NovelToon NovelToon
Antara Dua Sisi

Antara Dua Sisi

Status: sedang berlangsung
Genre:CEO / Selingkuh / Percintaan Konglomerat / Pelakor
Popularitas:9.9k
Nilai: 5
Nama Author: Lucky One

Libelle Talitha, atau Belle, adalah gadis 17 tahun yang hidup di tengah kemewahan sekolah elit di Inggris. Namun, di balik kehidupannya yang tampak sempurna, tersembunyi rahasia kelam: Belle adalah anak dari istri kedua seorang pria terpandang di Indonesia, dan keberadaannya disembunyikan dari publik. Ayahnya memisahkannya dari keluarga pertamanya yang bahagia dan dihormati, membuat Belle dan ibunya hidup dalam bayang-bayang.

Dikirim ke luar negeri bukan untuk pendidikan, tetapi untuk menjauh dari konflik keluarga, Belle terperangkap di antara dua dunia. Kini, ia harus memilih: terus hidup tersembunyi atau memperjuangkan haknya untuk diakui.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Lucky One, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Ibu Balle Sakit

“Bisa kita bicara sebentar?” Draven bertanya, menyadari kebingungannya. "Aku janji tidak akan lama."

Belle menatapnya dengan penuh pertimbangan. Bagian dari dirinya ingin menolak, mengatakan bahwa dia sibuk dan tidak punya waktu. Namun, ada sesuatu dalam tatapan Draven yang membuatnya ragu untuk mengabaikan kehadirannya.

"Oke," Belle akhirnya mengangguk. "Tapi mungkin kita bisa bicara di luar, aku belum beres-beres kamar."

Draven tersenyum lega. "Tentu. Di mana saja yang kau suka."

Belle segera mengambil jaket dan menyuruh Draven menunggunya sebentar di luar. Hatinya masih dipenuhi tanda tanya, tapi ada rasa penasaran yang terus memanggilnya. Mengapa Draven begitu tertarik untuk melanjutkan obrolan mereka? Dan kenapa ia merasa bahwa pertemuan ini bukan sekadar kebetulan?

Saat mereka akhirnya berjalan keluar dari asrama, suasana pagi yang sejuk di Manchester menyambut mereka. Udara segar, daun-daun berguguran di sekitar taman kampus yang tenang. Mereka berjalan berdampingan, dalam keheningan sesaat sebelum Draven akhirnya membuka percakapan.

"Aku tidak bisa berhenti memikirkan apa yang kau katakan kemarin, tentang keluargamu dan semua yang kau lalui," kata Draven pelan. "Aku tahu bagaimana rasanya hidup di bawah bayang-bayang sesuatu yang besar, sesuatu yang tak bisa kau kendalikan."

Belle menoleh padanya dengan tatapan bingung. "Maksudmu?"

Draven menghela napas, lalu berhenti berjalan. Ia memandangi Belle dengan intensitas yang membuat gadis itu merasa sedikit gugup. "Aku juga punya keluarga yang penuh dengan tekanan dan ekspektasi. Tunanganku, Paula, kau mungkin sudah tahu, hubunganku dengannya diatur oleh keluargaku dan keluarganya. Tapi di balik itu semua, aku merasa terkekang, seperti tidak punya kendali atas hidupku sendiri."

Belle merasa kejutan itu datang lagi, kali ini lebih dalam. Draven, pria yang terlihat begitu tenang dan penuh kendali, ternyata juga hidup dalam bayang-bayang orang lain. Mereka punya lebih banyak kesamaan daripada yang ia sadari sebelumnya.

"Aku tidak tahu harus berkata apa," gumam Belle akhirnya. "Aku pikir hanya aku yang merasa seperti itu, terjebak dalam hidup yang sudah dipilihkan orang lain."

"Itulah yang membuatku ingin lebih mengenalmu," kata Draven, pandangannya tetap pada Belle. "Kita mungkin berasal dari dunia yang berbeda, tetapi perasaan itu—perasaan terjebak dan tidak bisa menjadi diri sendiri—aku mengenalnya dengan sangat baik."

Belle terdiam, hatinya bergetar mendengar kata-kata Draven. Ia tidak pernah merasa ada yang benar-benar mengerti perasaannya, sampai saat ini. Meskipun baru mengenal Draven, entah bagaimana, ia merasa koneksi ini nyata.

Namun, sebelum Belle bisa merespons, suara ponselnya berbunyi, memecah keheningan di antara mereka. Belle mengeluarkan ponselnya, melihat nama ibunya di layar.

"Maaf, aku harus mengangkat ini," kata Belle, melangkah sedikit menjauh untuk menjawab telepon.

Draven hanya mengangguk, menatapnya saat ia berbicara dengan ibunya, memberi ruang untuk Belle. Namun, dalam hatinya, Draven tahu bahwa pertemuan ini bukanlah akhir. Ada sesuatu yang kuat di antara mereka, sesuatu yang menuntun mereka untuk kembali bertemu.

Dan Draven ingin mencari tahu apa itu.

***

Belle mengangkat telepon dengan cepat, hatinya mulai cemas. Di ujung sana, suara asisten rumah tangga keluarganya terdengar sedikit panik.

“Belle, maaf mengganggu, tapi Ibu sedang sakit,” suara perempuan paruh baya itu terdengar gemetar. “Ia demam tinggi sejak tadi malam dan belum mau pergi ke dokter. Dia bilang tak mau mengkhawatirkanmu, tapi keadaannya makin memburuk.”

Dada Belle tiba-tiba terasa sesak. “Apa? Kenapa tidak mengabari aku lebih awal?” suaranya meninggi karena terkejut dan cemas.

