Bintang, CEO muda dan sukses, mengajukan kontrak nikah, pada gadis yang dijodohkan padanya. Gadis yang masih berstatus mahasiswa dengan sifat penurut, lembut dan anggun, dimata kedua orang tuanya.
Namun, siapa sangka, kelinci penurut yang selalu menggunakan pakaian feminim, ternyata seorang pemberontak kecil, yang membuat Bintang pusing tujuh keliling.
Bagaimana Bintang menanganinya? Dengan pernikahan, yang ternyata jauh dari ekspektasi yang ia bayangan.
Penuh komedi dan keromantisan, ikuti kisah mereka.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Egha sari, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 22.
Masih pukul 9 malam, Sera dan Bintang memilih masuk kamar lebih awal, seolah menunjukkan bagaimana seharusnya pengantin baru. Pasangan suami istri, yang seharusnya berpelukan diatas tempat tidur, justru tidur dengan jarak terpisah. Si suami dingin seperti freezer, memperhatikan sang istri yang tidur membelakanginya diatas sofa.
Bintang dilanda rasa penasaran, yang tidak biasa. Dalam sehari, Sera berperilaku tidak seperti dirinya. Gadis polos dan penurut, tiba-tiba berbeda menjadi orang lain. Kadang cara berbicara kepadanya pun, seperti seseorang yang mulai menampakan perilaku yang sebenarnya.
Bintang terdiam sejenak, seperti melupakan sesuatu yang sangat penting. Tapi, apa? Ia berguling-guling kesana kemari, terlentang sampai tengkurap, mencoba mengingat hal penting itu.
Ia melirik ponselnya diatas nakas, lalu sesuatu yang ia lupakan terlintas. Dengan sigap, ia menyambar ponselnya. Ada sesuatu didalam sana yang sangat penting dan ia ingin menunjukkan kepada Sera.
Ada banyak foto-foto Sera hari ini. Foto yang membuat ia emosi seharian, hingga mendapatkan hadiah dari Sera berupa benturan di hidungnya.
"Bangun!" Bintang menggoyangkan tubuh Sera dengan ujung jari kakinya. "Bangun, cepat!"
"Apa sih?" teriak Sera, sontak membuat Bintang bangkit dari posisinya.
"Apa sih?" ulang Bintang, ini kedua kalinya sang istri berkata tidak seperti biasanya, bahkan nadanya terdengar kesal.
Sera langsung duduk sempurna, mengucek kedua matanya, lalu menguap lebar. "Maaf, Kak. Aku tadi sedang mimpi."
Bintang menatap Sera dengan mengernyit. Gadis ini, seperti memiliki kepribadian ganda. Nada bicara yang tidak biasa ia ucapkan, berubah seperti membalikan telapak tangan, ketika tersadar. Apalagi, wajahnya begitu tenang, seolah tidak terjadi apa-apa.
"Ada apa, Kak?" tanya Sera, dengan lembut dan entah mengapa justru membuat Bintang merinding.
"Jelaskan, padaku!" Bintang memberikan ponselnya.
Sera memperhatikan foto didalamnya. Dengan wajah yang masih mengantuk, ia berusaha tetap tenang sangat mengendalikan emosinya. Di buntuti adalah hal yang paling ia tidak suka dan mengganggu privasi, seolah dia seorang kriminal.
"Siapa dia?" tanya Bintang dengan nada sedikit meninggi. Kedua maniknya, tidak terlepas dari wajah Sera. "aku membebaskanmu hari ini, tapi kau malah pacaran."
"Dia temanku," jawab Sera dengan santai, dan lagi-lagi ia menguap lebar, "kami satu ruangan, dia sudah seperti saudara."
"Kalian berpelukan dan kau bilang teman, saudara? Apa itu masuk akal? Tidak ada, hubungan seperti itu antara laki-laki dan perempuan."
"Ada," tegas Sera, dengan mata sedikit melotot, "apa suamiku sedang cemburu?"
Bintang bangkit, berkacak pinggang, lalu tersenyum kaku, "cemburu? Apa hubungan kita normal, untuk aku cemburu?"
"Lalu, untuk apa kau menanyakannya?" Sera mulai kesal, "teman masa kecilmu berkunjung dan berkata, dia adalah kekasihmu dan tidak akan menyerah. Bukankah, aku yang harus menerima penjelasan darimu?"
Lihat, cara Sera membalas perkataannya dan sorot mata, yang ia tunjukkan begitu berbeda. Bukan seperti biasanya. Kemana gadis penurut yang selalu terdiam, tertunduk dan tidak membantah? Bintang mulai ragu, dengan sifat istrinya.
"Kita tidak sedekat itu untuk saling terbuka dan aku tidak cemburu. Aku hanya mengingatkan mu tentang perjanjian kita." Bintang menekankan kalimatnya, seolah menegaskan hubungan mereka.
