Salahkah seorang istri mencintai suaminya? Walau pernikahannya karena perjodohan kedua orang tua mereka berdua. Tentu tidaklah salah!
Aurelia, gadis desa yang baru saja menyelesaikan sekolah tingkat atasnya, dia langsung jatuh cinta pada calon suaminya Dhafi Basim, pria dari desa yang sama tapi sudah lama pindah dan tinggal di Ibu Kota. Namun, apa yang terjadi setelah mereka menikah, lalu Dhafi memboyong Aurelia untuk tinggal di Jakarta?
"Ampun .. Mas Dhafi, maafkan aku ... ini sakit," teriak Aurelia kesakitan saat tali pinggang suaminya menghujami seluruh tubuhnya.
"Dasar istri kampungan!" maki Dhafi.
Cinta membuat orang buta, begitulah Aurelia wanita yang polos. Berulang kali menerima siksaan dari suami, namun dia tetap bertahan. Tapi sampai kapankah dia bertahan? apalagi suaminya juga berkhianat dengan sepupunya sendiri. Mungkinkah ada sosok pria yang lain menolong Aurelia? Ataukah Aurelia berjuang sendiri membuat suaminya membalas cintanya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mommy Ghina, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Berharap hati dan mata Aurelia semakin terbuka
Bu Tin sedari tadi memperhatikan wajah Aurelia yang terlihat sendu, ketika Ima menceritakan tentang rumah tangganya. Mungkin sebagian orang merasa itu adalah aib yang seharusnya tidak diumbar, akan tetapi masalah rumah tangga Ima sudah diketahui oleh tetangga dekatnya karena sudah mengandung unsur kekerasan dalam rumah tangga, apalagi dengan kehebohan penangkapan paksa suaminya dari pihak kepolisian. Ada beberapa hal yang bisa di-sharing sebagai pelajaran buat pasangan lain, ada juga yang memang harus disimpan sendiri dan tidak menjadi konsumsi publik.
“Benar yang kamu katakan Ima, rumah tangga bukan sekedar persoalan cinta, tapi adanya dua komunikasi yang baik antara suami istri, adanya rasa saling menghargai hingga tidak terjadi kdrt, dan komitmen bersama dalam tujuan berumah tangga. Mungkin ini yang banyak kita lupakan, dan ingat jangan selalu mendzolimi diri sendiri baik secara fisik maupun mental. Buat apa punya suami tampan, kaya, berkedudukan tinggi di kantor tapi tangannya dengan ringan berbuat kasar pada kita, apakah mau kita lama-lama mati di tangan suami sendiri? Maka dari itu ibu-ibu sayangi nyawa kita sendiri, jangan karena kita cinta sama suami lalu membenarkan sikap kasar suami kita, betul ibu-ibu?” imbuh Bu Tin ikut menimpali si Ima.
Ibu-ibu yang ada di sana mengangguk kepalanya termasuk Lilis dan Ima, sementara itu Aurelia hanya bisa terdiam membisu. Dalam benak Bu Tin sangat berharap Aurelia makin terbuka hati serta matanya untuk lebih tahu mana yang pantas untuk dipertahankan.
“Haduh dengar cerita si Ima, jadi kelamaan nongkrong di warung Bu Tin, nih Bu Tin punten dihitung dulu sayur saya, keburu kesiangan masaknya,” ucap Lilis, sembari menyodorkan sayur beserta teman-temannya pada Bu Tin.
Dengan ramahnya Bu Tin kembali melayani, sementara itu Aurelia mengambil seikat sayur kangkung, dan seplastik ikan tongkol potong beserta cabe merah. Usai Bu Tin melayani Lilis, Aurelia dengan rasa yang tidak enak menyodorkan sayur yang dia pilih. “Bu Tin maaf saya boleh hutang ambil sayur dulu, nanti kalau sudah ada uangnya akan saya bayar kalau suami saya sudah kasih uang,” ucap Aurelia agak merendahkan suaranya.
Wanita bertubuh gempal itu tersenyum tipis. “Boleh kok Neng, nanti Ibu catat habis berapa belanjaannya.”
“Alhamdulillah, makasih banyak ya Bu Tin.” Agak sedikit lega hati Aurelia karena Bu Tin memperbolehkan dia berhutang di warungnya, walau sebenarnya dia terpaksa melakukannya. Ima yang kebetulan masih ada di warung Bu Tin menyentuh lengan Aurelia. “Neng Aurel, mumpung masih muda, kenapa tidak cari pekerjaan hitung-hitung buat kamu sendiri, gak ada ruginya,” kaya Ima.
Aurelia agak terhenyak dengan ucapan Ima. Melihat wajah Aurelia entah kenapa buat Ima merasa sedang melihat dirinya waktu dulu masih menyimpan keburukan sang suami.
“Saya hanya kasih masukkan aja, hitung-hitung buat bantu suami kalau pas gak punya uang, kan lumayan buat jajan si Neng,” lanjut kata Ima, langsung mengalihkan maksud dari kata sebelumnya.
Wanita itu memaksakan untuk tersenyum tipis, walau hatinya juga mulai memikirkan untuk bekerja, tapi kerja apa yang harus dia lakukan, sedangkan ijazah SMK nya tertinggal di kampung.
