Namanya Kanaka Harvey, dia anak keduanya Letta dan Devano, sejak awal bermimpi jadi pembalap, tapi apa daya takdir menuntunnya untuk masuk ke perusahaan peninggalan kakeknya. Terkenal dingin dan tak tertarik dengan perempuan manapun, nyatanya Kanaka justru terperangkap pada pesona bawahannya di kantor yang bernama Rere (Renata Debora) , cewek itu terkenal jutek dan galak sama siapapun. Kanaka yang tak pernah berpacaran itu begitu posesif dan overprotective terhadap Rere.
IG : 16_rens
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Rens16, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 17 : Mesti jawab apa?
Mobil berhenti tak jauh dari rumah Kanaka, masih di sekitaran komplek rumahnya sebenarnya.
Kanaka jadi bingung sendiri karena selepas mereka pergi dari rumah Kanaka, tiba-tiba Rere terisak.
"Kamu kenapa nangis Re? Kamu kepikiran perkataan Mimo tadi?" tanya Kanaka.
"Aku tuh terharu sama kebaikan keluarga kamu Ka, ada orang sebaik Mimo sama Pipo, tapi aku juga bingung bagaimana aku menjawab permintaan Mimo tadi, aku takut ngecewain dia yang sebegitu baiknya sama aku," ucap Rere sendu.
"Tenang aja sayang, Mimo cuman bercanda tadi, jangan dimasukin ke hati, nanti aku bilang kalo kamu belum siap, kalo ibu kamu juga belum siap," ucap Kanaka sambil mengelus kepala Rere, Kanaka lalu kembali menjalankan mobil dan fokus menyetir.
Rere menggusah nafasnya panjang, bertemu Kanaka, terlibat kerja bareng selama dua bulan dan menjalin asmara yang sampai saat ini masih aneh di pikiran Rere.
Dunianya diibaratkan seperti bola salju yang menggelinding ke bawah, semakin membesar dan membesar, Rere takut bola salju itu menabrak sesuatu yang membuatnya hancur berkeping-keping.
Jelas dunia Kanaka bukanlah dunianya, mereka seperti berasal dari dua alam, susah untuk disatukan 'seperti pungguk merindukan bulan' dan Rere sedih dibuatnya dengan perbedaan ini.
"Sudah ah nggak usah overthinking seperti itu, Mimo memang orangnya seperti itu kok, um....cenderung ekspresif, Pipo emang dari dulu cool dan nurut sama Mimo, kayak Mimo tuh udah bisa menafsirkan apapun tanpa Pipo bicara dulu, jadi Pipo juga setuju ama kamu, jadi nikmati perjalanan cinta kita ini ya," ucap Kanaka menyakinkan membuat Rere terdiam.
Sampai di depan rumah Rere, Kanaka turun dan mengantarkan sang kekasih, menyapa bu Laras sebentar lalu pamit pulang.
"Gimana Re? Sakit kan ditolak?" tanya bu Laras sinis, karena dia melihat jejak air mata di kedua mata bening sang anak.
"Bu..... orang tuanya Kanaka mau bertemu ibu," ucap Rere hati-hati.
"Hah mau ngapain?! Mau ngehina ibu karena nggak bisa ngedidik kamu, karena kamu merayu anaknya?" Tambah sinis tuh kalimat bu Laras.
"Bukan bu, mereka mau kenalan sama ibu, kayaknya mau sekalian ngelamar Rere, kalo Rere setuju," jawab Rere membuat mata bu Laras melotot.
Ini mereka bukan sedang diolok-olok kan? Mana mungkin orang tua Kanaka mau melamar, atau jangan-jangan.....
"Kamu nggak hamil kan Re?!" tanya bu Laras dengan suara panik.
"Ibu bicara apaan sih! Nggak lagi bu!" Rere ikutan panik mendengar pertanyaan sang ibu yang lebih ke. menuduh itu.
"Ibu jadi bingung Re, masak seperti itu sih?" tanya bu Laras mulai kebingungan dengan alasan keluarga Kanaka yang ingin melamar itu.
"Rere aja bingung harus ngomong apa bu," gumam Rere lalu beranjak menuju ke kamarnya, dia butuh meletakkan kepalanya yang panas ke bantal, siapa tahu otaknya kembali ke tempat semula.
