Menjadi seorang indigo, bukanlah hal yang di inginkan oleh gadis cantik bernama Lilis Yuliani karena setiap hari ia harus bersinggungan dengan hal yang gaib dan ia tidak bisa menolaknya.
Sosok-sosok itu selalu mengikuti untuk meminta pertolongan ataupun hanya sekedar mengganggu pada Lilis sampai suatu hari ketika ia sedang berjualan bakso bertemu dengan arwah pria tampan namun menyebalkan.
Siapakah arwah itu?????
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Yulianti Oktana, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Tidur Satu Kamar
Di dalam kontrakannya Bahar sangat cemas karena sudah jam 11 malam Lilis belum juga pulang. Ponselnya juga tidak aktif.
"Asalamuallaikum" ucap Lilis dari luar.
"Alhamdulillah ya Allah" Bahar merasa lega kala suara sang putri sudah terdengar.
Ia pun lalu tergopoh-gopoh berjalan ke arah pintu dan membukanya.
"Lis kenapa baru pulang?" tanya Bahar.
"Biasa Pak keliling dulu" jawab Lilis.
"Yasudah kamu masuk, biar peralatan bakso dan gerobaknya Bapak yang bersihin" ucap Bahar.
Interaksi antara anak dan bapak ini tak luput dari perhatian Bara.
Lilis masuk kedalam rumah di ikuti Bara, sementara Bahar langsung melucuti dandang bakso untuk di bersihkan.
"Loh kok ikut ke kamar?" tanya Lilis.
"Terus saya harus di mana?" tanya Bara.
"Jangan ikut ke kamar gue, diam di sini" jawab Lilis.
"Gak mau" Bara malah nyelonong masuk kedalam kamar Lilis.
"Jangan macam-macam ya loe" kesal Lilis.
"Tenang saja, pacar saya jauh lebih cantik di banding kamu. Dadanya besar, kalau kamu itu rata tidak menggairahkan. Tenang Lis, kamu bukan tipe saya" ujar Bara.
"Bodo amat! Siapa juga yang mau sama loe. Pacar gue lebih tampan, sorry ya loe gak ada apa-apanya" balas Lilis.
Malas terus berdebat, Lilis pun masuk kedalam kamar mandi, di luar dugaan Bara malah ingin ikut masuk.
"Eitzz mau apa loe, hah?" delik Lilis.
"Mau ikut masuk" jawab Bara polos.
"Enak aja. Pergi sana" kesal Lilis.
Bara pun terpaksa menunggu Lilis mandi sembari rebahan di atas kasur busa tipis di kamar Lilis.
"Kamar dia seperti kamar korban bencana alam" ledek Bara.
Kini Lilis keluar dari kamar mandi sudah segar. Ia memakai piyama yang ledeh membuat Bara sakit mata melihatnya.
"Ya ampun Lis, kamu memakai baju keset. Mata saya sakit melihatnya" ucap Bara.
Mendengar itu seketika Lilis memelototkan matanya karena kesal.
Brughhh!!!
Lilis melemparkan bantal ke arah Bara.
"Galak sekali kamu" kesalnya.
"Bodo amat" ucap Lilis tak peduli.
"Lis pacar saya baik dan anggun loh, gak kaya kamu suka marah-marah" ucap Bara.
"Alah palingan loe koma juga dia cari cowok lain" balas Lilis.
"Gak akan ya! Marissa itu sangat mencintai saya dan setia" ujar Bara.
"Berani deh taruhan kalau cewek loe pasti selingkuh. Kalau cewek loe setia, gue kasih loe bakso yang banyak tapi kalau cewek loe selingkuh, loe harus kasih apa yang gue mau" ucap Lilis.
"Oke deal" Bara setuju.
Bara kemudian melanjutkan lagi rebahannya di atas kasur busa tipis itu, sementara Lilis meraih sebuah kaleng bekas kue yang bergambar keluarga cemara yang sedang duduk di kursi makan kita sebut aja kaleng khong guan...
"Kalau mau ngemil jangan di kamar, Lis nanti banyak semut" ucap Bara.
"Siapa juga yang mau ngemil" balas Lilis.
Ia kemudian membuka tutup kaleng itu, dan mengeluarkan isinya yang ternyata uang pecahan 20 ribu dan 50 ribu kadang ada yang 2 ribuan.
Bara bangkit lalu duduk di samping Lilis.
"Buat apa uang itu Lis?" tanya Bara.
"Buat beli laptop, kan satu tahun lagi gue skripsi" balas Lilis.
"Jadi selama ini kamu kuliah tidak punya laptop?" tanya Bara.
Lilis menggeleng.
"Kasihan Lilis" ucap Bara dalam hatinya.
Lilis menghitung uang yang ada di hadapannya di bantu oleh Bara.
"Satu juta tiga ratus" ucap Lilis.
"Tujuh ratus ribu" ucap Bara sembari menyerahkan tumpukan uang pada Lilis.
"Dua juta, masih kurang sementara harga laptop lima juta lebih" ucap Lilis sembari memijat keningnya.
