Bagaimana jika pernikahan mu tak di landasi rasa cinta?
Begitu lah kisah cinta yang membuat tiga keturunan Collins, Hadiadmaja menjadi begitu rumit.
Kisah cinta yang melibatkan satu keluarga, hingga menuntut salah satu dari kedua putri Hadiadmaja memilih pergi untuk mengalah.
" "Kau sudah melihat semuanya kan? jadi mari bercerai!"
Deg.
Sontak Hati Gladisa semakin perih mendengar semua cibiran yang dikatakan suaminya yang saat ini tengah berdiri di hadapannya itu. Siapa sangka, Adik yang selama ini besar bersama dengan dirinya dengan tega menusuknya dari belakang hingga berusaha untuk terus merebut perhatian semua orang darinya.
"Clara, Katakan ini Semua hanya kebohongan kan? ini kau sedang mengerjakan aku kan Ra??" mesti sakit, tapi Gladis masih terus mencoba berfikir positif jika ini semua hanyalah imajinasinya atau hanya khayalan.
Clara berjalan mendekat lalu tanpa aba-aba Clara nampak mencengkeram kuat Dagu kakaknya sendiri dengan gerakan yang cukup kasar me
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon queenindri, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Sebuah Alibi
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
Begitu Gladys sampai di rumah, Sang kepala pelayan menyambut nya dengan keadaan cemas.
"Nyonya, anda pergi kemana? kenapa bepergian di kala sedang sakit? bagaimana jika terjadi sesuatu?"
Sambutan dari sang Kepala pelayan yang selalu menanyakan kabar dan kondisinya membuat hati Gladys tersentuh.
"Tidak apa-apa, aku baik-baik saja, jangan khawatir berlebihan seperti itu!"
"Syukurlah kalau begitu." Kepala pelayan itu menatapnya dari ujung kepala hingga ujung kaki. setelah memastikan kondisi Gladys baik-baik saja barulah ia pergi kembali ke arah dapur untuk menyiapkan makan malam.
"Istirahat lah Nona!" Ucap sang kepala pelayan sebelum pergi.
Gladys mengangguk setuju. lalu, ia berjalan menyusuri anak tangga menuju ke kamarnya.
Klek
Setelah pintu tertutup, seketika suasana menjadi hening. ia menatap nanar ke sekeliling kamarnya dengan pikiran yang terus terfokus pada semua ucapan sahabatnya.
"Katakan padanya! kau lebih berhak atas suamimu ketimbang Clara."
Benar. apa yang di katakan sahabatnya itu, ia pun sebenarnya setuju. di sini, ia lah nyonya Collins haditama. selain itu, Ia adalah wanita pilihan Oma Chintya. Nathan adalah tunangannya sejak awal yang saat ini sudah menjadi suaminya.
Terlebih, ada anaknya yang berhak mendapatkan kasih sayang seorang ayah yang utuh. toh, Hubungan Clara dan Nathan seperti yang ia bayangkan, mereka bukan sepasang kekasih sejak awal.
Jadi, tidak ada alasan untuk nya untuk menyerahkan Nathan pada adik angkatnya itu. Gladys mencengkeram ponselnya, awalnya ia berfikiran untuk mengabari Sang suami lewat pesan saja karena ia belum berani mengatakannya secara langsung. Namun, tiba-tiba mengurungkan Niatnya dan memilih kembali meletakkan ponsel ke atas meja dan memutuskan untuk mandi.
Setelah selesai mandi, Gladys memutuskan untuk mengecek ponselnya dengan niatan untuk kembali mencoba mengirim pesan tentang kehamilannya ke pada Nathan. namun yang ia dapati ternyata Nathan mengiriminya sebuah pesan jika ia harus lebih malam ini.
"Aku akan pulang terlambat.masih banyak pekerjaan yang harus aku selesaikan! "
Tulisnya dalam pesan itu.
"Bagaimana ini? atau menunggunya pulang saja? ah iya, lebih baik aku menunggunya!!"
Gumamnya sembari berfikir keras. Lalu, tak berselang lama ia memutuskan untuk menunggu dengan tiduran di atas ranjang, sembari memikirkan kata-kata yang pas untuk memberitahu suaminya itu tentang kehamilannya.
Namun, sampai pagi menjelang pun Nathan ternyata tak kunjung pulang karena harus lembur.
"Uhhh"
Gladys memekik saat kelambu kamarnya di buka oleh pelayan yang bertugas merapikan kamarnya.
"Nona, selamat pagi. " Sapaannya dengan kepala yang tertunduk.
"Kau, Pagi??" Gladys menyipit keheranan karena seingatnya ia baru tidur sebentar. namun, anehnya saat ia membuka mata suasana sudah mulai terang.
"Iya Nona, ini sudah pagi, bahkan terlalu siang jika di katakan pagi karena ini sudah memasuki jam sembilan."
Deg
Gladys sontak terkejut hingga melompat dari ranjangnya.
"Nona, ada apa?" Buru-buru pelayan itu menghampiri Gladys untuk membantunya.
