WARNING *** BIJAKLAH DALAM MEMBACA⚠️ ⚠️
Emile adalah seorang mahasiswi yang terpaksa harus menyudahi kuliahnya karena alasan ekonomi dan juga adik kesayangannya yang tengah sakit. Dia menghabiskan waktunya hanya untuk bekerja dan membiayai pengobatan adiknya yang tak ramah di kantong. Dalam pertemuan yang tak di sengaja dengan bosnya di sebuah bar membuat hidupnya berubah drastis. Ia terjebak dalam sebuah perjanjian kontrak dengan Harry Andreson.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Nonaniiss, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Kepulangan Elizabeth
Elizabeth turun dari mobilnya dengan terburu-buru. Ia tidak sabar ingin segera bertemu dengan menantunya itu. baru sampai di depan pintu, ia sudah berteriak memanggil Ningsih yang saat itu tengah berada di dapur. Emile yang mendengar suara itu langsung menyudahi kegiatannya. Ia pun merapikan penampilannya dan bergegas menemui Elizabeth.
"Di mana dia?" tanya Elizabeth dengan antusiasnya.
"Nona sedang di belakang, nyonya." jawab Ningsih.
Baru saja akan menuju ke taman belakang, tiba-tiba saja Emile sudah lebih dulu sampai di sana. Ia pun langsung tersenyum dengan hangatnya dan menghampiri Emile seraya langsung memegang tangannya.
"Bagaimana, kau suka kan tinggal disini?" tanya Elizabeth.
"I iya saya suka, nyonya." jawab Emile yang membuat wanita paruh baya itu langsung menghempaskan tangan Emile.
"Ehh maksudnya, mami." lanjut Emile yng sadar akan ucapannya.
"Nahh seperti itu kan jauh lebih bagus, benar kan Ningsih." kata Elizabeth
"Ya, nyonya." ujar Ningsih dengan tersenyum saja.
"David!!! mana oleh-olehnya?! Kau ini kenapa sangatlah lambat seperti siput!!" teriak Elizabeth yang membuat David langsung menyerahkan paperbag tepat di sampingnya
"Eh Ya ampun, ternyata kau sudah disini hahaha." ujarnya lagi dengan tertawa sembari menutup mulutnya.
"Ya, nyonya. Sedari tadi saya sudah disini. Memang saya kadang tidak di lihat oleh nyonya, karena keberadaan saya tidaklah penting, Terimakasih...." ucap David yang kemudian langsung berlalu keluar.
"Biasalah, dia memang seperti itu karena terlalu lama sendiri. Hei David, sudah waktunya kau mencari pasangan hidup agar hidupmu tidaklah hampa." teriak Elizabeth lagi yang membuat David berbalik dan hanya menundukkan kepalanya saja.
Ia pun menyerahkan paperbag itu pada Emile. Ia mengajak Emile untuk duduk dan mengobrol ringan. Di luar dugaannya, ternyata Elizabeth adalah orang yang sangat hangat dan care. Ia sempat berfikir buruk dengan wanita paruh baya itu karena melihat bagaimana sikap Harry.
Masih ada rasa canggung dengan statusnya yang baru, dan ia akan berusaha untuk memposisikan dirinya sebaik mungkin. Di lihatnya, sebuah dress ibu hamil yang sangat lucu tengah di pegang Emile. ia hanya tersenyum dan berterimakasih pada Elizabeth karena sudah membelikan dress itu untuknya.
"Sekarang, ini adalah rumahmu. Lakukan sesuatu yang kau ingin dan minta bantuan pada Ningsih jika kau butuh. Dia adalah orang kepercayaan ku yang ku percaya untuk mengurus segala keperluan dan isi dari rumah ini. jika ada satu barang saja yang hilang, dia akan ku penjarakan 5 tahun, begitulah isi perjanjiannya." kata Elizabeth membuat Ningsih hanya menggelengkan kepalanya saja.
"Apakah pernah ada pencurian di rumah ini?" tanya Emile yang terkejut mendengar penuturan Elizabeth.
"Belum pernah. Rumah ini keamanannya sangat terjaga ketat, jadi tidak ada yang perlu kau khawatirkan." jawab Elizabeth dengan tersenyum saja.
"Oh ya, apakah bocah gila itu sudah kesini?" tanya Elizabeth.
"Maksud mami?" tanya Emile bingung.
"Tentu saja suamimu. apakah dia belum kesini?" tanyanya lagi.
"Tuan muda Harry belum kesini nyonya. Saya sudah menghubungi Daniel untuk mengatakannya langsung pada tuan muda." jawab Ningsih yang membuat Elizabeth hanya mengangguk saja.
Setelah selesai menyajikan makanan, kini ketiga wanita itu pun mulai menyantap makanannya. Hanya saja, Elizabeth merasa ada yang aneh dengan rasa masakan yang ia makan kali ini. Rasanya tidak seperti biasanya.
