Calon suaminya direbut oleh sang kakak kandung. Ayahnya berselingkuh hingga menyebabkan ibunya lumpuh. Kejadian menyakitkan itu membuat Zara tidak lagi percaya pada cinta. Semua pria adalah brengsek di mata gadis itu.
Zara bertekad tidak ingin menjalin hubungan dengan pria mana pun, tetapi sang oma malah meminta gadis itu untuk menikah dengan dosen killernya di kampus.
Awalnya, Zara berpikir cinta tak akan hadir dalam rumah tangga tersebut. Ia seakan membuat pembatas antara dirinya dan sang suami yang mencintainya, bahkan sejak ia remaja. Namun, ketika Alif pergi jauh, barulah Zara sadar bahwa dia tidak sanggup hidup tanpa cinta pria itu.
Akan tetapi, cinta yang baru mekar tersebut kembali dihempas oleh bayang-bayang ketakutan. Ya, ketakutan akan sebuah pengkhianatan ketika sang kakak kembali hadir di tengah rumah tangganya.
Di antara cinta dan trauma, kesetiaan dan perselingkuhan, Zara berjuang untuk bahagia. Bisakah ia menemui akhir cerita seperti harapannya itu?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon UQies, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
EPISODE #21
Sebuah mobil melaju membelah jalanan yang masih lenggang oleh kendaraan. Usai menunaikan sholat subuh, Zara kembali menuju Desa Uluhati, tempat ia melakukan KKP. Bersama Joe, asisten Alif yang diberi tugas untuk mengantarnya dengan selamat. Zara duduk di jok belakang sambil merenung. Kedua matanya berkaca-kaca, bahkan sesekali ia mengusap air mata yang selalu ingin menerobos ke luar.
Alif sudah sangat lama menyimpan perasaan untukmu, meskipun dia tak pernah kamu anggap, bahkan lirik. Pertama kali kalian bertemu di desa Lambani saat usiamu 12 tahun, sejak saat itu dia menjagamu dalam diam. Kata Hadi, alasan Alif melamar pekerjaan sebagai dosen di kampusmu adalah karena ingin menjagamu lebih dekat."
"Jadi, jika kamu menganggap Alif tidak mencintaimu, maka kamu salah. Justru sebaliknya, dia sangat mencintaimu, hanya saja karakter dia yang kaku seperti ayahnya, membuat kamu salah mengartikan perasaannya."
Perkataan Oma Ratna tadi subuh benar-benar membuat hati Zara tersentuh, bahkan kini ia merasa bersalah. Jari tangannya bergerak naik-turun mencari nama kontak sang suami di ponselnya.
'Pak Alif SBK.' Begitulah nama yang tertera di daftar kontak Zara. Senyuman tipis hadir di wajahnya, meski matanya masih berkaca-kaca.
"Maafkan, Pak," ucapnya pelan, lalu segera menghapus tulisan 'SBK' tersebut.
Tak sengaja, di bawah nama kontak sang suami, terdapat nama 'Penyelamat.' Dahi Zara berkerut, itu adalah nama kontak Naufal di ponselnya. Namun, kini ia merasa ragu tentang siapa penyelamat yang sesungguhnya.
.
.
.
Di tempat lain, seorang wanita berjalan memasuki sebuah gedung kantor dengan begitu anggun. Senyuman senantiasa tersemat di wajahnya kala melihat sebuah kue yang berada di kedua tangannya saat ini.
"Akash ada di dalam, 'kan?" tanya wanita itu pada sekretaris yang berada di depan ruangan sang suami.
"B-Bu Lita!" ucap pria berkemeja navy yang kini tampak sangat terkejut.
"Kenapa kaget begitu? Akashnya ada, 'kan?" tanya wanita itu lagi memastikan. Namun, melihat sikap sekretaris suaminya yang mencurigakan, ia langsung memutuskan untuk masuk tanpa bertanya lagi.
Pintu pun ia buka tanpa diketuk dan langsung masuk. Senyuman yang tadi sempat terukir di wajahnya seketika hilang tak berbekas dan berganti dengan raut kemarahan.
"Akash! Apa yang kamu lakukan?" teriak Lita menatap tajam pria yang baru saja melepaskan diri dari pagutan mesra bersama seorang wanita dengan pakaian yang cukup terbuka.
"Li-Lita, a-aku bisa jelaskan!" ucap pria itu gelagapan.