Agaknya ia takut terjadi apa-apa pada Nyonya nya karena yang ia tau, wanita itu tengah sakit.
"Tidak perlu, aku tidak apa-apa!" Gladys menolak mentah-mentah bantuan yang yang di tawarkan pelayannya. Ia merasa hanya terkejut karena baru kali ini ia bangun kesiangan.
"Tapi nona, kenapa anda sampai melompat seperti itu?"
"Itu karena..... " Gladys nampak berfikir keras. namun tiba-tiba ia kembali teringat jika semalam ia tengah menunggu suaminya pulang. "Di mana suamiku?" Tanya dengan mata yang menyisiri seluruh ruangan kamarnya.
Tidak ada tanda-tanda sama sekali keberadaan sang suami di sana. bahkan, ia tidak menemukan tas Nathan yang biasanya di letakkan di atas meja dekat sofa.
"Tuan muda, bahkan belum pulang sejak semalam." Jawab pelayan itu dengan ragu.
Seketika itu pula kening Gladys mengerut sembari menoleh ke arah sang pelayan. "Benarkah? jadi, suamiku belum pulang sejak semalam?" Tanyanya guna memastikan jika apa yang ia tadi benar.
Pelayan itu menganggu, "Benar Nona." Jawabnya.
Tiba-tiba Kaki Gladys terasa lemas tak bertulang, Tubuhnya luruh ke atas ranjang dengan jantung berdetak tak karuan.
Pikiran nya melayang jauh, sebenernya di mana suaminya? benarkah ia lembur semalam?
Lalu, tanpa aba-aba ia berjalan ke arah meja sofa untuk mengambil ponselnya yang sejak semalam berada di sana, meskipun dengan berjalan sempoyongan.
Melihat itu, Sang pelayan pun tak tinggal diam dan kembali menawarkan bantuannya. "Nona, ada yang bisa saya bantu?"
Gladys yang panik memilih mengabaikannya dan memilih mengisahkan tangannya untuk mengusir pelayan itu dari kamarnya. "Pergilah! aku akan segera turun setelah membersihkan diri." Ucapnya tanpa menatap ke arah sang pelayan.
Merasa di usir, akhirnya pelayan itu mengangguk dan memilih keluar dari sana.
Gladys masih tetap panik, beberapa kali ia mencoba menghubungi ponsel sang suami namun tak berhasil. ponsel Nathan ternyata mati dan itu membuatnya semakin gelisah.
"Ck, kenapa mati?" Gumamnya sembari mencari nomor ponsel Yuda untuk ia hubungi.
Sayangnya, beberapa kali ia mencoba tetap saja Yuda juga tak mengangkat panggilannya, karena asisten pribadi Nathan itu tengah sibuk meeting bersama Nathan dan juga Clara di pulau bali.
Ya, semalam ketiga orang itu secara mendadak harus pergi ke Bali untuk urusan pekerjaan yang tidak bisa di tunda. dan soalnya lagi karena terburu-buru, Nathan sampai lupa memberikan kabar Pada Gladys jika ia harus pergi ke Bali.
"Ya Tuhan, ada apa ini? kenapa Yuda juga tidak mengangkat panggilanku? sebenernya, kemana mereka semua?"
Akhirnya, Gladys memutuskan untuk membersihkan diri. kurang lebih hanya membutuhkan waktu 30 menit ia sudah menyelesaikan seluruh ritual mandi dan merias wajahnya.
Sekarang, ia hanya siap untuk berangkat ke kantor dan tengah menuruni tangga saat ini.
Di lantai dasar, kemunculannya di sambut oleh sang kepala pelayan dengan panik.
"Nona, anda mau kemana?"
Sang kepala pelayan berlari menghampiri Gladys yang tengah terburu-buru untuk keluar dari rumah tanpa menyadari keberadaan nya.
Seketika, Gladys menghentikan langkahnya, lalu menoleh dan mendapati sang kepanasan pelayan telah berlari ke arahnya.
Dengan nafas yang memburu, sang kepala pelayan itu menyapa nya lagi. "Nona, ada mau kemana? bahkan sejak semalam anda belum makan."
"Maaf, aku harus segera pergi ke kantor! banyak pekerjaan yang harus segera aku selesaikan." Jawabnya dengan berbohong.
Padahal sejujurnya tujuan utamanya pergi untuk mencari keberadaan sang suami, yang sejak semalam belum juga pulang.
"Tapi nona, tuan meminta saya untuk mastikan jika anda sudah benar-benar sehat, barulah anda boleh beraktivitas seperti biasanya.''
"Tidak!!" Tolak Gladys sembari melanjutkan langkahnya menuju ke arah pintu.
"Nona, tunggu!!"
Meskipun demikian, sang kepala pelayan tidak berani menghalangi langkah Gladys yang terkesan buru-buru. Ia hanya bisa memandangi mobil yang membawa nona muda keluarga Collins itu keluar dari gerbang rumah megah tempatnya bekerja dengan harapan tidak akan di pecat setelah ini.
Sesampainya di kantor, Gladys hanya melihat keberadaan ruang kerja Nathan yang sepi.