"Maaf Lis, saya belum bisa bantu kamu. Ponsel saya kemungkinan hancur sewaktu terjadi kecelakaan itu. Kalau ada semua uang saya di M-banking buat kamu semua" ucap Bara sedih.
"Gpp Bar, gue juga gak perlu loe bantu. Gue bisa dagang terus" balas Lilis.
Lilis kini merebahkan tubuhnya di atas kasur busa tipis itu di susul oleh Bara.
"Loe kok tidur disini sih? Sana jangan deket-deket gue" usir Lilis.
"Terus saya harus tidur sama bapak kamu begitu? Gak mau lah" balas Bara.
"Jangan macam-macam" ancam Lilis.
"Saya tidak punya hasrat sama kamu Lis, sudah saya katakan Marisa sudah meleburkan hati saya hingga tak tersisa untuk wanita manapun" ungkap Bara.
"Terserah loe Bara" balas Lilis lalu memunggungi Bara.
Mereka pun tidur berdua dalam satu kasur yang sama.
Keesokan paginya Lilis sudah rapi dengan pakaian siap untuk berdagang bakso. Hari ini ia libur ke kampus jadi ia akan manfaatkan untuk berjualan bakso.
Bahar juga keluar dari kamarnya sudah pakai kemeja rapih dan jaket tebal.
"Loh Bapak mau kemana rapih bener?" tanya Lilis.
"Maaf Lis, Bapak lupa bilang kalau seminggu Bapak mau ke Sumedang. Uwa Hasan mau mengadakan pesta pernikahan untuk si Mayang jadi Bapak akan bantu-bantu disana sekaligus pulang kampung dan nyekar ke makan nini sama aki kamu" ungkap Bahar.
"Kok Bapak baru kasih tau sekarang kalau Mayang menikah. Pak aku belum buatkan kado" Lilis sedikit kesal pada Bahar.
"Nanti aja deh kadonya di paketin, masih keburu kok nikahnya satu mingguan lagi. Yasudah ya geulis, Bapak angkat heula, kamu baik-baik disini jaga diri" ucap Bahar lalu pergi dari kontrakannya meninggalkan Lilis sendiri.
"Bara, gue ke pasar dulu beli bahan buat bakso. Loe mau ikut atau diam disini?" tanya Lilis.
"Lis, sepertinya kamu harus antar saya ke rumah dulu. Saya rindu Mami" pinta Bara.
Lilis hanya mengangguk.
Lilis memesan sebuah taksi, menuju alamat rumah yang sudah Bara sebutkan.
Satu minggu yang lalu dirinya pergi dari rumah karena tak kuat melihat Niken terus menangisi tubuhnya yang sedang koma. Bara ingin mencari pertolongan supaya dia bisa kembali lagi sadar.
"Lis itu rumah saya!" tunjuk Bara pada sebuah rumah besar bergaya klasik mediterania.
Lilis mengangguk, ia kemudian menyuruh supir taksi berhenti.
Walau merasa heran, akhirnya sang supir berhenti beberapa menit sesudah itu Lilis menyuruh sang supir melanjutkan lagi mobilnya.
Kini Bara berjalan kearah rumahnya. Disana ia menembus pagar dan terus berjalan menuju kamarnya namun ketika ia akan masuk kedalam kamar, ia melihat Niken yang baru keluar dari kamarnya dengan wajah yang lusuh dan mata yang membengkak kemungkinan besar habis menangis.
"Mi, ini aku Mi. Aku ada di depan Mami. Mami jangan sedih" ucap Bara sama sedihnya namun Niken tak melihat dan mendengar apapun.
Niken lalu pergi dari hadapan Bara, namun dari ruang tengah terdengar suara seseorang yang ia kenal. Bara segera melihat kesana.
"Alex? Dan itu Marisa?" ucap Bara kala melihat Alex, adik angkatnya datang bersama Marisa sang kekasih.
"Pagi Mi" sapa Alex ramah.
"Pagi Alexander! Kenapa kamu memilih tinggal di apartemen ketimbang tinggal di rumah Mami, nak?" tanya Niken.
Walau Alexander anak angkatnya yang dulu dirinya dan mendiang sang suami bawa dari jalanan sewaktu Alexander berumur lima tahun namun Niken tidak pernah membeda-bedakan kasih sayang antara Bara dan Alex.
"Maafkan saya Mi, saya hanya ingin mandiri saja. Saya malu pada Mami harus terus menyusahkan Mami. Maafkan saya Mi, tapi jujur terkadang saya merindukan Kakak dan Mami. Maaf juga saya baru menjenguk Kak Bara hari ini" papar Alex.
"Tak apa Nak, jenguklah Kakakmu. Mami akan pergi ke rumah sakit dulu. Titip Kakakmu ya" balas Niken.
"Ya Mi, oh ya Marisa juga ingin menjenguk Bara, apa boleh Mi?" tanya Alex.
Niken melihat Marisa sekilas, tak bisa di pungkiri bahwa Niken tidak terlalu suka dengan kekasih sang putra namun bukan saatnya merasa suka atau tidak karena kondisi Bara yang terbaring lemah.
"Ya silahkan" balas Niken lalu pergi dari hadapan Alex dan Marissa.
Kini keduanya berjalan menuju kamar Bara.
semangat k