WA 089520229628
Sebuah kisah tentang seorang istri yang dikhianati suami juga sahabat baiknya sendiri. Yuk mampir biar karya ini ramai kayak pasar global.
Karya ini merupakan karya Author di akun lain, yang gagal retensi. Dan kini Author alihkan di akun Hasna_Ramarta. Jadi, jika kalian pernah membaca dan merasa kisahnya sama, mungkin itu karya saya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Hasna_Ramarta, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 22 Panggilan Mesra
Sauza segera masuk kamar kembali setelah mendengar obrolan atau kericuhan di bawah. Ia tidak mau Mira melihatnya mengintip dan mengetahui malam ini juga bahwa yang menjadi istri papanya adalah dirinya.
"Aku harus segera masuk kamar, agar aku tidak ketahuan oleh Mira malam ini."
Sementara itu, Mira yang tadi hanya diam terpaku karena kemarahan sang papa, kini berusaha bersikap biasa kembali, seolah tidak pernah terjadi apa-apa.
"Sudahlah Pah, masalah Raja tidak perlu dibahas lagi, karena Raja sudah tenang di surga. Sekarang aku merasa lapar aku ingin makan dulu." Tanpa rasa bersalah atau malu, Mira beranjak menuju ruang makan. Bima dan Pak Kendra hanya bengong lalu geleng-geleng kepala dengan kelakuan Mira.
"Ngomong-ngomong di mana istri Papa yang baru itu, aku pengen lihat? Masa iya dia tidak mau menyambut aku sebagai anak sambungnya?" lontar Mira sambil berjalan menuju ruang makan.
"Dia sudah tidur. Kalian terlalu lama di jalan, sehingga istri papa ketiduran. Biarlah besok pagi kalian akan bertemu dengan istri papa. Sekarang, kalian makan malam dulu kalau lapar," ujar Pak Kendra seraya memerintahkan ART nya untuk menyiapkan maka malam buat Mira dan Bima.
"Huh, istri apaan. Katanya dia masih seumuran aku, tapi jam segini sudah masuk kamar. Dasar gatal," cetus Mira mulai mengumpat.
"Mira, apa-apaan? Jangan mengatai seseorang dengan kalimat tidak pantas!" peringat Bima seraya menyikut lengan Mira. Pak Kendra sama halnya dengan Bima, ia merasa marah dengan ucapan Mira yang mengata-ngatai Sauza dengan kalimat tidak baik. Akan tetapi Pak Kendra hanya bisa menahan amarahnya di dalam dada.
Lagi-lagi, Mira menunjukkan sikap tidak merasa bersalah, ia justru memangku tangannya dengan mata bergulir ke sana kemari menganggap remeh ucapan Bima. Bima hanya bisa mengusak rambutnya dengan kasar, merasa sangat kesal.
Sebelum akhirnya Mira sampai di meja makan, sebuah pajangan kayu dari lantai dua terlihat bergoyang seakan terkena senggolan seseorang. Lalu sebuah bayangan secepat kilat berlari menuju kamar Pak Kendra.
"Nah, itu suara apa, dan bayangan yang masuk ke kamar Papa siapa? Pastinya itu istri Papa yang gatal itu, kan? Dia sengaja tidak mau menemui kami. Dia pasti sudah mengintip kita di bawah ini. Huh dasar belagu dan tidak tahu adab," umpat Mira sembari menoleh ke arah lantai dua.
"Mira, berhenti mengata-ngatai!" peringat Bima kecewa dengan kalimat Mira yang terdengar menghina.
"Mira, kenapa bicaramu semakin kasar saja pada istri papa? Kamu tidak berhak berkata seperti itu, sebab dia istri papa dan pilihan papa. Dia sangat baik di mata papa," susul Pak Kendra menegur Mira dengan sangat kecewa. Setelah itu Pak Kendra berlalu dan menaiki tangga untuk masuk ke kamar.
Mira tidak peduli dengan omelan papanya, dia hanya sibuk memainkan bibirnya tanda mengejek.
"Ya ampun Mira, tahu seperti ini kelakuanmu, dari dulu aku nyesel menikah denganmu. Eh, tapi maaf, kita menikahpun itu karena kamu yang sudah menggoda aku dan menjebak aku," celoteh Bima gedek dengan kelakuan Mira.
"Huh, jangan pikir aku juga tidak menyesal Bima. Setelah kamu ditendang dari jabatan CEO di perusahaan papamu, apa yang bisa diharapkan darimu? Aku juga tidak sudi bersuamikan pria miskin dan staf biasa seperti kamu," hina Mira benar-benar membuat Bima dilanda sakit hati dan kecewa.
"Baiklah, jika itu inginmu. Maka, tunggu saja surat cerai dariku dalam dua bulan terakhir ini," dengus Bima seraya menuju kamar yang telah ditunjukkan seorang pembantu tadi. Bima urung menuju ruang makan, karena sudah tidak berselera makan akibat omongan Mira.
Mira tidak takut dengan ancaman Bima. Dia juga sesungguhnya sudah tidak mencintai Bima, karena yang Mira incar adalah harta Bima.
