Karena permintaan kakeknya , Ellena dan Luis terpaksa menikah dan hidup bersama tanpa cinta dalam pernikahan mereka. Akankah Ellena mampu bertahan dalam pernikahan itu, atau justru memilih untuk pergi? Hanya waktu yang mampu menjawabnya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Lusica Jung 2, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Kita Sudah Usai
Luis melepas sarung tangan operasinya dengan tenang, matanya yang tajam dan penuh konsentrasi beralih sejenak pada jam dinding di ujung lorong. Pukul tiga dini hari. Langit di luar pasti sudah pekat, namun rumah sakit tetap hidup dalam hiruk-pikuknya yang tak pernah padam.
Adelia menunggu di dekat pintu, matanya tak lepas dari Luis yang baru saja keluar dari ruang operasi. Dia mengenakan seragam medis, namun wajahnya yang lelah menyiratkan kecemasan dan keinginan yang mendesak. Saat Luis mendekat, Adelia tak lagi bisa menahan dirinya. Ia melangkah cepat, mendekati pria yang pernah menjadi seluruh dunianya.
"Luis," suara Adelia bergetar, merajut asa di antara desakan tangis yang hampir pecah. "Kita harus bicara."
Luis berhenti sejenak, hanya untuk memastikan bahwa Adelia ada di sana, lalu melanjutkan langkahnya. Tatapannya dingin dan lurus, tak menunjukkan sedikit pun tanda bahwa dia mendengar atau peduli. Tangan Adelia terulur, mencoba meraih lengannya, namun Luis dengan cepat menghindar, dia melangkah menjauh seolah sentuhan itu adalah sesuatu yang tidak pantas.
"Ini tidak ada gunanya, Adelia," suaranya datar, hampir tanpa emosi. Luis bahkan tidak repot-repot menoleh untuk melihat perempuan yang dulu pernah mengisi hari-harinya.
Adelia tidak menyerah. Air mata yang tadi hanya menggantung di sudut matanya, kini mulai mengalir tanpa henti. "Luis, tolong... Aku masih mencintaimu. Kita bisa memperbaiki semuanya. Aku tahu ini aku sudah melakukan banyak sekali kesalahan, tapi aku tak bisa berhenti memikirkanmu."
Luis berhenti, namun kali ini matanya menatap lurus ke depan, tidak pada Adelia. "Perbaiki? Apa yang menurutmu bisa diperbaiki, Adelia?" suaranya tajam, namun tetap tenang. "Aku sudah memilih. Dan pilihanku bukan dirimu."
Desakan di dalam hati Adelia semakin kuat, namun Luis tidak memberikan sedikit pun celah. "Luis, aku mohon... Aku tahu kau masih peduli padaku. Kita pernah bersama, kita pernah bahagia. Apakah semua itu tidak berarti apa-apa bagimu?"
Luis menarik napas dalam, menahan amarah yang ingin keluar. Tapi yang keluar dari bibirnya hanyalah kalimat-kalimat pendek, tajam, seperti pisau yang menusuk tanpa ampun.
"Yang pernah kita miliki, Adelia, sudah mati. Sudah terkubur dalam-dalam, dan tidak ada gunanya mencoba menggali kembali. Aku sudah menikah. Aku punya istri, dan dia adalah satu-satunya yang ada di hatiku. Kau tidak lagi punya tempat di sana."
Adelia semakin terisak, tubuhnya hampir gemetar karena rasa sesak yang menghimpit dadanya. "Luis, aku mohon, aku tidak bisa tanpamu. Aku... aku hanya ingin kita mencoba lagi. Hanya sekali lagi. Aku bisa berubah, aku bisa menjadi apa yang kau butuhkan."
Luis memutar tubuhnya, dan dia menatap Adelia dengan mata penuh ketegasan. "Aku tidak butuh kau, Adelia. Dan aku tidak ingin kita mencoba lagi. Yang ada di hatiku hanya Ellena. Dia adalah satu-satunya yang aku cintai. Aku tidak akan pernah mengkhianati dia, berhenti bersikap bodoh dan mengkhianati dirimu sendiri dengan terus berharap pada sesuatu yang tidak akan pernah terjadi."
Suara Adelia semakin patah, hampir seperti rintihan yang pilu. "Jadi... ini benar-benar akhir untuk kita?"
