Misca Veronica merupakan seorang pembantu yang harus terjebak di dalam perseteruan anak dan ayah. Hidup yang awalnya tenang, berubah menjadi panas.
"Berapa kali kali Daddy bilang, jangan pernah jodohkan Daddy!" [Devanno Aldebaran]
"Pura-pura nolak, pas ketemu rasanya mau loucing dedek baru. Dasar duda meresahkan!" [Sancia Aldebaran]
Beginilah kucing yang sudah lama tidak bi-rahi, sekalinya menemukan lawan yang tepat pasti tidak mungkin menolak.
Akan tetapi, Misca yang berasal dari kalangan bawah harus menghadapi hujatan yang cukup membuatnya ragu untuk menjadi Nyonya Devano.
Lantas, bagaimana keseruan mereka selanjutnya? Bisakah Cia mempersatukan Misca dan Devano? Saksikan kisahnya hanya di Noveltoon.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mphoon, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bagaikan Bumi dan Langit
Di saat semua orang lagi setres-setresnya menghadapi April, berbeda sama pasangan sejoli yang sedang menikmati suasana berdua tanpa ganggukan akibat kamar Devano selalu diaktifkan kedap suara.
Setelah Devano berhasil meletakkan Misca tepat di atas ranjang, tubuhnya langsung mengunci gadis tersebut di bawahnya membuat kedua mata mereka saling memandang satu sama lain.
"Tu-tuan, sa-saya mohon jangan la-lakukan ini sekarang. Sa-saya belum siap, Tuan. Saya mo---"
"Diam dan jangan bergerak, atau kamu akan membangunkan Max yang sedang tertidur di dalam sarangnya!"
Perintah Devano membuat Misca menelan salivanya secara kasar. Dia sudah mengerti ke mana arah tujuan kalimat tersebut.
Dalam mode pasrah Misca membiarkan sang pria merebahkan tubuh tepat di atasnya, kemudian menjadikan dua gundukan kembar sebagai bantalan empuk.
Wajah tegang Misca memerah menatap langit-langit kamar dalam posisi tubuh kaku tak berdaya. Mengizinkan Devano tertidur di atasnya sama saja seperti memberikan kesempatan besar untuk menjamah tubuhnya.
Entah apa yang terjadi, tiba-tiba saja telinga Misca malah mendengar samar suara yang berhasil mengejutkan, "Lah, Tu-tuan nangis? Astaga, ma-maaf ..., maaf saya tidak bermaksud untuk---"
"Kamu tidak salah, ini salah saya. Saya terlalu egois memaksamu, tapi saya mohon izinkan seperti ini sebentar saja. Saya lelah, Misca. Saya lelah menjalani kekosongan hidup yang penuh drama ini. Saya lelah hiks ...."
Pertama kali Misca syok mendengar si angkuh itu bisa menangis. Dia kira pria seperti Devano tidak memiliki hati yang lembut, ternyata salah.
Sekeras apa pun Devano bersikap untuk menunjukkan betapa hebatnya menjadi seorang duda yang memiliki segalanya. Namun, dia tetaplah manusia.
"Sudah bertahan-tahun saya berusaha kuat di depan semua orang, padahal saya sangat lemah, Misca. Lemah sekali! Saya tahu kok, pasti kamu tertekan kan, menjalani semua ini, apalagi harus menghadapi si keras kepala yang seringkali menyulitkan hidupmu. Namun, satu hal yang harus kamu tahu. Saya takut kehilanganmu, Misca. Benar-benar takut!"
"A-apa Tuan benar-benar mencintai saya?"
"Ya, saya sangat mencintaimu!"
Jawaban tegas Devano kali ini telah menggetarkan hati Misca. Kedua mata mereka saling bertemu. Air mata yang sudah membasahi pipi membuktikan bila sang pria memang sungguh-sungguh memberikan setengah hidupnya untuk mencintai gadis yang baru dikenal.
"Ji-jika Tuan benar-benar mencintai saya, bolehkah saya meminta satu permintaan?"
Tangan kanan Devano terangkat tanpa paksaan mengusap pipi Misca. Sentuhan lembut tersebut mengundang desiran gairah yang menjalar keseluruh tubuh.
Baru kali ini jantung mereka berdetak bersamaan, sampai-sampai susah untuk dikendalikan.
"Katakan, Honey. Saya pasti akan mengabulkannya, apa pun itu," tutur Devano lembut, tersenyum mengusap wajah cantik Misca yang penuh kesederhanaan.
"Su-sungguh?"
