Yang satunya adalah Nona muda kaya raya, sementara yang satunya hanyalah seorang Pelayan toko. Tapi sebuah insiden kecelakaan telah menghancurkan jurang ini dan membuat mereka setara.
Bukannya mati dalam kecelakaan itu, jiwa mereka malah terlempar masuk ke sebuah Novel kuno roman picisan. Tempat dimana segalanya siap dikorbankan demi pemeran utama wanita.
Dan yang paling sial, keduanya malah masuk menjadi Ibu tiri sang pemeran utama wanita. Sama-sama menjadi Istri dari seorang Marques, yang gemuk, jelek dan berperut hitam. Dua karakter, yang akan dihabisi oleh para pemuja Pemeran utama wanita.
Untuk menyelematkan nyawa mereka, keduanya berencana untuk kabur. Tapi tentu saja, tidak ramai tanpa mencuri dan kegagalan. Baca kisah keduanya, dengan kejutan karakter lainnya. ✨
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Tinta Selasa, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 25
"Pangeran jangan takut, ini tidaklah apa-apa. Biarkan aku memeriksa dirimu. Bersikaplah baik, aku ini seorang Dokter, kalau ditempat kalian mungkin disebutnya Tabib." Ujar Tiara, semakin mantap dengan delusinya.
Ini membuat Calix semakin tidak terkendali, "Ti-tidak, aa-aku tidak mau, to-tolong jangan sentuh aku---"
Mendengar penolakan ini, Tiara menjadi kesal. Akhirnya dengan kedua tangan di pinggang, dia memarahi Calix.
"Dengar Putra Mahkota. Ini adalah hal yang penting. Aku hanya mencoba memeriksamu. Sekarang buka kakimu, dan jangan malu. Jangan melihaku seperti itu. Aku tidak menganggapmu sebagai seorang pria! Saat ini kau adalah pasien dan aku adalah Dok---"
PLAK.
Itu bunyi tamparan yang keras, hingga membuat Meira dan Leroy juga ikut terkejut. Mereka menatap Ana, yang berdiri dengan garang, setelah menampar Tiara.
"Sudah cukup!" Kata Ana.
Tapi Tiara yang mendengar ini, jelas tidak terima. Dia tidak terima, dalam keseriusannya berperan menjadi Dokter, seseorang menghentikannya ditengah jalan. Terasa seperti dimasa lalu, dimana mimpi-mimpinya dihancurkan.
Dengan mata saling beradu diantara keduanya, Tiara merasakan detak jantungnya meningkat secara cepat. Benar saja, tidak butuh waktu lama, saat dia mulai kehilangan kendali dan histeris. "ANAAAAAAA!"
PLAK.
Satu tamparan lagi datang dari Ana, tapi kali ini dengan tekanan kuat di kepala Tiara.
"DALAM NAMA DEWA, PEMILIK KEHIDUPAN. AKU MEMINTA KEPADAMU UNTUK MENGELUARKAN ROH YANG MERASUKI WANITA INI. AKU MEMINTA JIWANYA DIKEMBALIKAN."
Melihat Ana memegang kepala Tiara sembari merapalkan doa seperti mengusir roh jahat, Meira dibuat bingung.
Dia menatap Leroy dengan mata bertanya, tapi Leroy bahkan tidak mengerti apa yang terjadi disini. Merasa lebih cerdas dari Leroy, dan dasarnya dia bukan orang dengan pendirian, Meira dengan sok langsung menghampiri Ana, dan ikut mengangkat dan menyatukan kedua tangannya menekan kepala Tiara.
Kini keduanya memperlakukan Tiara sebagai orang kerasukan. Lagipula itu adalah hal yang bisa terjadi ditengah hutan, pikir Meira. Tapi karena tidak tahu harus mengatakan apa, dia memilih menggunakan ucapan-ucapan di film-film modern.
"NAMASTE! NAMASTE! UHHHRALALALAA."
Leroy lebih tidak tahu apapun lagi, namun sekejap di tengah hutan belantara, suasana tiba-tiba terasa mencekam, melihat ketiga wanita itu saling berjuang dengan aneh. Tapi melihat Tiara yang benar-benar meronta, maka dia tidak berpikir lebih. Leroy langsung meniru Meira dalam tindak dan perkataannya. "Nanas teh - Nanas teh, Ulala." Meski tidak jelas dan tidak tahu, Leroy tetap berusaha sebisanya.
Tiara yang merasakan ini semua, jelas tambah kacau. Dia semakin histeris dan tak terkendali. Tapi itu bukan karena memang ada roh jahat merasuki dirinya, tapi karena saat dipukuli Ana tadi, dia yang awalnya berjongkok langsung jatuh kedepan dengan telapak kaki terlipat.
Dia belum sempat melakukan pergerakan tapi Ana sudah menekan kepalanya kuat-kuat dan mulai berdoa pada Dewa yang bahkan Ana sendiri tidak percayai.
Jadi jelas, histeria Tiara karena rasa sakitnya yang belum tersampaikan, dan sudah ditambah lagi dengan Nanas-teh Leroy, membuatnya pecah dalam tawa.
Histeria dan tawa tak terkendali, kombinasi ini seolah-olah membenarkan dia kerasukan.
Meira langsung membuka matanya gugup. "Waduh bahaya ini!" Dilihatnya Tiara yang mencoba menyingkirkan tangan mereka dari kepalanya, membuat Meira semakin melotot.
