NovelToon NovelToon
KARMA Sang Pemain Cinta

KARMA Sang Pemain Cinta

Status: sedang berlangsung
Genre:Nikahmuda / CEO / Dikelilingi wanita cantik / Pernikahan Kilat / Pelakor jahat / Balas dendam pengganti
Popularitas:26.9k
Nilai: 5
Nama Author: Lintang Lia Taufik

Naura, seorang gadis desa, terjerat cinta pria kaya raya—Bimo Raharja, saat memulai pekerjaan pertama di kota.

Pada suatu hari, ia harus menahan luka karena janji palsu akan dinikahi secara resmi harus kandas di tengah jalan, padahal ke-dua belah pihak keluarga saling mengetahui mereka telah terikat secara pernikahan agama.

"Mas Bimo, tolong jangan seperti ini ...." Naura berbicara dengan tangis tertahan.

"Aku menceraikan kamu, Naura. Maaf, tapi aku telah jatuh cinta pada wanita lain."

Baru saja dinikahi secara agama, tapi tak lama berselang Naura ditinggalkan. Masalah semakin besar ketika orang tua Naura tahu jika Bimo menghamili wanita lainnya.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Lintang Lia Taufik, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 32. Pesta Pernikahan Bimo

Sudah beberapa hari berlalu sejak pertemuan terakhir mereka di ruang kerja Raka.

Sejak itu, Naura sengaja menjaga jarak, berusaha menghindari semua perhatian berlebihan yang diberikan oleh pria itu.

Namun, Raka tampaknya memiliki cara untuk tetap masuk ke dalam hidupnya, tanpa terlihat memaksa.

Hari itu, menjelang makan siang, ponsel kantor Naura berbunyi. Ia mengangkatnya dengan ragu.

“Naura, bisa ke ruangan saya sebentar?” Suara Raka terdengar ramah tapi penuh ketegasan.

“Baik, Pak,” jawab Naura singkat sebelum menutup telepon.

Ia berjalan menuju ruangan Raka dengan hati yang berdebar.

Setiap kali berada di dekat pria itu, pikirannya selalu bercabang.

Apakah Raka benar-benar tulus? Atau ia hanya ingin mengisi kekosongan dalam hidupnya, seperti yang pernah Bimo lakukan padanya?

Saat masuk ke ruangan, Raka sudah menunggunya di meja, dengan sebuah amplop di tangannya.

“Silakan duduk,” ujarnya sambil tersenyum.

Naura duduk dengan hati-hati, tidak ingin terlibat dalam pembicaraan yang terlalu pribadi.

“Ada yang ingin saya bicarakan,” kata Raka sambil menyodorkan amplop itu ke arahnya.

Naura ragu, tapi tetap menerima amplop tersebut. Ketika membukanya, matanya membelalak.

Itu adalah undangan pernikahan Bimo. Ia menatap Raka dengan tatapan tidak percaya.

“Pak Raka, kenapa Anda punya ini?” tanyanya dengan suara gemetar.

“Salah satu klien mengundang saya. Ternyata, calon pengantin pria adalah orang yang kamu ceritakan waktu itu, Bimo teman saya,” jawab Raka dengan nada tenang.

Naura merasakan hatinya seperti diremas.

Nama Bimo yang tertera di undangan itu, bersama dengan nama wanita yang kini menjadi istrinya, membuat luka lama terbuka kembali.

“Kenapa Pak Raka menunjukkan ini kepada saya?” tanyanya, suaranya nyaris berbisik.

Raka bersandar di kursinya, menatap Naura dengan tajam.

“Karena kamu pernah bilang ingin membalas dendam, bukan?”

Naura mematung, tidak tahu harus berkata apa.

“Naura,” lanjut Raka, “jika kamu benar-benar ingin Bimo tahu apa yang dia lewatkan, maka datanglah ke pesta ini bersamaku.”

“Apa? Bersama Anda?” Mata Naura membesar.

“Ya. Katamu, kamu ingin membalas dendam. Maka buatlah dia sakit hati. Tunjukkan bahwa kamu sudah melanjutkan hidupmu, dan tunjukkan bahwa kamu bisa bahagia tanpa dia.” Raka mengangguk.

Naura menatap undangan itu lagi, pikirannya berkecamuk tak karuan.

Bagian dari dirinya ingin menolak, ingin menjauh dari semua hal yang berhubungan dengan Bimo.

Tapi bagian lain, bagian yang penuh dengan rasa sakit dan dendam, mendorongnya untuk menerima tawaran itu.

“Bagaimana jika aku merepotkan dan membuat Pak Raka malu?” tanyanya akhirnya, suaranya dipenuhi keraguan.

Raka tersenyum tipis. “Kamu tidak akan membuatku malu, Naura. Aku sudah menyiapkan segalanya. Percayalah padaku.”

