Rania, seorang barista pecicilan dengan ambisi membuka kafe sendiri, bertemu dengan Bintang, seorang penulis sinis yang selalu nongkrong di kafenya untuk “mencari inspirasi.” Awalnya, mereka sering cekcok karena selera kopi yang beda tipis dengan perang dingin. Tapi, di balik candaan dan sarkasme, perlahan muncul benih-benih perasaan yang tak terduga. Dengan bumbu humor sehari-hari dan obrolan absurd, kisah mereka berkembang menjadi petualangan cinta yang manis dan kocak.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Zylan Rahrezi, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Jalan Baru yang Terbuka
Bab 17: Jalan Baru yang Terbuka
Kembalinya Rania ke kafe membawa angin segar bagi setiap sudut ruang yang dulu terasa begitu biasa. Setelah beberapa bulan menjelajahi dunia, kini ia kembali dengan perspektif yang jauh lebih luas. Dia merasakan adanya perubahan besar dalam dirinya—sebuah kedewasaan yang datang bukan hanya karena pengalaman, tetapi juga karena perjalanan batin yang dilalui.
Bintang yang selama ini terus menjalankan kafe dengan penuh dedikasi, merasa sangat senang melihat Rania kembali. Mereka segera kembali berbicara tentang visi mereka ke depan, dan kali ini, Rania datang dengan banyak ide baru yang jauh lebih besar.
“Bintang, gue merasa kafe ini bukan hanya tempat kita berkarya. Kita harus membawa kafe ini ke tingkat yang lebih tinggi. Gue berpikir kita bisa mulai berbicara tentang sebuah ‘movement’. Kita bukan cuma jual kopi, tapi kita bisa memberi dampak bagi banyak orang,” ujar Rania dengan semangat.
Bintang menatapnya penuh perhatian, matanya bersinar penuh antusiasme. “Movement? Maksud lo gerakan apa?”
Rania menarik napas dalam-dalam, berpikir sejenak sebelum melanjutkan. “Gue pikir kita bisa memulai sebuah gerakan sosial lewat kopi. Kopi bukan hanya sekadar minuman, tapi juga bisa jadi alat untuk mempertemukan orang-orang, untuk membantu mereka berbagi, dan untuk mendukung mereka yang membutuhkan. Gue ingin kita bisa menyelenggarakan berbagai program sosial di kafe ini—mulai dari mengumpulkan donasi lewat event-event khusus, sampai mendukung mereka yang punya usaha kecil dengan memberi mereka tempat untuk menjual produk mereka.”
Bintang terdiam sejenak, mencerna setiap kata yang keluar dari mulut Rania. “Itu ide yang luar biasa, Rania. Gue suka konsepnya. Kopi bisa jadi lebih dari sekadar minuman. Kita bisa jadi wadah bagi orang-orang untuk berbagi cerita, berbagi pengalaman, dan juga berbagi kebaikan.”
Rania tersenyum, merasa senang mendengar dukungan Bintang. “Ini bukan cuma tentang bisnis, Bintang. Ini tentang bagaimana kita bisa memberi lebih banyak kepada orang lain. Gue ingin kafe kita jadi ruang yang lebih besar dari sekadar tempat orang datang untuk minum kopi—gue ingin orang merasa mereka bagian dari sebuah komunitas yang lebih besar.”
Bintang mengangguk, seolah mulai membayangkan apa yang bisa mereka capai bersama. “Kita bisa mulai dengan mengadakan event yang melibatkan banyak orang. Mungkin kita bisa membuka ruang bagi komunitas-komunitas lokal untuk mengadakan acara mereka di sini, sambil kita juga berkolaborasi untuk membantu mereka yang butuh perhatian lebih.”
Rania merasa makin mantap dengan ide-idenya. Ia tahu bahwa kafe mereka sudah menjadi lebih dari sekadar tempat untuk ngopi. Kafe ini sudah menjadi tempat di mana orang merasa diterima, merasa punya tempat untuk berbicara, dan kini saatnya membawa visi ini ke level yang lebih besar.
---
Beberapa minggu kemudian, kafe mereka mengadakan acara pertama dari serangkaian program sosial yang mereka rencanakan.
