. Membunuh adalah hal yang terasa menyenangkan bagi nya. Awal nya dia di suruh untuk membunuh Katrine atas perintah clien nya. Tapi dari pandangan pertama, Evan jatuh hati dengan Katrine. Dia sampai berpura-pura sebagai penyelamat bagi Katrine. Merawat dan memberikan apartemen nya kepada Katrine atas bentuk cinta yang berkedok simpati. Dia orang gila. Dan sampai sekarang Katrine masih belum tahu kebenaran nya. Otak nya sudah di cuci oleh Evan. Ia benar-benar masuk ke dalam perangkap Evan. Lebih tepat nya, Katrine sudah sangat bergantung pada Evan,” mendengar penjelasan Reza membuat Shavinna sangat terkejut.
“HAH? BENERAN EVAN KAYA GITU? TAPI BUKAN NYA DIA CUMA ANAK SMA BIASA SEKARANG?” Shavinna merasa sangat syok sekarang.
“Itu yang ga kamu tahu Shavinnna. Apa yang terlihat belum tentu benar. Aku ga mau kamu tahu lebih banyak soal kelam nya dunia. Intinya Riki sebelas dua belas sama Evan. Paham?” Aelin memperjelas keinnginan nya.
Shavinna jadi terdiam setelah mendengar kenyataan yang begitu mengerikan ini. Ia jadi berpikir, apakah Riki juga memiliki rahasia yang selalu dia sembunyikan? Shavinna tidak bisa menyangkal perkataan Aelin dan Reza. Karena diri nya sendiri belum mengenal Riki sepenuh nya.
“Aku akan berusaha untuk menjauh, Kak. Kalian bener, aku ga tahu apa-apa soal dunia luar. Apa lagi dunia nya sendiri. Aku belum tahu apa-apa,” jawab Shavinna.
“Kami ga maksa kamu untuk ga temenan sama dia. Cuma jangan terlalu dekat sama dia. Dia bisa aja berbahaya buat kamu,” tambah Reza.
“Jangan sampai kamu punya pasangan kaya dia ya?” Aelin tampak khawatir dan serius dengan perkataan nya.
“Iya kak. Makasih ya. Kalian selalu peduli sama aku, padahal kita ga punya hubungan darah. Tapi rasa nya kalian udah kaya saudara kandung buat aku,” Shavinna berusaha menenangkan Aelin.
“Kami selalu peduli sama kamu Shavinna. Karena kamu juga udah jadi bagian penting dari hidup kami,” Shavinna tersenyum mendengar ucapan Reza.
“Selagi kamu bahagia, kami akan terus mendukung. Tapi hal itu juga harus positif buat kamu. Jangan cuma pikirin dampak nya dalam jangka pendek. Tapi kedepan nya kamu harus tetap bahagia.” Shavinna sangat bersyukur karena masih ada orang yang begitu peduli pada diri nya.
Mereka lanjut berbincang dan melepas rindu yang sudah tertahan selama ini. Perasaan bahagia dan bangga mulai tumbuh di hati Shavinna. Selama ini Shavinna selalu menjadi kan Aelin dan Reza sebagai panutan nya. Tumbuh di antara manusia hebat seperti mereka, adalah suatu keberuntungan yang tidak ada dua nya. Sekarang Shavinna sangat senang bisa berkumpul lagi dengan orang-orang hebat seperti mereka. Shavinna berharap hari-hari nya tetap bisa di temani oleh Aelin dan Reza.
Mereka sudah seperti kakak angkat bahkan orang tua angkat bagi Shavinna. Tempat berpulang nya Shavinna saat masih kecil. Tempat bercerita paling aman dan nyaman bagi Shavinna adalah mereka berdua. Orang-orang yang care nya melebihi orang tua kandung Shavinna. Tentu nya dengan cara yang hangat dan sehat bagi Shavinna. Memperbaiki sedikit kenangan masa kecil Shavinna yang hancur. Kenangan dan tawa bahagia itu tidak akan pernah Shavinna lupakan. Senyum paling tulus yang pernah Shavinna tunjukkan adalah saat bersama Aelin dan Reza. Mereka tumbuh dan besar bersama. Berkembang bersama dan memperbaiki diri bersama. Itu lah yang mereka lakukan sejak kecil.
Waktu berlalu begitu cepat ketika Shavinna bersenang-senang dengan orang yang ia sayangi. Seanna dan Sebastian datang lebih cepat dari dugaan Shavinna. Ia kira pasangan itu akan terlambat, mengingat kejadian semalam yang baru saja mereka alami. Mereka berdua tampak lebih lengket hari ini. Yang menjadi kejutan adalah Ezra juga ikut berkumpul bersama mereka.
“Shavinna!” teriak Seanna yang sangat gembira setelah melihat Shavinna.
“Hai, gimana keadaan kalian? Gapapa nih kalian ikut? Takut nya Sebastian belum pulih sepenuh nya,” tanya Shavinna yang khawatir.
“Ah, kami baik-baik aja kok. Ezra ikut gapapa ya? Di suruh Ayah Bunda ku soal nya,” jelas Seanna yang takut Shavinna tidak nyaman dengan kehadiran Ezra.
“Gapapa kok. Aku sama Reza juga ikut kalian di sini,” sahut Aelin.
“Okey, Kak. Ini yang lain nya pada kemana? Kok belum sampe juga? Udah jam sepuluh loh,” balas Seanna.
“Yang di depan itu temen kalian?” tanya Reza sambil menunjuk seorang anak laki-laki yang baru turun dari motor nya.
“Itu Jack kan? Kok dia sendiri, apa jangan-jangan Naureen bener-bener ga ikut karena omongan ku kemarin?” Seanna mulai merasa bersalah.
“Aku coba samperin dulu,” ucap Sebastian, karena Jackson terlihat sibuk dengan Hp nya sendiri. Padahal ia baru saja sampai di sana, tampak nya Jackson sedang menunggu sesuatu.
Sebastian berjalan keluar dan langsung menghampiri Jackson.
“Kenapa ga masuk?” sahut Sebastian yang membuat Jackson terkejut.
“Astaga, gue kira siapa. Ini lagi nunggu Jovan,” jawab Jackson yang masih saja sibuk dengan Hp nya sendiri.
“Naureen kemana? Dia ga ikut?” tanya Sebastian.
“Uh, kalau soal itu gue juga ga tau. Semalem kita berantem, biasa lah dia ngilang ga ada kabar. Gue udah kerumah nya, tapi ya gitu lah. Bokap nya langsung ngusir gue,” mendengar penjelasan Jackson membuat Sebastian memahami permasalahan nya di sini.
“Jovan udah sampai mana sih?” Sebastian berusaha mengalihkan pembicaraan.
“Kata nya bentar lagi nyampe. Masuk aja dulu, nanti gue nyusul,” Sebastian hanya menggeleng dan menunggu bersama Jackson di sana.
Tak lama kemudian, datang mobil merah yang di ikuti tiga mobil hitam di belakang nya. Mobil-mobil itu terparkir tepat di depan Sebastian dan Jackson. Sebastian dan Jackson sudah bisa menebak mobil milik siapa itu. Tapi orang yang keluar dari mobil itu membuat mereka berdua terkejut.