Luis mengangguk pelan. "Ini sudah berakhir sejak lama, Adelia. Kau hanya belum sepenuhnya menyadarinya. Sudah saatnya kau juga menyadarinya."
Tanpa menunggu balasan, Luis melangkah pergi, meninggalkan Adelia yang kini hanya bisa menangis di tengah lorong yang sunyi. Hanya suara isakannya yang lemah menggema di ruang itu, sementara Luis berjalan menjauh, kembali ke tugasnya, ke kehidupannya yang baru, dan kepada cinta sejatinya—Ellena.
***
Ketika Luis membuka pintu rumah dan melangkah masuk, aroma masakan yang hangat segera menyambutnya. Dia melihat Ellena yang berdiri di dapur, tersenyum lembut saat melihatnya.
Tanpa berkata apa-apa, Luis langsung berjalan ke arah Ellena dan merengkuhnya dalam pelukan. Tubuhnya terasa berat, seolah seluruh kelelahan dari hari itu tumpah ke dalam dekapan tersebut.
Ellena membalas pelukan Luis dengan lembut, merasakan keletihan yang dipancarkan suaminya."Kau lelah?" tanyanya dengan suara penuh perhatian.
Luis hanya mengangguk, mengeratkan pelukannya seolah tak ingin melepaskan. Bagi Luis, dalam pelukan Ellena, semua beban terasa sedikit lebih ringan.
Ellena melepaskan pelukannya perlahan, kemudian berbalik badan dan tersenyum lembut. "Mandilah dulu, setelah ini kita makan malam sama-sama," ujarnya dengan penuh perhatian.
Luis mengangguk, namun sebelum melangkah menuju kamar, dia menarik Ellena kembali ke dalam pelukannya. Dengan lembut, Luis mencium bibir Ellena, sebuah ciuman yang penuh rasa sayang. Saat bibir mereka berpisah, Luis menatap mata istrinya dalam-dalam. "Aku sangat-sangat mencintaimu," bisiknya, lalu memeluk Ellena lebih erat, seolah ingin menegaskan betapa berharganya wanita itu bagi dirinya.
Ellena tersenyum, merasakan kehangatan dan ketulusan dalam pelukan suaminya. "Aku juga mencintaimu, Luis," jawabnya dengan lembut, sebelum akhirnya Luis melepaskannya dan menuju kamar untuk membersihkan diri.
.
.
Setelah Luis selesai mandi, dia bergabung dengan Ellena di ruang makan. Mereka duduk berhadapan, dengan meja yang dihiasi oleh hidangan yang sudah disiapkan Ellena.
"Semoga kau suka," ucap Ellena sambil tersenyum, menyendokkan makanan ke piring Luis.
Luis mencicipi suapan pertama dan tersenyum puas dengan rasa masakan istrinya. "Masakanmu selalu enak, sayang. Rasanya aku tidak akan pernah bosan."
Ellena tersenyum bahagia mendengar pujian itu, karena emang itu yang dia harapkan. "Aku senang kau menyukainya. Bagaimana hari ini di rumah sakit? Apa ada banyak operasi hari ini?"
Luis meletakkan sendoknya sejenak dan mengangguk. "Sekitar tiga operasi besar. Ada beberapa kasus yang rumit, tapi semuanya berjalan lancar. Tapi yang paling aku tunggu-tunggu adalah momen seperti ini, duduk di sini denganmu."
Ellena menatap suaminya dengan lembut. "Aku juga selalu menantikan saat-saat ini, ketika kita bisa bersama, tanpa gangguan apa pun."
Luis mengulurkan tangannya dan menggenggam tangan Ellena di atas meja. "Kau adalah pelipur lara setelah semua kesibukan di rumah sakit, Ellena. Bersamamu, aku bisa melupakan semua kelelahan."
Ellena meremas tangan Luis dengan lembut, ia merasa terharu dengan kata-kata suaminya. "Aku akan selalu ada untukmu, Luis. Kau tahu itu."
Luis mengangguk, ia menatap istrinya dengan senyum lebar yang terkembang. "Aku tahu, dan itu yang membuatku merasa begitu beruntung memilikimu."
Ellena tersenyum lebar. "Aku juga,"
Mereka melanjutkan makan malam dengan perbincangan yang hangat, berbagi cerita kecil tentang hari mereka, sambil menikmati kebersamaan yang nyaman dan penuh cinta.
***
Bersambung
agar bisa menyenangkan suamimu...❤️❤️