Ningsih yang langsung paham pun menatap Elizabeth dan memberikan kode jika yang memasak adalah Emile. Makanan yang tadinya ingin dia keluarkan lagi karena terlalu asin, kini ia paksakan lagi agar ia telan dan tidak menyakiti hati Emile yang baru pertama kali tinggal di rumahnya. Jangan sampai hanya karena sikapnya Emile menjadi tidak betah di rumahnya.
Tidak ada pembiaran sama sekali selama makan malam berlangsung. Elizabeth yang melihat Emile lahap dengan makanannya pun nampak terheran-heran. Baginya, rasa makanan itu hanyalah asin saja, tapi entah kenapa Emile begitu lahap sekali memakannya.
Emile juga sengaja tidak mengatakan jika ia yang memasak semua makanan itu. Ia tidak mengatakannya karena mungkin saja masakannya tidak enak. Ia nekat memasak karena ingin mengucapkan terimakasih pada Elizabeth yang sudah sangat baik padanya. sebenarnya sepanjang makan, ia merasa gugup jika saja makanan itu tidaklah enak. Tapi ketika sesekali melihat reaksi Elizabeth dan Ningsih memakannya dengan lahap membuatnya lega.
Setelah makan malam selesai, Ningsih merapikan meja makan. sementara Emile sudah kembali ke kamarnya lebih dulu. Tiba-tiba saja Elizabeth mendekati Ningsih dan membicarakan makanan tadi
"Bukankah itu sangatlah asin, Ningsih. aku sampai memejamkan mataku jika ingin menelannya." ucap Elizabeth dengan berbisik pada Ningsih.
"Nona muda sangatlah mirip denganmu, nyonya. apakah nyonya tidak ingat waktu mengandung tuan muda Harry? Bahkan tuan Wiliam saja sampai tidak mau memakan masakan nyonya." kata Ningsih membuat Elizabeth terdiam dan berfikir sebentar.
"Tapi waktu itu kau sangat lahap sekali." kata Elizabeth.
"Kenapa tadi nyonya terlihat sangat lahap sekali memakan masakan nona muda? Ya, jawaban saya pun sama seperti mu, nyonya." kata Ningsih dengan tersenyum manis.
"Oh begitu ya, Ningsih." gumam Elizabeth dengan mengangguk paham saja kemudian berlalu pergi.
Di sisi lain, Daniel yang tengah menemani Harry di club bersama beberapa wanita mendadak keluar karena ponselnya yang tidak berhenti berdering. Di lihatnya ada Elizabeth yang menelponnya sampai 10x. Dengan segera ia mengangkat dan hanya mengangguk paham saja.
Ia pun berbisik di telinga Harry agar pria itu mengaktifkan ponselnya. Tapi, bukan Harry namanya jika langsung menurut saja. Hal itu tentu membuat Daniel kesal bukan main. Ia pun mengusir wanita-wanita itu yang membuat Harry hanya membuat bola matanya malas.
"Kenapa lagi?" tanya Harry.
"Ibumu terus menghubungiku. Aktifkan ponselmu aku tidak mau mendengarkan ocehannya lagi. Telingaku rasanya gatal dan berdenging." kata Daniel dengan sesekali mengorek-ngorek telinganya.
Harry hanya berdecak kesal saja dan menuruti perkataan Daniel. Benar saja, saat ia baru menyalakan ponselnya, puluhan pesan dan panggilan masuk langsung tertera dengan jelasnya. Kebetulan juga Elizabeth langsung menelponnya saat itu, sehingga mau tak mau ia pun mengangkatnya.
"Kenapa, mam?" tanya Harry dengan malasnya.
Ia menjauhkan ponselnya dari telinganya dan menatap Daniel. Memang benar yang di katakan Daniel tadi. Ia pun hanya mengiyakan saja perkataan ibunya dan menutup ponselnya sepihak yang bahkan celotehan ibunya belum selesai.
"Hei kau, kemari lah." kata Harry yang merasa tertarik dengan salah satu wanita di club tersebut.
Mendengar hal itu tentu saja membuat wanita itu kegirangan bukan main. Ia memang sudah tertarik dengan Harry sejak awal melihatnya. Ia selalu memperhatikannya tapi tidak berani mendekatinya karena isu yang beredar apalagi melihat ada Daniel di sampingnya.
"Aku tau kau tertarik denganku. Mau puaskan aku?" kata Harry dengan tersenyum kecil.
Wanita itu langsung mengangguk dengan mantapnya dan mulai menyentuh titik sensitif di tubuh Harry. Daniel yang melihat hal itu hanya berdecak kesal saja. Mau tak mau, ia pun langsung mematikan ponsel karena tidak mau mendapatkan omelan lagi dari Elizabeth.