Acara tersebut bertajuk “Kopi dan Kebaikan”, di mana setiap orang yang datang bisa berdonasi untuk kegiatan sosial yang didukung oleh kafe mereka. Semua donasi akan digunakan untuk membantu anak-anak yatim, mendukung program pendidikan, serta menyediakan pelatihan keterampilan untuk para pemuda yang ingin belajar keterampilan baru.
Rania dan Bintang duduk di meja depan, menyambut setiap orang yang datang dengan senyum. Mereka merasa sangat bangga melihat begitu banyak orang yang berpartisipasi dalam acara tersebut, bahkan banyak dari mereka yang tidak hanya datang untuk menikmati kopi, tetapi juga untuk memberikan bantuan.
“Rania, ini luar biasa! Orang-orang benar-benar peduli,” ujar Bintang dengan penuh keheranan, melihat keramaian di sekitar mereka.
Rania tersenyum dan mengangguk. “Iya, ini baru awal. Gue merasa ini akan membawa dampak yang jauh lebih besar, nggak cuma buat kafe kita, tapi buat komunitas ini.”
Di tengah kesibukan acara, Rania mendekati beberapa pelanggan yang sedang duduk bersama di meja. Mereka tampak sangat menikmati suasana kafe yang penuh dengan kehangatan dan kebersamaan. “Terima kasih sudah datang, ya. Kita sangat senang bisa berbagi momen ini dengan kalian.”
Seorang wanita yang duduk di meja tersenyum. “Kami juga senang bisa ikut. Menyumbangkan sedikit saja rasanya bisa membuat perbedaan. Ini bukan hanya tentang donasi, tapi juga tentang bagaimana kita saling mendukung.”
Rania merasakan getaran haru di hatinya. “Itu yang kita harapkan, semua bisa saling mendukung dan berbagi.”
---
Di sisi lain, perubahan besar dalam hidup Rania dan Bintang mulai terasa. Kafe mereka tak lagi sekadar tempat bertemu, tetapi juga menjadi pusat kegiatan sosial yang mendorong orang untuk lebih terlibat dalam komunitas. Program-program baru mulai bermunculan, dan tak hanya sekadar event sosial, tapi juga kursus keterampilan, kelas wirausaha, dan berbagai kegiatan yang membantu orang-orang menemukan passion mereka.
Namun, meskipun mereka sudah merasakan kesuksesan luar biasa, Rania tetap merasa ada banyak yang perlu dipelajari. Ada perasaan bahwa perjalanan mereka belum selesai, dan selalu ada ruang untuk pertumbuhan dan perubahan.
“Bintang, gue merasa kita harus terus berkembang. Kita harus lebih mendalami apa yang benar-benar penting dalam hidup ini,” ujar Rania, saat mereka sedang merencanakan acara besar lainnya.
Bintang menatapnya dengan penuh perhatian. “Lo tahu, gue setuju. Kadang, kita terlalu fokus pada tujuan akhir, tapi kita lupa menikmati proses. Kita harus selalu ingat apa yang sebenarnya kita cari di dunia ini.”
Rania mengangguk, memikirkan kata-kata Bintang. “Benar. Dan gue pikir, kita harus lebih memberi ruang untuk diri kita sendiri. Kita nggak bisa terus-menerus memberikan tanpa berhenti sejenak untuk mengisi kembali energi kita.”
“Itu yang paling penting, Rania. Jaga diri kita sendiri, agar bisa memberi lebih banyak lagi,” jawab Bintang, dengan nada yang penuh makna.
---
Seiring berjalannya waktu, kafe mereka semakin dikenal di luar kota, bahkan beberapa investor mulai tertarik untuk berkolaborasi dan membantu ekspansi lebih lanjut. Namun, Rania dan Bintang tetap menjaga visi mereka. Mereka ingin kafe ini tetap menjadi tempat di mana orang tidak hanya sekadar membeli kopi, tetapi juga menemukan koneksi, berbagi cerita, dan saling mendukung dalam perjalanan hidup mereka.
Dengan rasa syukur dan harapan, mereka melanjutkan perjalanan mereka, langkah demi langkah, menuju masa depan yang penuh dengan kemungkinan baru.
To be continued...