Pernikahan Arika dan Arian adalah pernikahan yang di idam-idamkan sebagian pasangan.
Arika begitu diratukan oleh suaminya, begitupun dengan Arian mendapatkan seorang istri seperti Arika yang mengurusnya begitu baik.
Namun, apakah pernikahan mereka akan bertahan saat sahabat Arika masuk ke tengah-tengah pernikahan mereka?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon skyl, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
~Part 28 ~Arika dan Raiden
Raiden memegang kedua tangan Arika yang hendak melangkah pergi. Arika yang tangannya dipegang pun menatap lelaki tersebut.
"Kenapa, mas?"
"Arika, saya ingin bicara sama kamu."
Arika mengangguk, mereka menuju taman dekat apartemen. Mereka duduk di sebuah kursi kayu.
"Mau bicara apa, mas Raiden?"
"Sa-ya sudah yakin untuk mualaf. Dan itu saya lakukan demi agama, beberapa bulan ini saya mulai belajar agama islam, dan saya ingin mualaf, Arika. Saya melakukannya karena Allah dan kamu."
Arika terdiam mendengar ucapan lelaki tersebut.
"Mas yakin, mas mualaf karena agama?" tanya Arika membuat Raiden mengangguk.
"Mas sudah pikir-pikir lagi dan sudah membicarakannya kepada keluarga mas?"
Sekali lagi Raiden mengangguk.
"Saya sudah mengatakan hal ini kepada kakak saya dan mama. Dan mereka mengizinkanku untuk mualaf."
"MasyaAllah."
Raiden tersenyum, ia memegang kedua tangan Arika membuat Arika deg-degaan.
"Arika, sebentar lagi kita sudah seagama. Jadi bagaimana dengan jawaban kamu?"
"Enggak ada alasan aku menolak lelaki sebaik kamu, mas," jawab Arika. "Tetapi kamu tau, aku belum resmi cerai. Dan hukum belum mengeluarkan surat cerai kami."
"Saya akan membantumu untuk bercerai dengan dia."
"Tapi, mas..."
"Kamu masih mencintainya, Arika?" tanya Raiden.
"Tidak, mas. Perasaan itu sudah lama hilang sepuluh tahun yang lalu, aku sudah tak memiliki perasaan kepadanya. Aku hanya takut untuk memulai hal baru lagi, aku takut semuanya akan seperti sebelumnya..."
Raiden memegang kepala Arika, menuntut Arika untuk menatapnya.
"Kamu menyamakan saya dengan dia, Arika? Dia hanya tiga tahun bersamamu, sedangkan saya sudah tiga belas tahun, mana mungkin kamu tidak mengenalku lebih dalam. Saya tidak akan melakukan hal bodoh seperti yang dilakukan calon mantan suamimu itu."
Arika menatap mata lelaki tersebut, mencoba mencari kebohongan tetapi dia hanya dapat tatapan tulus.
"A-ku..."
"Saya sudah tak menunggu keputusanmu, Arika. Saya akan membantumu untuk berpisah, ingat tujuan kamu balik ke indonesia untuk bercerai dengannya."
"Iya, mas."
Raiden tersenyum mendengarnya.
"Jadi kamu menerimaku, apa tidak?"
Arika mengangguk membuat Raiden mengerutkan keningnya.
"Yang jelas, iya apa tidak?"
"I-ya," jawab Arika dengan wajah memerah hal itu membuat Raiden terkekeh.
"Kok pipinya merah?" tanya Raiden semakin menggoda.
"Mas udah ih, aku mau balik ke apartemen ku. Anak-anak sama ibu nungguin, kamu juga balik sana ke apartemen."
"Anak-anak akan bersamaku malam ini."
"Mana bisa gitu!"
"Kamu akan menemani mama. Biar mereka berdua tidur bersamaku di apartemenku."
Arika mengangguk. Mereka pun sama-sama memasuki lift dan berpisah saat ingin memasuki apartemen masing-masing.
"See you."
Arika hanya terkekeh dan geleng-geleng saja. Ia menutup pintu apartemennya lalu memegang pipinya yang memerah.
"Kamu kenapa?" tanya ibu Harum melihat Arika senyum-senyum sendiri.
"Enggak ada apa-apa, ibu."
"Yaudah, ibu tidur duluan ya nak. Kamu jangan tidur larut malam."
Arika mengangguk, wanita tua itu pun melangkah ke kamar. Sedangkan Arika masih di ruang tengah menyelesaikan pekerjaannya.
Sebuah pesan masuk ke dalam ponselnya, pesan dari Raiden. Setelah melihat pesan itu, Arika terkekeh geli dan menjauhkan ponselnya.
"Mas Rai, ada-ada aja astaga."
Sedangkan di posisi Raiden merasa puas sekali saat pesannya sudah tak di jawab oleh Arika. Ia tersenyum sedari tadi membuat Arvi yang berada di dekatnya bingung.
"Ojisan kenapa sih? Senyum-senyum sendiri dari tadi kek keserupa."
Raiden kembali memperlihatkan wajah datarnya lalu berdehem.
"Anak kecil enggak boleh kepo!"
"Arvi bukan anak kecil lagi ya, ojisan. Umur Arvi udah belasan dan udah puber, enak aja anak kecil."
"Di mata ojisan kalian itu masih anak kecil yang sering ojisan gendong saat kecil."
"Ojisan ini kaya mommy." Arvi menyusul Shaka yang sudah sedari tadi di dalam kamar.
Raiden menaikan bahunya dan fokus ke layar laptopnya, jari-jarinya begitu lincah mengetik di keyboard.
Hingga larut malam, dia menguap. Ia beranjak untuk menuju balkon dengan ditemani secangkir kopi.
Raiden mengerutkan keningnya saat lampu balkon Arika belum mati.
Dia pun mendekatinya dan duduk dekat perbatasan antara balkonnya dan Arika yang dibatasi kaca tinggi.
"Kamu belum tidur?" tanya Raiden membuat Arika kaget dan menoleh.
"Mas? Astaga kamu membuatku kaget. Ini pekerjaanku masih banyak. Mas sendiri?"
"Saya ngantuk, tapi enggak bisa tidur."
"Lah gimana konsepnya."
"Iya gimana, saya terus membayangkan saat kita menikah nanti, terus tidur berdua..."
"Stop, mas." Pipi Arika kembali memerah bak kepiting rebus dan Raiden tak menyadarinya.
"Mas sana tidur."
"Enggak bisa, sayang," ucap Raiden dan menatap ke arah Arika.
"Ih kok mas sekarang hobi gombal!"
"Lah siapa yang hobi gombal, Arika. Emang saya sayang kamu kok."
jangan sampe ya ansk2 Arka jatuh cinta ke ank Ema, kr mereka satunya cuma beda ibu/Cry//Cry/
hari ini juga dobel up, ya.
Arian memang oon dan tak punya hati
rasain, siapa anak yang dilahirkan Ema bukan anakmu. Ema dan Arian makin bagai neraka rumah tanggamu, ternyata Arika memiliki anak, tuduhan ibumu dan a jika dia mandul tak terbukti bahkan menganding anakmu Arian, selamat menikmati penderitaan yang kai ciptakan sendiri bersams Ema Arian.