Naura menunduk, berpikir sejenak. Akhirnya, ia mengangguk pelan.

“Baiklah. Saya akan pergi.”

“Bagus. Aku akan mengurus semua persiapan. Kamu hanya perlu datang bersama aku.” Raka tersenyum puas.

Hari yang dinanti pun tiba. Naura berdiri di depan cermin, mengenakan gaun indah berwarna biru lembut yang membuatnya tampak anggun dan memesona.

Gaun itu adalah pilihan Raka, yang dikirimkan ke tempat kost-nya beberapa hari sebelumnya.

Meski awalnya ia enggan menerima, akhirnya ia menyerah setelah mendengar bujukan Raka.

Ketika Raka menjemputnya, pria itu terdiam sejenak, matanya terpaku pada Naura.

“Kamu ... sangat cantik,” ujarnya dengan suara rendah.

“Terima kasih, Pak Raka.” Naura merasa pipinya memanas.

“Panggil aku Raka saja malam ini,” balasnya sambil tersenyum, lalu membukakan pintu mobil untuk Naura.

***

Pesta berlangsung megah, penuh dengan tamu-tamu berpakaian mewah.

Naura merasa sedikit canggung, tapi Raka terus berada di sisinya, memberikan kenyamanan yang tidak pernah ia duga sebelumnya.

Ketika mereka melangkah masuk, semua mata tertuju pada mereka berdua.

Tidak sedikit yang berbisik, membicarakan siapa wanita cantik yang bersama CEO muda itu.

Di sudut ruangan, Naura melihat Bimo bersama istrinya.

Senyum di wajah pria itu terlihat palsu, tapi tetap saja mampu membuat hati Naura berdenyut perih.

“Tenang saja,” bisik Raka, seolah mengetahui apa yang sedang dipikirkan Naura.

“Aku di sini.”

Naura mengangguk pelan, berusaha menguatkan diri.

Namun, momen itu berubah menjadi tegang ketika Bimo akhirnya melihat mereka.

Mata pria itu membelalak, jelas terkejut melihat Naura di pesta pernikahannya, apalagi bersama Raka.

“Naura,” gumamnya pelan, nyaris tidak terdengar.

Naura menegakkan punggungnya, mencoba menunjukkan kekuatan yang sebenarnya tidak ia miliki.

Raka mendekatkan dirinya sedikit ke arah Naura, menunduk dan berbisik, “Jika kamu ingin pergi, beri tahu aku. Aku akan membawamu keluar.”

Namun, sebelum Naura sempat menjawab, Bimo mulai melangkah ke arah mereka.

Ruangan itu dipenuhi tawa dan obrolan santai tamu undangan.

Tapi suasana mendadak berubah ketika Bimo menghentikan langkahnya di depan Naura dan Raka.

Tatapannya penuh ketidaksenangan, alisnya mengernyit saat matanya menelusuri penampilan Naura.

“Kamu datang?” suara Bimo terdengar sarkastik.

“Bukankah kamu tidak diundang?”

Naura menegang, tapi sebelum ia sempat membalas, Raka maju selangkah, melindungi Naura di belakangnya.

Dengan senyuman tenang tapi penuh arti, ia menjawab, “Naura bekerja bersamaku. Dia adalah asisten pribadiku. Dia datang bersamaku. Aku yang mengajaknya. Apakah ada larangan aku membawa seseorang ke acara ini? Jika ya, aku akan pergi sekarang.”

Nada tegas Raka membuat Bimo terdiam sejenak.

Ia tidak menyangka akan mendapat jawaban seperti itu.

Mata Bimo kembali beralih pada Naura. Ia tidak bisa mengabaikan bagaimana gadis itu tampak sangat berbeda malam ini.

Gaun biru yang membalut tubuhnya tampak begitu anggun dan mahal, perhiasan di leher dan pergelangan tangannya memancarkan kilau yang menyaingi lampu-lampu kristal di aula.

Naura tidak banyak bicara. Tatapannya tenang tapi cukup menusuk. Senyumnya tipis, hampir sinis, membuat Bimo merasa kecil.

“Aku tidak menyangka kamu akan muncul,” gumam Bimo akhirnya, mencoba menutupi kegugupannya dengan nada mengejek.

“Tentu saja,” sela Raka, matanya memicing sedikit. “Kamu seharusnya bangga karena Naura bersedia datang ke pesta ini meskipun—” ia berhenti sejenak, lalu melirik Citra yang berdiri tak jauh dengan perut buncitnya, “—kamu sudah jelas tidak pantas untuknya.”

Wajah Bimo memerah mendengar kata-kata itu.

Ia membuka mulut untuk membalas, tapi tidak ada kata yang keluar.

Raka mengakhiri percakapan dengan senyuman kecil, lalu menggandeng Naura menjauh dari Bimo.