"Kalau begitu, untuk apa menginterogasiku, jika hubungan kita tidak sedekat itu?" Sera bangkit, menatap tajam Bintang. "Suamiku, kita berdua menikah hanya demi kenyamanan masing-masing. Kau yang lelah dijodohkan dan aku lelah karena tekanan. Jadi, mari tidak saling mengganggu."
Bintang speechlesss. Kenapa Sera selalu membuatnya skakmat? Ini bukanlah gadis penurut, dia berbeda. Apa Sera memiliki sifat lain, yang tersembunyi?
Sera menarik selimut, menutupi hingga kepala. Ia memukul bibirnya yang keceplosan. Rasa kantuk, lelah dan kesal, membuatnya hilang kendali. Sudah terlanjur, sepertinya besok ia akan berpura-pura lupa ingatan dan kembali ke setelan awal.
Udara pagi ini sedikit lebih dingin dari biasanya. Sera merapatkan selimutnya, bahkan tidur sudah seperti bayi dalam perut. Tidak tahan, ia naik keatas tempat tidur, dengan mata setengah terbuka. Ia merapatkan tubuhnya pada sesuatu yang hangat dan nyaman.
Bintang yang sudah terbangun sejak tadi, menyeringai saat Sera pindah dan memeluknya. Ia bahkan membalas pelukan itu lebih erat. Apalagi, istrinya itu menyadarkan kepala didadanya yang lebar. Akhirnya, ia memilih tidur kembali.
Entah sudah jam berapa sekarang, Sera terbangun setelah ada sesuatu yang menonjol menyentuh bokongnya. Ia syok, tangan kekar, melingkar penuh di perutnya. Suara dengkuran halus, terdengar jelas di telinganya, bahkan napas Bintang terasa hangat diatas kepalanya.
Kenapa gue ada disini?
Sera membeku. Ia serba salah sekarang. Ingin bangun, nanti ketahuan dan itu memalukan. Tapi, pasrah seperti ini, sepertinya lebih menakutkan. Apalagi, sesuatu yang menonjol itu sepertinya semakin agresif dibawah sana.
Cari mati, gue! Bodoh, bodoh, bagaimana ini? Mama, tolong anak gadismu!
Deg.
Sumpah Demi apapun, jantung Sera berdegup tidak karuan. Pelukan Bintang semakin erat, ia mengecup tengkuknya, membuat Sera merinding. Kecupan itu semakin liar dan tidak terkendali. Tidak bisa, bunuh diri namanya, jika ia tetap diam dan pasrah.
"Kak," panggil Sera yang mulai menggoyang-goyangkan tubuhnya.
"Hmm," Bintang seperti kerasukan. Pelukannya semakin erat, tangan satunya mulai liar, begitu juga dengan bibirnya yang tidak berhenti mengecup, "Hania."
Sera membelalak, tangannya terkepal, jantungnya yang berdegup tidak karuan, berubah menjadi terpacu karena emosi. Ia risih untuk disentuh, karena pernikahan mereka sebatas perjanjian. Namun, mendengar nama wanita lain disebut, darahnya mendidih seketika.
Sera kembali membenturkan kepalanya kebelakang. Bintang mengaduh dan seketika bangun dari mimpi indahnya. Tidak cukup sampai disitu, Sera bangkit, duduk diatas tubuh sang suami dan,
Plak, plak.
"Kau kenapa?" Bintang melotot, dengan satu tangan memegang pipinya yang perih.
"Bajingan!" Sera menatap tajam, napasnya memburu. Ia langsung bangkit, dengan perasaan yang tak juga membaik.
Bintang yang bingung apa kesalahannya, bangkit dan menarik tangan Sera. "Kau belum menjawabku? Apa kau kerasukan?"
"Pernikahan kita memang sebatas perjanjian. Tapi, selama kita masih berstatus yang sah, jangan pernah menyebut nama wanita lain, sementara kau memelukku."
Bintang menerawang, mencoba mengingat mimpi indahnya. "Ah, itu!"
"Itu?" ulang Sera, "kau bermimpi, mencumbu mantan kekasihmu, begitu?"
"Kau cemburu?" Bintang tersenyum.
"Suamiku, hubungan kita tidak senormal itu, untuk aku cemburu." Sera mengulangi ucapan Bintang kepadanya.
Bintang seperti tertohok, ia langsung menarik Sera membawa ke pelukannya. "Hubungan kita memang tidak normal, sayang. Saking tidak normalnya, aku bisa melaporkan mu dengan kasus kekerasan." Sera mendongak. "Dua kali benturan dan dua kali tamparan. Aku masih harus berpikir keras, untuk membalasmu."
"Benarkah? Kenapa tidak sekarang?" tantang Sera, sembari tersenyum.
"Kau yakin?" Bintang menyeringai dan mempererat pelukannya.
Begitu Sera mengangguk, Bintang mendaratkan bibirnya, melumat, tidak peduli dengan Sera yang meronta dan mendorong tubuhnya. Mimpi indah Bintang, menjadi kenyataan.
🍓🍓🍓
ceritanya bagus, jadi ga sabar nunggu up