“Iya Bu, nanti saya pikirkan, mungkin tanya ke suami dulu boleh atau tidaknya kalau saya bekerja,” jawab Aurelia.
“Iya izin dulu sama suami biar berkah jalannya,” balas Ima.
Kerja, izin dengan suami dua hal yang kini ada di pikiran Aurelia, apakah dia harus izin pada suaminya untuk bekerja? Lantas dia kerja apa? Sedangkan dia tidak punya koneksi yang dikenalnya di Jakarta.
Sementara itu di Perusahaan Pasific Indo.
Ruang Rapat.
Suara Emran begitu menggelegar setelah melihat laporan tahunan dari masing-masing divisi, hingga membuat para manajer tertunduk dengan hati was-was, termasuk Dhafi yang berulang kali menarik dasinya yang terasa mencekik lehernya, padahal tidak.
“Sudah saya ingatkan berulang kali pada kalian yang berkedudukan sebagai manajer, harus bisa memantau dan mengevaluasi kinerja bawahannya! Bukan sekedar menyuruhnya saja. Dan lihat laporan keuangan perusahaan saya tidak mengalami kenaikan, masih stuck di tempat. Sedangkan di bagian marketing selalu mengajukan proposal untuk promosi produk. Lantas mana hasilnya!” ucap Emran dengan suaranya naik dua oktaf.
Pria yang dikenal menyeramkan dan dingin pada karyawannya, sekarang terpancar dengan jelasnya, di saat menatap satu persatu karyawan yang berlevel manajer itu, lalu berhenti tatapannya ketika menatap Dhafi. Sungguh tak menyangka jika mengingat Dhafi jika di rumah bisa terlihat kejam pada Aurelia, tapi kini saat duduk di kursi meeting nyalinya pun menciut.
“Pak Dhafi bisa jelaskan kemana saja dana yang mengalir setiap pencairan dana promosi?” tanya Emran tegas.
“Bi-Bisa Pak Emran, semua laporan keuangan promosi marketing sudah saya selesai, nanti akan saya minta Keke untuk mengantarkan pada Bapak,” jawab Dhafi agak gelagapan.
Jemari Emran mengetuk meja meeting saat menatap Dhafi. “Baiklah saya akan tunggu laporan tersebut, semoga saya tidak menemukan transaksi yang aneh-aneh,” balas Emran.
Kembali lagi Dhafi menggoyangkan dasinya seperti mencari oksigen yang terasa habis di rongga paru-parunya. “Duh, untung saja aku gak jadi tilep uang 20 juta, kalau enggak hancur reputasiku,” batin Dhafi agak ketar ketir, akan tetapi lega jika dia tidak jadi melakukan korupsinya.
Hampir dua jam meeting baru selesai, dan Emran kembali ke ruangannya. Begitu juga Dhafi yang kembali ke ruang kerjanya dengan wajah ditekuknya, bagaimana tidak ditekuk wajahnya karena Emran memberikan punishment buat dirinya yaitu gagal mencapai target, dan sesuai dengan keputusan tidak ada bonus dan tunjangan jabatannya bulan ini dipotong. Hukuman itu sebenarnya juga setimpal dengan kelakuanmu Dhafi, hak istri tidak kamu berikan, maka rezeki mu juga akan berkurang. Setiap rezeki suami ada hak istri yang harus kamu berikan, Ingatlah istrimu selalu senantiasa mendoakanmu untuk selalu dibukakan pintu rezekinya.
Waktu terus bergulir, malam pun tiba. Aurelia yang sudah menyelesaikan pekerjaan rumah tangganya terlihat sudah merebahkan dirinya di atas ranjang, namun sebelumnya dia sudah mengunci pintu depan, karena Dhafi selalu bawa kunci cadangan. Biasanya hari-hari sebelumnya Aurelia akan menunggu kepulangan suaminya sambil nonton tv di ruang tengah, tapi kini dia sudah enggan menanti kepulangan suaminya, hatinya sudah lelah, apalagi Dhafi sudah terang-terangan berselingkuh.
Jarum jam sudah menunjukkan pukul 9 malam, netra Aurelia pun mulai terpejamkan dan tertidur pulas. Dan tanpa disadari oleh Aurelia ketika jam 12 malam tiba, pintu depan rumah terketuk dengan kerasnya.
Siapa yang datang? Siapa lagi kalau bukan Dhafi usai dia pulang ke rumah Faiza maka setelah itu dia akan kembali ke rumahnya, namun naasnya malam ini dia lupa membawa kunci cadangan, dan akhirnya dia menggedor pintu rumahnya dengan sekuat tenaganya agar terdengar oleh istrinya.
“Brengsek! Berani sekali dia tidak membukakan pintu!” gumam Dhafi kesal.
Hampir setengah jam Dhafi menggedor pintu sekencang mungkin, Aurelia yang berada di kamar sayup-sayup mendengar kegaduhan itu, lantas kelopak matanya mengerjap-ngerjap.
“AUREL, BUKA PINTUNYA!” teriak Dhafi sekencang mungkin, hingga tetangga depan, kanan kiri bisa mendengarnya.
“Mas Dhafi!” seru Aurelia terlonjak kaget, kemudian langsung terbangun.
Bersambung ...
suka 🥰