Di meja makan, perhatian semua orang secara alami beralih pada Raka dan Naura.

Keanggunan mereka membuat tamu-tamu berbisik.

Sementara itu, Bimo dan Citra yang duduk di meja utama, tampak semakin tenggelam dalam bayang-bayang mereka. Terganggu? Mungkin.

Raka, dengan sikap percaya diri yang membuatnya terlihat semakin menawan, menyuapi Naura dengan penuh perhatian.

“Cobalah ini, kamu pasti suka,” ujarnya sambil menawarkan potongan kecil hidangan mewah ke arah Naura.

Naura, meski sedikit malu, menerima suapan itu. Senyuman kecil muncul di wajahnya, cukup untuk membuat Raka tersenyum puas.

Sementara itu, dari kejauhan, Bimo melihat adegan tersebut dengan rahang yang mengeras.

Ia tidak pernah melihat Naura seperti ini—begitu percaya diri, begitu memikat.

Hatinya terasa teriris, terutama ketika ia melihat beberapa tamu mengambil gambar mereka dengan ponsel.

“Lihat mereka, pasangan yang serasi sekali,” salah seorang tamu berbisik.

“Seperti raja dan ratu malam ini,” tambah yang lain.

Komentar itu sampai ke telinga Bimo, membuat rasa kesalnya semakin membara.

Bagaimana mungkin Naura, yang pernah ia tinggalkan begitu saja, kini berhasil mencuri perhatian di pesta pernikahannya sendiri?

Citra, yang sejak tadi memerhatikan ekspresi suaminya, mulai merasa tidak nyaman.

“Bimo,” bisiknya sambil menyentuh lengannya.

“Jangan terlalu dipikirkan. Biarkan mereka. Ini hari kita.”

Namun, Bimo tidak menanggapi. Matanya terus terpaku pada Raka dan Naura, yang tampak menikmati waktu mereka seolah tidak ada orang lain di ruangan itu.

Ketika acara semakin meriah dengan musik dan tarian, Raka membawa Naura ke lantai dansa.

Ia menggenggam tangan Naura dengan lembut namun tegas, membimbingnya mengikuti irama lagu.

“Kamu menikmati ini?” tanya Raka sambil menatap Naura.

Naura menatap balik pria itu, mencoba mencari ketulusan di balik senyumannya.

“Saya rasa ... iya. Terima kasih, Mas Raka,” jawabnya pelan.

Raka tertawa kecil. “Aku senang mendengarnya.”

Dari kejauhan, Bimo menatap pemandangan itu dengan campuran emosi.

Hatinya dipenuhi penyesalan dan rasa cemburu yang luar biasa.

Ia mengepalkan tangan, menahan amarah yang semakin membuncah.

Namun, sebelum ia sempat melakukan apa pun, suara pembawa acara memanggilnya untuk memberikan pidato.

Dengan enggan, ia melangkah ke depan, meninggalkan pandangannya pada Naura dan Raka yang masih berdansa.

Naura merasa hatinya sedikit lebih ringan malam itu. Tapi ketika ia kembali ke mejanya, ponselnya bergetar di dalam tas.

Ia meraihnya dan membaca pesan yang baru saja masuk.

Pesan dari Bimo:

“Kenapa kamu harus datang malam ini? Apa kamu ingin mempermalukanku, Naura?”

Naura terdiam, tangannya bergetar. Ia tidak tahu apakah harus membalas atau mengabaikan pesan itu.

Di saat bersamaan, Raka kembali mendekat, membawanya keluar dari lamunannya.

“Ada apa, Naura?” tanyanya.

Naura menggeleng pelan, mencoba menyembunyikan ponselnya.

(Bersambung...)

1
Nina_Melo
lagi, yang banyak
Nina_Melo
update yang banyak dong
Adinda
aku suka pria yang kejam dan tegas,semangat raka.
Lintang Lia Taufik: Terimakasih sudah mampir
total 1 replies
Teddy
semangat bikin bab barunya
Lintang Lia Taufik: Makasih ya
Samantha: Hmmm Tedy
total 2 replies
Nina_Melo
suka /Drool/
Adinda
jangan mau kembali sama bimo naura, kamu berhak bahagia bersama pria lain.
Lintang Lia Taufik: Wah terimakasih sudah mampir.
total 1 replies
Antonio Johnson
lanjut
Antonio Johnson
like
Samantha
up
Samantha
suka
Teddy
like
Nina_Melo
Gas,
Lintang Lia Taufik: Makasih ya Nina
total 1 replies
Teddy
kasian
Nina_Melo
lanjut, gak sabar tunggu perbucinan
Nina_Melo
lanjut
Samantha
up
Teddy
selalu ada sih drama terselubung. Di manapun itu
Nina_Melo
Makin serem ya
Antonio Johnson
weh, tegang bacanya
Nina_Melo
sadis
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!