"Apa yang ingin kamu jelaskan? Dasar breng*ek!" Lita membanting kue bertuliskan 'Happy Anniversary 2nd' ke lantai hingga hancur. Dengan berderai air mata, wanita itu langsung pergi meninggalkan ruang kerja sang suami.
"Lita!" Akash memanggil nama sang istri sambil berlari mengejarnya. Namun, wanita itu telah lebih dulu memasuki mobil dan pergi meninggalkan halaman gedung kantornya.
"Akh, si*l!!!" teriak Akash begitu kesal.
.
.
.
Malam telah hadir, mobil yang membawa Zara kini tiba di Desa Uluhati. Suasana desa mulai tampak sepi walau belum larut malam. Joe dengan sigap membukakan pintu untuk Zara yang masih tertidur pulas.
"Kita sudah sampai, Bu," ucap Joe.
Zara yang baru bangun pun akhirnya ikut keluar sambil memindai lokasi yang ia tempati saat ini guna mengembalikan kesadarannya yang belum 100%.
"Terima kasih, Pak Joe, sudah mengantar saya," ucap Zara tulus.
"Sama-sama, Bu. Ini sudah menjadi tugas saya dari Pak Alif. Saya akan kembali, jika Bu Zara membutuhkan sesuatu, Bu Zara bisa langsung hubungi saya." Joe menundukkan kepala sejenak, lalu berbalik dan hendak memasuki mobil.
"Tunggu, Pak Joe. Ada yang ingin saya tanyakan terkait suami saya," kata Zara hingga membuat Joe kembali membalikkan badan menghadap ke arahnya.
"Silakan, Bu!" ucap Joe mempersilakan.
"Sebenarnya Pak Alif kemana? Apa dia ada urusan kampus atau urusan luar kampus?" tanya Zara penasaran.
"Maaf, Bu. Mengenai itu saya juga tidak tahu. Bapak hanya bilang kalau dia sedang keluar kota untuk beberapa hari," jawab Joe, membuat Zara mengangguk paham walau sejujurnya ia tak puas dengan jawaban pria itu.
"Lalu ... Apa Pak Joe tahu apa suami saya punya pekerjaan lain selain dosen?" tanya Zara lagi.
Sudah beberapa kali ia menanyakan perihal pekerjaan sang suami kepada Oma Ratna sejak ia melakukan KKP. Namun, wanita paruh baya itu selalu berkata, 'Tanyakan langsung saja pada suamimu.'
"Apa Bu Zara memang tidak tahu pekerjaan Pak Alif?" Alih-alih langsung menjawab pertanyaan Zara, Joe malah balik bertanya.
"Saya hanya tahu Pak Alif itu dosen," jawab Zara jujur.
Wajah Joe tampak sedikit terkejut. Ya, terkejut karena heran dengan sikap Zara yang tidak tahu-menahu tentang suaminya sendiri.
"Jadi ...." Joe tampak sedikit ragu untuk mengutarakan pekerjaan bosnya itu. "Begini Bu. Jadi, Pak Alif itu sebenarnya adalah Ketua Yayasan Abdillah Medisentra yang membawahi rumah sakit Platinum Medisentra, Klinik Alfa Medisentra, dan Laboratorium Medisentra," jawab Joe memelankan suaranya.
"Oh, gitu ... A-apa? Ketua Yayasan?" tanya Zara yang baru sadar dengan jawaban Joe. Ia ingin memastikan bahwa apa yang didengarnya tidaklah salah.
"Iya, Bu ... Emm, untuk lebih jelasnya, Bu Zara bisa langsung menanyakan ini pada Pak Alif. Saya permisi." Joe kembali menunduk, lalu segera memasuki mobil dan melaju meninggalkan Zara yang kini berdiri dengan tatapan kosong. Kakinya terasa bergetar, hingga tubuhnya terasa lemas usai mengetahui fakta sang suami.
"Sepertinya ini mimpi," ucapnya pelan, lalu menampar pipinya sendiri dengan cukup keras.
"Auu, sakit! Ini bukan mampi," ucap Zara pelan sambil meringis.
Berbagai pertanyaan kini memenuhi kepalanya. Bagaimana bisa? Usianya masih sangat muda untuk menjadi Ketua Yayasan rumah sakit, klinik, dan laboratorium sebesar itu. Zara sungguh penasaran. Namun, menanyakan secara langsung kepada sang suami sepertinya tidak mungkin. Ia khawatir Alif akan menilainya buruk dan berujung salah paham.
.
.
#bersambung#