Dina, seorang janda muda, mencoba bangkit setelah kehilangan suaminya. Pertemuan tak terduga dengan Arga, pria yang juga menyimpan luka masa lalu, perlahan membuka hatinya yang tertutup. Lewat momen-momen manis dan ujian kepercayaan, keduanya menemukan keberanian untuk mencintai lagi. "Janda Muda Memikat Hatiku" adalah kisah tentang cinta kedua yang hadir di saat tak terduga, membuktikan bahwa hati yang terluka pun bisa kembali bahagia.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Banggultom Gultom, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 18: Meniti Hari Baru
Setelah resmi menjadi pasangan suami istri, Dina dan Arga memasuki fase baru dalam hidup mereka. Meski kebahagiaan menyelimuti hari-hari mereka, keduanya menyadari bahwa pernikahan bukanlah akhir dari perjuangan, melainkan awal dari perjalanan yang lebih menantang.
Malam pertama di rumah mereka sebagai pasangan suami istri, Dina duduk di ruang tamu sambil memandangi bingkai foto pernikahan mereka yang baru dipajang. Senyumnya tipis, tapi penuh arti. Di balik punggungnya, Arga muncul dengan dua cangkir teh hangat, menyerahkannya pada Dina sebelum duduk di sebelahnya.
“Kamu kelihatan sedang berpikir keras,” ujar Arga, menyeruput tehnya.
“Aku hanya merasa… semuanya seperti mimpi,” jawab Dina sambil menyandarkan kepalanya di bahu Arga. “Kita sudah melewati banyak hal, dan sekarang kita ada di sini. Tapi, jujur, aku sedikit khawatir.”
“Khawatir soal apa?” Arga menatapnya dengan lembut, tangannya menggenggam tangan Dina.
“Kehidupan setelah pernikahan. Aku takut kita terlalu sibuk dengan pekerjaan masing-masing sampai lupa meluangkan waktu untuk satu sama lain,” Dina menjelaskan dengan jujur.
Arga tersenyum dan mencium kening Dina. “Kita sudah menghadapi jarak dan waktu. Aku yakin kita bisa melalui ini bersama. Yang penting, kita saling mendukung.”
---
Langkah Awal
Hari-hari awal pernikahan mereka dipenuhi dengan penyesuaian. Dina, yang sebelumnya hidup mandiri selama bertahun-tahun di luar negeri, harus terbiasa berbagi ruang dengan Arga. Di sisi lain, Arga, yang terbiasa dengan rutinitas soliter, harus belajar untuk memberikan ruang bagi Dina dalam kehidupannya.
Salah satu tantangan terbesar datang dari kebiasaan kecil. Dina, misalnya, memiliki kebiasaan meninggalkan buku-bukunya berserakan di meja ruang tamu setelah membaca, sementara Arga lebih suka segala sesuatu tertata rapi.
“Dina, meja ini jadi seperti perpustakaan dadakan,” kelakar Arga suatu sore sambil memindahkan buku-buku Dina ke rak.
Dina tertawa kecil. “Aku hanya merasa lebih nyaman membaca di sini.”
“Kalau begitu, kita harus buat sudut baca khusus untuk kamu. Supaya meja tamu tetap bisa berfungsi sebagai meja tamu,” kata Arga sambil tersenyum.
Dina mengangguk setuju, dan akhirnya mereka bersama-sama mendesain sudut baca di pojok ruangan. Meski kecil, sudut itu menjadi salah satu tempat favorit Dina di rumah mereka.
---
Dinamika Karier
Karier Dina sebagai konsultan terus berkembang pesat. Ia kini bekerja dari rumah sebagian besar waktu, tapi sesekali harus bepergian ke luar kota untuk menghadiri rapat penting. Di sisi lain, bisnis Arga juga semakin sukses, membuatnya sering pulang larut malam.
Suatu malam, Dina duduk di meja makan sendirian, menunggu Arga yang belum pulang. Jam sudah menunjukkan pukul sebelas malam, dan perasaan khawatir mulai menyelimuti hatinya. Ketika akhirnya pintu terbuka, Dina langsung berdiri.
“Kamu kerja sampai kapan? Aku khawatir,” kata Dina, nada suaranya sedikit tajam.
Arga melepaskan jasnya dan menghela napas. “Maaf, aku tidak sempat memberi kabar. Ada klien yang butuh perhatian mendadak.”
“Tapi aku di rumah sendirian, menunggumu,” Dina melanjutkan, matanya mulai berair.
Melihat Dina yang terlihat sedih, Arga mendekatinya dan memeluknya erat. “Maafkan aku, Dina. Aku akan berusaha lebih baik untuk menjaga komunikasi. Aku tidak ingin kamu merasa sendirian.”
Dina mengangguk, mencoba memahami situasi Arga. Mereka kemudian duduk bersama dan berbicara tentang bagaimana mereka bisa menyeimbangkan karier dan kehidupan rumah tangga.