Devano mengangguk kecil, pertanda dia tidak ada masalah apa pun permintaannya pasti mudah sekali untuk dikabulkan. Akan tetapi, jawaban Misca telah merusak moodnya yang refleks merubah posisi persis seperti push up.
"Saya hanya ingin saat nikah nanti Tuan sudah bisa menghapus semua kenangan ibunya Cia, baik itu dari ingatan Tuan maupun barang-barang yang pasti masih disimpan rapih di kamar ini."
"Apa kau gila, hahh! Mana mungkin aku menghapus semua tentang Manda. Itu mustahil, Misca. Mustahil!"
Nada Devano yang awalnya sudah luluh kembari berubah tinggi disertai bentakan juga tekanan yang sangat menyesakkan dada. Begitu juga sorot mata indah menjadi menakutkan.
Pertanyaan itu memang sengaja Misca katakan, bukan untuk menimbulkan masalah baru. Hanya saja dia ingin mengetahui sebesar apa niat Devano untuk memperjuangkan hubungan mereka.
Misca sendiri sudah memprediksi, bahwa reaksi Devano akan semarah ini. Namun, dia tetap nekat melakukan hal tersebut karena tidak ingin kehadirannya hanya dijadikan pelampiaskan untuk mengisi kekosongan hidup, bukan melibatkannya di segala hal yang berkaitan pada masa depan.
"Dasar pembantu tidak tahu diri! Dikasih hati malah minta jantung. Memangnya kamu siapa, hahh? Belum jadi istri saja sudah banyak permintaan, kalau kamu minta uang, barang, atau harta sekalipun saya bisa berikan detik ini juga, tapi tidak dengan permintaanmu yang konyol itu!"
Devano berdiri menatap Misca yang tersenyum dalam posisi masih tiduran di atas ranjang. Terlihat sekali matanya berkaca-kaca menahan rasa sakit akibat umpatan yang diberikan calon suami begitu menyakitkan.
Sementara Devano terlihat marah sekali, bahkan sampai menendang angin yang tak bersalah demi melampiaskan tanpa melepaskan tatapan tajamnya.
Misca terbangun bangun posisinya, lalu berdiri membalas tatapan Devano yang seakan-akan ingin menerkamnya.
"Terima kasih atas jawabanya, Tuan. Sekarang saya paham, di mana posisi saya yang seharusnya. Mencintai orang kaya seperti Tuan, sama saja merendahkan harga diri saya. Bumi dan langit tidak akan pernah bisa bersatu, jika mereka bersatu maka dunia akan hancur. Sama seperti kita. Saya mencintai Tuan sepenuh hati, tetapi Tuan hanya setengah hati. Mirisnya, pernikahan akan dilakukan minggu depan, padahal kita sama-sama belum siap menjalaninya. Permisi!"
Melihat kepergian Misca dari kamarnya sambil tersenyum membuat jantung Devano hampir terhenti. Pikiranya mulai kalut. Dia tidak bia membedakan mana yang benar dan salah untuk saat ini.
Persetanan masa lalu juga masa depan berhasil meletakkan posisi Devano menjadi serba salah. Dia mencintai Misca, tetapi kelabilan melangkah dalam lembaran baru malah membuatnya seperti tidak sungguhan menjalani rumah tangga seperti apa yang pernah diucapkan.
Devano memang tidak berjanji untuk selalu membahagiakan Misca. Namun, dia berjanji akan membuktikan bahwa, dia memang mencintainya dan bersungguh-sungguh menjalani hubungan tanpa mengaitkan masa lalu.
Nyatanya? Tidak mudah melepaskan diri dari jerat hubungan yang sebelum tidak dituntaskan. Di sini memang tidak ada yang salah.
Misca meminta hak untuk dihargai keberadaannya, sedangkan Devano masih bimbang pada tujuan hidup yang dia sendiri pun kesal.
"Aarrrghhh ... kenapa semuanya jadi begini, sihh! Kenapa, Tuhan. Kenapa!"
"Tidak bisakah Kau izinkan aku bahagia kali ini saja, tapi kenapa Kau malah kembali menjeratku lebih dalam lagi di lingkaran hitam itu. Mengapa!"
"Apa salahku, Tuhan, apa! Aku tidak pernah meminta semua ini terjadi. Andaikan Manda masih Kau izinkan tetap hidup, mungkin detik ini kami sudah sangat bahagia. Nyatanya? Kau ambil Manda. Kau hancurkan hidupku, lalu sekarang? Lagi-lagi kau tanamkan dilema ini. Aku benci diriku sendiri. Aku benci, arrghh!"
...*...
...*...
...*...
...Bersambung...