***
Keesokan harinya, Sauza dan Pak Kendra sudah terbangun dari tidurnya. Mereka layaknya pengantin baru. Padahal tadi malam tidak terjadi apa-apa antara mereka berdua, terlebih Pak Kendra melihat Sauza masih belum siap melayaninya sepenuh hati. Bagi Pak Kendra tidak masalah, sudah bisa sekasur dengan Sauza saja merupakan hal yang paling ia syukuri.
"Sayang, anak dan menantuku tadi malam sudah datang. Sekarang kita turun sama-sama, ya," berita Pak Kendra sembari melilit perut Sauza yang rata dengan kedua tangannya.
Sauza pura-pura kaget lalu berubah antusias seakan ingin segera menyambutnya.
"Oh, ya? Lalu bagaimana saya harus memanggil Bapak, apakah Mas, papa, Abang atau Kakak?" lontar Sauza merasa bingung.
"Sayang, kenapa harus bingung-bingung, panggil saja mas, karena aku sekarang ini suami kamu," anjur Pak Kendra seraya menatap mata Sauza yang indah.
Sauza termenung sesaat, panggilan mas untuk Pak Kendra baginya terdengar kaku dan tidak biasa. Tapi demi sebuah misi, Sauza harus berusaha mengubah panggilan bapak dengan sebutan mas.
"Baiklah Mas, saya panggil mas saja. Apakah Mas tidak keberatan?" Sauza meminta persetujuan Pak Kendra. Pak Kendra tersenyum tanda setuju.
"Baiklah kita turun, yuk," ajak Pak Kendra sembari menggandeng lengan Sauza menuruni tangga lalu ruang makan untuk sarapan pagi.
Sauza sudah mempersiapkan diri di depan Mira dan Bima. Dia akan menjadi surprise paling mengejutkan bagi mereka berdua.
"Pak, tapi saya malu bila bertemu anak Bapak."
"Sayang, kenapa panggilnya masih salah, kan tadi sudah sepakat panggil saya mas? Dan satu lagi, ganti kata saya menjadi aku atau Za saja. Aku lebih suka mendengar kamu memanggil namamu sendiri di depanku," ralat Pak Kendra sembari menganjurkan panggilan yang cocok ketika menyebut dirinya sendiri adalah dengan menyebut namanya.
"Baiklah, pa ... Mas." Sauza masih lupa dan gugup.
"Jangan lupa, Sayang. Panggil aku mas, dan sebut namamu Za atau Sauza, itu akan terdengar lebih romantis dan mesra," tuturnya sembari melangkah menuju meja makan.
Di depan meja makan sudah ada Mira dengan punggung membelakangi arah kedatangan Sauza dan Pak Kendra. Sementara Bima, masih belum kelihatan. Tapi, tidak lama dari itu, Bima muncul dari pintu belakang dapur, sepertinya dia habis menyesap rokok di sana.
Bima tiba di meja makan, tapi tidak ada sambutan hangat dari Mira. Bima tidak peduli, toh sebentar lagi dia dan Mira akan jadi mantan. Kehadirannya di sini, terpaksa harus baik-baik hanya demi terlihat baik di mata sang papa mertua.
Beberapa langkah lagi, Sauza dan Pak Kendra tiba di meja makan. Dua pasang mata, yakni Bima dan Mira seketika mengarah pada kedatangan sepasang pengantin baru itu.
"Selamat pagi," ucap Pak Kendra, sementara Sauza sejak tadi pura-pura membetulkan rambut sepinggangnya yang menghalangi wajahnya, sehingga Bima maupun Mira belum melihat jelas wajah dari istrinya Pak Kendra.
"Sayang, ayo, duduklah," titah Pak Kendra sembari menyambut tangan Sauza.
"Sebentar Mas."
Mira terlihat kesal dengan sikap istri baru papanya, rasanya ia mulai enek baru saja melihat punggungnya, apalagi wajahnya.
Perlahan Sauza menolehkan tubuhnya, ia sengaja ingin membuat dua makhluk pengkhianat itu penasaran dan kesal.
"Selamat datang di rumah kami." Kalimat sambutan pertama dari Sauza yang terdengar percaya diri menggema di ruang makan. Dengan wajah berseri, Sauza siap menyambut keterkejutan Bima dan Mira.
"Sa~Sauza?" ucap Bima gugup dengan mulut menganga tidak percaya.
"Ka~kamu?" susul Mira mendesis. Mira berdiri, dengan tubuh tiba-tiba menegang. Pak Kendra bengong sekaligus penasaran dengan sikap Bima dan Mira yang seakan sudah mengenali Sauza.
kenapa bisa seperti itu???
lebih baik berobat pak Kendra...
🤣🤣🤣🤣
Mira kau tak berkaca siapa dirimu, berapa lama jadi simpanan Bima, sebelum hamil kau dengan siapa?
Ukur baju orang lain jangan dengan ukuran tubuhmu, ya! Kau ingin memanasi Sauza, kan. Kutunggu, dengan setia.