“Bagaimana kalau kita buat jadwal khusus untuk waktu bersama? Minimal satu malam dalam seminggu, kita buat itu hanya untuk kita berdua,” usul Dina.
“Itu ide yang bagus. Aku setuju,” jawab Arga dengan senyuman lega.
---
Waktu Berkualitas
Saran Dina menjadi awal dari rutinitas baru mereka. Setiap Jumat malam, mereka menyebutnya sebagai date night. Terkadang mereka pergi ke restoran, menonton film, atau sekadar memasak bersama di rumah.
Suatu malam, Dina dan Arga memutuskan untuk mencoba memasak masakan Italia di dapur mereka. Dina sibuk memotong bawang putih, sementara Arga mengaduk saus tomat di panci.
“Aku rasa kita terlalu banyak menambahkan garam,” kata Dina sambil mencicipi saus.
“Tidak mungkin. Aku kan ahli masak!” Arga tertawa, meski hasil masakan mereka akhirnya terasa sedikit asin.
Mereka berdua tertawa terbahak-bahak di meja makan, menikmati makanan yang mungkin jauh dari sempurna, tapi penuh kenangan manis.
---
Rencana Masa Depan
Seiring waktu, Dina dan Arga mulai membicarakan rencana jangka panjang, termasuk tentang memiliki anak. Meski keduanya sepakat untuk menunda memiliki anak hingga situasi karier mereka lebih stabil, pembicaraan itu selalu membawa kebahagiaan tersendiri.
“Kalau kita punya anak nanti, kamu mau anak pertama kita laki-laki atau perempuan?” tanya Arga suatu malam.
“Aku tidak terlalu peduli soal itu. Yang penting, mereka sehat dan bahagia,” jawab Dina dengan senyum lembut.
Arga mengangguk setuju. “Aku rasa kamu akan jadi ibu yang luar biasa.”
Dina tersenyum dan menggenggam tangan Arga. “Dan aku tahu kamu akan jadi ayah yang hebat.”
---
Ujian Tak Terduga
Namun, kehidupan tidak selalu berjalan mulus. Suatu hari, Dina menerima kabar bahwa proyek besar yang ia tangani mengalami kendala serius. Hal itu membuatnya harus bekerja lebih keras dari biasanya, bahkan sering begadang untuk menyelesaikan laporan dan presentasi.
Di sisi lain, Arga juga menghadapi tantangan di bisnisnya. Salah satu mitranya tiba-tiba membatalkan kontrak penting, membuat Arga harus memikirkan strategi baru untuk menjaga kelangsungan usahanya.
Kondisi ini membuat mereka sering kelelahan, dan komunikasi menjadi kurang lancar.
“Aku merasa kita seperti dua orang yang hidup di rumah yang sama, tapi tidak benar-benar ada untuk satu sama lain,” kata Dina suatu malam setelah mereka berdebat kecil.
Arga terdiam, menyadari kebenaran kata-kata Dina. “Aku juga merasa begitu. Tapi aku tidak tahu harus mulai dari mana untuk memperbaikinya.”
Dina menghela napas panjang. “Kita harus meluangkan waktu untuk benar-benar berbicara, tanpa gangguan pekerjaan.”
Mereka memutuskan untuk mengambil libur akhir pekan dan pergi ke villa kecil di pegunungan. Di sana, tanpa gangguan dari telepon atau email, mereka akhirnya bisa berbicara dari hati ke hati.
“Aku tidak mau kehilangan apa yang kita punya, Dina,” kata Arga dengan suara serius.
“Aku juga, Arga. Aku ingin kita terus bersama, apa pun yang terjadi,” jawab Dina sambil menggenggam tangan Arga erat.
Percakapan itu menjadi titik balik bagi hubungan mereka. Mereka kembali ke rumah dengan semangat baru untuk menghadapi tantangan bersama.
---
Kebahagiaan yang Dibangun
Setelah melalui berbagai rintangan, Dina dan Arga akhirnya menemukan keseimbangan antara karier dan kehidupan pribadi mereka. Dina belajar untuk lebih delegasi dalam pekerjaannya, sementara Arga mulai mempercayakan beberapa tanggung jawab bisnis kepada timnya.
Malam itu, di balkon rumah mereka, Dina dan Arga duduk berdampingan sambil menikmati langit malam yang dipenuhi bintang.
“Kita sudah melewati banyak hal, ya,” kata Dina dengan senyum kecil.
“Dan aku yakin kita akan melewati banyak hal lagi, bersama,” balas Arga sambil merangkul Dina.
Bagi Dina dan Arga, cinta bukan hanya tentang perasaan, tetapi juga tentang usaha untuk terus menjaga ikatan yang telah mereka bangun. Mereka tahu bahwa perjalanan mereka masih panjang, tapi mereka siap menghadapi apa pun yang datang, selama mereka melakukannya bersama.