Ketika Rere meletakkan kepalanya, ponselnya yang ia taruh di sampingnya berkedip.
Rere menatap nama yang tertera di layar tersebut, mau ia reject pasti cowok di seberang sana tak akan berhenti menghubunginya.
Dengan berat hati Rere menggeser tombol hijau dan menerima panggilan tersebut.
"Hallo Yang," sapa Kanaka.
Panggilan baru dari Kanaka untuknya itu membuat wajah Rere merona, kenapa jadi sweet gitu sih cowok garang itu, pengen heran tapi Rere tahu emang Kanaka itu seromantis itu.
"Yang... " sapa Kanaka.
"Iya Ka." Akhirnya Rere membalas sapaan Kanaka.
"Aku udah sampai rumah, kamu lagi ngapain?" tanya Kanaka.
"Aku..... Aku lagi rebahan, tiba-tiba pusing," jawab Rere.
Kanaka yang sedang rebahan di kamarnya langsung bangkit saat mendengar kata 'pusing' tadi.
"Aku ke apotik ya beliin obat, atau mau ke dokter sekalian nggak?" tanya Kanaka berniat menyambar jaket dan kunci motornya.
"Ini bukan pusing sakit Ka, ini pusing mikirin yang tadi diomongin sama Mimo,"jawab Rere kesal, andai Kanaka di depannya sudah pasti Rere akan menjitak kepala Kanaka.
"Oh itu..... kirain sakit beneran." Kanaka kembali membaringkan tubuhnya di kasur.
"Emang kamu nggak pusing gitu?" tanya Rere penasaran.
"Nggak sih, soalnya aku sih oke aja kok, pilihan Mimo pasti terbaik buatku, apalagi aku juga cinta sama kamu," ucap Kanaka tanpa basa basi.
"Kita ini masih dua satu lho Ka, masih banyak yang harus kita kejar, kamu juga kan pengen puas-puasin balap sampai lulus nanti," kata Rere pelan, malu mendengar gombalan receh yang tadi diucapkan Kanaka, karena selama mereka pacaran baru kali ini Rere mendengar Kanaka bilang cinta.
"Kan semua juga bisa jalan barengan, ngapain mikir jauh-jauh?"
"Emang Pipo nggak ngelarang kamu nikah muda?" tanya Rere penasaran.
"Ya nggaklah, dia aja nikahin Mimo ketika umurnya baru delapan belas," jawab Kanaka membuat Rere reflek berteriak.
"Aduh Yang, kenceng amat teriak 'HAH' nya?" omel Kanaka sambil terkekeh, karena siapapun pasti tak ada yang percaya bahwa Piponya itu masih muda banget.
Sebenarnya Devano dan Letta itu tak pantas jadi orang tua Kanaka sih, pantesnya jadi kakak Kanaka dan saudara-saudara nya.
Mungkin karena hubungan keluarganya terbilang adem dan jauh dari berantem-beranteman, makanya wajah Devano dan Letta terbilang awet muda jika dibandingkan dengan usia mereka sesungguhnya.
Jiwa muda Devano memberi warna cantik dalam dunia Letta hingga Letta masih secantik itu meski usianya sudah memasuki setengah abad.
"Ya udah kalo memang kamu belum siap, orang tuaku biar kenalan sama ibu kamu dulu," ucap Kanaka akhirnya, tak mungkin kan dia memaksakan kehendak orang tuanya untuk segera meminang Rere segera.
"Nanti aku bilang ke ibu aku dulu ya, nanti aku kabarin kamu lagi."
"Ya udah istirahat sana, nggak usah mikir berat-berat.
Lalu sambungan telepon mereka terputus, Rere merebahkan dirinya ke kasur, dalam benaknya tetap bingung dengan yang terjadi.
Andai pertemuan keluarga mereka beneran terjadi, lalu apa yang akan Rere jawab apabila Mimo beneran memintanya jadi menantunya.
Dengan mengacak rambutnya frustasi, Rere menenggelamkan wajahnya ke dalam bantal.
Bingung dan terharu dia, tapi bingung karena belum siap membina rumah tangga.
cerita nya bagus tapi jadi ngeh setiap bab gini mulu