"Ini setannya besar, atau doa Ana yang tidak mempan? wah, tak bisa dibiarkan ini! Aku harus berusaha lebih." Ujar Meira yang tak ingin berpangku tangan, saat Ana sudah berusaha yang terbaik.
Dia akhirnya meninggalkan tekanan di kepala Tiara, dan segera mengambil potongan bambu yang sempat dipakai mereka untuk mengambil air tadi.
"Oh, masih ada airnya." Senang Meira. Tanpa mau menunggu atau adanya setetes keragu-raguan, Meira langsung membawa air itu ke arah Tiara.
"Sekarang kau bukan lagi air biasa, tapi adalah air suci!" ---- BYUR.
"PERGI KAU IBLIS." Teriak Meira kuat-kuat.
Ana yang membuka mata kaget karena basah mengangguk pada Meira, "Good job sis!"
Meira mengangkat dagunya bangga. Namun melihat kebanggaan setinggi langit inu, Ana langsung melemparkan Meira langsung ke bawah. "... Sebenernya tak perlu air! cukup tunjukan wajah aslimu tanpa riasan, Iblis-pun akan lari."
"Brengsek!" Maki Meira pada Ana.
Namun Ana yang sempat terkekeh, malah menjadi pihak yang terkejut melihat Leroy ada di depannya. Bahkan salah satu tangan pria itu juga bersentuhan dengan tangannya, membuat Ana berkedut sudut bibirnya.
"Duke, kau disini juga?"
"Jangan sentuh." Leroy menarik tangannya secepat kilat, manakala dirasanya Ana mulai mengelus punggung tangannya.
Melihat dia ditolak seolah dia lalat, Ana memonyongkan bibirnya kedepan dengan kesal. Padahal dia hanya ingin mengambil sedikit kesempatan.
Sementara Tiara, setelah meronta cukup lama tanpa tanpa hasil, bahkan berakhir di sirami air dingin dimalam yang dingin, dia perlahan mulai kehilangan tenaganya. Menjadi diam dan lemas, membuat Meira langsung melompat kegirangan.
"Ana! Ana! Kau lihat itu Ana, kau lihat. Iblis itu sudah keluar berkat air suci ku."
PUK. PUK. PUK. Tidak lupa Meira memberikan dirinya sendiri tepuk tangan, sebelum mendekati Tiara yang akhirnya tumbang. Dia jatuh tapi tidak ke tanah, melainkan ke belakang, ke atas kaki Calix yang sudah gemetar sekujur tubuh, melihat para wanita itu begitu dekat dengannya.
"Astaga Tiara, kau tidak tahu tadi bagaimana aku dan Ana berusaha keras mengeluarkan roh itu dari dirimu. Oh, bahkan kami bertiga dengan Duke."
Meira benar-benar bangga. Kebiasaan menonton film horor, benar-benar mempengaruhi tingkah lakunya.
Tapi Tiara masih belum mengatakan sepatah kata pun. Dia hanya menatap kesamping, dan menemukan pandangan mata Calix. Untuk sesaat mereka berdua bertatapan dan merasa gila untuk semua yang terjadi.
"Aku tidak kerasukan." Kata Tiara pelan sekali.
Tapi Meira mengangkat jari telunjuknya di depan mata Meira, dan menggerakkannya kesana kemari.
"No, no, no. Tidak kerasukan, adalah apa yang dikatakan oleh orang kerasukan itu sendiri, sebab dia tidak tahu apapun." Final Meira yang mendapat anggukan sepakat dari Tiara.
Melihat keduanya bersikukuh, Tiara merasa percuma untuk menjelaskan. Toh, dia sudah terlanjur sakit juga.
Akhirnya, tidak ingin banyak drama kembali terjadi, mereka langsung kembali malam itu juga, dengan berbekal tuntunan dari Leroy dan Calix. Bahkan lebih daripada itu, di penghujung jalan terdapat sebuah kereta dan kusir yang telah di sediakan oleh keduanya untuk mereka pulang.
•••
Saat fajar belum menyingsing mereka telah kembali dan membuat kejutan di kediaman Marques.
"Nyonya, Nyonya, kalian sudah kembali ...." Sambut para penjaga gerbang.
Tapi tidak ada lagi waktu bagi mereka. Ana mengangkat tangannya dengan cepat, "Tidak ada orang luar yang boleh tahu kalau kami sudah kembali."
"Siap Nyonya." Ucap para penjaga itu.
Ya, mereka harus segera bersiap. Sebelum kekayaan Marques di periksa, sebelum Ratu mengambil tindakan, dan sebelum para orang dari kuil suci mendengar kedatangan mereka.
Tapi mereka tahu, bahwa mereka tidak bisa menahan berita. Satu-satunya waktu yang mereka punya, adalah hari ini juga. Mereka harus bisa membereskan segalanya.
Tidak ada pilihan lain, selain pergi berjudi seorang diri yang harus dilakukan Ana, lalu pergi berbelanja obat-obatan mahal langsung oleh Meira. Sedang Tiara, dia bersiap untuk mengepak segala keperluan mereka saat pergi nanti.
Tapi baru juga memasuki kediaman, mereka dibuat terkejut dengan beberapa pelayan yang tertidur di ruang tamu. Dimeja mereka ada anggur dan cerutu. "Wah, mereka pasti bersenang-senang dengan kabar duka kita."
Ana memanggil kembali para penjaga pria di depan. "Ayo, ikat mereka semua."