“Ibu tak mau mengganggumu, katanya kau harus fokus sekolah. Tapi aku sudah memanggil dokter untuk datang ke rumah, hanya saja dia belum datang.”

Belle menghela napas, merasa bersalah dan bingung. “Baiklah, terima kasih sudah memberitahuku. Tolong jaga Ibu sementara aku mencoba mengurus sesuatu dari sini.”

Setelah mematikan telepon, Belle berdiri diam sejenak, mencoba menenangkan pikirannya yang berputar-putar. Draven yang masih berdiri di dekatnya segera menyadari perubahan ekspresi Belle.

“Ada apa, Belle? Kau terlihat cemas,” tanyanya dengan nada khawatir.

“Ibuku sakit,” Belle menjawab dengan suara pelan, masih berusaha memproses apa yang baru saja didengarnya. “Dia demam tinggi, dan aku tidak ada di sana untuk merawatnya. Rasanya aku begitu jauh dan tak berdaya.”

Draven melihat kepedihan di wajah Belle dan tanpa berpikir panjang, ia meraih bahunya dengan lembut. “Aku mengerti kekhawatiranmu. Mungkin kau bisa segera mengatur untuk pulang?”

Belle mengangguk, tapi matanya tampak masih gelisah. "Iya, aku harus mencoba mencari tiket pulang secepat mungkin. Aku tidak bisa tenang mengetahui dia sendirian di sana."

Draven menatapnya sejenak, lalu berkata, “Kalau kau butuh bantuan, aku bisa membantumu mengurus tiket atau apa pun yang kau perlukan.”

Belle menatapnya dengan pandangan lembut, terharu oleh tawaran bantuan itu. "Terima kasih, Draven, tapi aku harus mencoba mengurus ini sendiri dulu."

Draven mengangguk, tapi di dalam hatinya, ia tidak bisa membiarkan Belle menghadapi semua ini sendirian. "Kau yakin tak butuh bantuan? Aku punya kontak maskapai yang bisa mempercepat pengaturan."

Belle tersenyum tipis, merasakan ketulusan di balik tawarannya. "Aku akan coba dulu. Tapi terima kasih banyak, aku benar-benar menghargainya."

Setelah berpamitan, Belle kembali ke asramanya dengan langkah tergesa-gesa, pikirannya dipenuhi dengan kekhawatiran tentang ibunya. Di sana, ia mulai mencari tiket penerbangan ke Indonesia. Namun, sebagian besar penerbangan penuh atau harga tiketnya terlalu mahal untuk diurus dalam waktu singkat.

***

Sementara itu, Draven kembali ke hotelnya, tapi pikirannya terus terpaut pada Belle. Ia merasa tak nyaman membiarkan gadis itu menangani semuanya sendiri. Ketika ia masuk ke kamar, Nathan, temannya, langsung menyadari perubahan sikapnya.

"Kau terlihat khawatir, Draven. Ada masalah?" Nathan bertanya sambil menyandarkan diri di sofa.

Draven menghela napas. “Ibu Belle sakit parah, dan dia sedang berusaha pulang ke Indonesia. Aku merasa harus melakukan sesuatu untuk membantu.”

Nathan mengangguk paham. “Kau benar-benar tertarik pada gadis itu, ya?”

Draven hanya tersenyum samar, tak bisa menyangkalnya. "Ada sesuatu tentang dia. Sesuatu yang membuatku ingin selalu memastikan dia baik-baik saja."

“Kalau begitu, bantu dia,” Nathan menyarankan. “Hubungi kontak maskapaimu, dan lihat apakah kau bisa mengurus penerbangannya.”

Draven menatap Nathan sejenak, lalu mengangguk mantap. “Kau benar. Aku tidak bisa hanya diam dan membiarkannya menghadapi ini sendiri.”

Draven segera meraih ponselnya, dan mulai menelepon kontak maskapai yang bisa membantunya mengatur penerbangan Belle.

1
Vandelist_
halo kak aku udah mampir di cerita kakak, dan juga sedikit saran dari aku untuk memperhatikan tanda kapital dan juga tanda bacanya.

serta jangan lupa untuk mampir di ceritaku ya❤️
nurzakiah2107 herni
semoga langsung ketawan sama draven
nurzakiah2107 herni
crazy up ya thorr
Leviathan
sedikit saran, perhatikan lagi struk katanya iya Thor.

ada beberapa kalimat yang masih ada pengulangan kata..

contoh kyk ini: Belle berdiri di jendela di bawah langit.

jadi bisa d tata struk kalimatnya;
Belle berdiri di tepi jendela, menatap langit Inggris yang kelam

atau bisa juga Belle berdiri di jendela, memandang langit kelam yang menyelimuti Inggris.

intinya jgn ad pengulangan kata Thor, dan selebihnya udah bagus
Lucky One: Makasih ya saran nya/Heart/
total 1 replies
safea
aku baru baca dua chapter tapi langsung jatuh cinta sama tulisan kakaknya💜
safea
suka banget sama tata bahasanya, keren kak! oh iya sedikit saran dari aku, tolong penempatan tanda bacanya diperhatikan lagi yaa
Lucky One: Makasih saran nya ya..
total 1 replies
Anggun
hadir saling support kak
🔵@🍾⃝ ͩAᷞғͧɪᷡғͣ DLUNA
Saran aja kak, itu tulisannya bisa di bagi lagi menjadi beberapa paragraf agar yang membaca lebih nyaman..
Lucky One: okey, makasih ya feedback nya
total 1 replies
semangat kak /Determined/ tapi kok rasanya kayak baca koran ya, terlalu panjang /Frown/
Lucky One: Makasih feedbacknya
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!