kumpulan fic Jaewoo
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Withlove9897_1, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
NERD PART 001
...-NERD-...
Buku adalah perangkat sekolah nomor satu yang Jaehyun jauhi. Jika melihat buku kamus atau buku tebal lain yang semacam dengan ensiklopedia, ia dengan tanpa segan menjauhkan buku itu dengan kasar menggunakan kaki kanannya.
Jaehyun Tidak sepenuhnya membenci buku, ia hanya benar-benar tidak antusias. Dia bahkan menjuluki perpustakan sebagai Palung Terdalam Neraka. Jadi tidak akan ada hal di muka bumi ini yang mampu membuat Jung Jaehyun merangkak ke dalam perpustakaan.
Tapi akhir-akhir ini sesuatu melanda perasaannya. Ada anak kelas sebelah berkacamata yang di kenal sebagai kutu buku parah oleh seluruh sekolah.
Jaehyun belum pernah benar-benar melihat si kutu buku dari dekat sejak semester awal kelas dua. Jelas latar belakang keduanya berbeda, semua orang tau si kutu buku akan melarikan diri ke balik-balik rak buku berdebu saat bel istirahat berbunyi. Sedangkan Jaehyun, dia bisa saja berpindah kota selama setengah jam waktu istirahat.
Jaehyun tau ini kelihatan sangat konyol. Dia penasaran. Bukan penasaran yang menebak-nebak berapa besar ukuran dada Jihyo ia tidak secabul itu atau penasaran yang berbau kriminal seperti apa yang sedang di hebohkan anak-anak seusianya, dan Jaehyun tidak nakal, dia hanya jahil.
Tapi dia terpaku, dia cukup bingung dengan perasaanya, tapi dia tertarik untuk memperhatikan si kutu buku. Ia bahkan lupa kapan pertama kali ia mulai memperhatikan si kutu buku dari celah pintu perpustakaan yang agak terbuka dan terpaksa berbohong dengan membuat alasan kepada teman-temannya kalau ia ingin ke toilet setiap jam istirahat.
Jaehyun baru kali ini memperhatikan sesuatu dengan seksama. Ia baru kali ini memperhatikan seseorang yang sedang membaca buku setebal tiga ratus halaman dengan tatapan yang begitu bahagia.
Buku hitam bersampul pudar. Si kacamata membaca tanpa menoleh, bahkan jika ada gempa bumi dia tetap akan mendekap buku itu di dadanya. Baru pertama kali ini Jaehyun melihat orang membaca buku, yang seakan-akan buku itu nyaris seperti bernyawa, seperti setiap lembarannya membisikkan rahasia.
Bahkan sampai hari ini Jaehyun tidak berhenti memandang sosoknya yang sedang membaca buku dari celah pintu.
"Jaehyun. Tidak biasanya kau berdiri di depan pintu perpustakaan. Ah, kurasa besok akan ada bencana alam."
Suara guru konseling yang merambat dari belakang telinganya mengagetkan Jaehyun.
"Ah. Apa-apaan kau, pak tua, jangan berdiri di belakang tubuh orang. Siapa yang berdiri di depan perpustakaan? Aku hanya ingin ke toilet!"
Jaehyun dikenal baik oleh semua guru. Banyak hal yang membuatnya menjadi idola oleh setiap orang-orang di bagan sekolah. Murid, guru bahkan anggota kebersihan semua mengenalnya.
Selain ramah, Jaehyun tidak pernah membatasi pergaulannya pada siapapun dan punya kenalan dimana-mana. Bahkan menjadi murid kesukaan guru-guru, selain tampangnya bagi guru perempuan, bagi guru laki-laki, Jaehyun mudah diajak bekerjasama. Tentu tidak sedikit guru yang menganggap Jaehyun tak jauh berbeda seperti kawan mereka. Jaehyun adalah tipe keren yang jarang di jumpai di sekolah.
"Buat apa kau pergi ke toilet perpustakaan? Kita punya toilet yang lebih besar di koridor kantin. Bukannya kau biasa disana. Bersama gengmu."
"Bukan urusanmu, pak tua. Dan kami bukan geng."
"Menyingkirlah kalau begitu, sebelum aku masukkan kamus latin ke dalam mulutmu yang tajam itu."
Guru itu berjalan melewati Jaehyun dan berlalu ke dalam perpustakaan sambil membuka pintu berwarna gelap itu lebar.
Dan Jaehyun menyadari sesuatu, untuk sepersekian detik, mata indah yang berada di balik kacamata kita berbingkai hitam itu sedang menatap kearahnya.
Si kutu buku menangkap sosoknya. Jaehyun merasakan dunia memberontak, angin musim panas menghantam kulitnya. Itu hanya terjadi dalam hitungan detik, tapi saat mata itu menatapnya, Jaehyun bisa merasakan putaran bumi berada hanya sejengkal dengan telapak kakinya.
Dan setelah pintu menutup, Jaehyun sadar hidupnya akan kacau mulai detik ini.
****
Kejadian di perpustakaan ternyata cukup gila, walau nyatanya itu bukan hal yang kepalang berlebihan dan Jaehyun tidak bisa berhenti memikirkan tatapan mata itu.
Hanya sepersekian detik saja mata mereka bertemu, sama waktunya seperti kau menghembuskan napas. Tapi dampaknya menjalar begitu nyata di seluruh tubuh. Sama seperti saat pengawas ujian memergokimu menyontek, tak ketahuan, tapi kau akan mengigil sepanjang sisa waktu ujian, hanya saja kejadian ini tidak selebay itu.
Tapi itu tidak bisa dilupakan dengan mudah. Jaehyun sering menganggap anak berkacamata aneh dan tidak keren.
Si kacamata memang tidak keren, tapi dia tidak aneh, dia menarik. Dan saat Jaehyun memikirkan kata menarik yang di salah katakan menjadi aku tertarik, dia tersedak makan malamnya sendiri.
Malamnya sesuatu yang di luar perkiraan menerpa Jaehyun. Dia sering onani sebenarnya semua lelaki pun begitu membayangkan tubuh-tubuh wanita oriental atau barat, bahkan pernah onani karena ia ingin saja, jadi semua cairan itu keluar tanpa ia harus memikirkan sesuatu yang erotis di otaknya.
Tapi ini berbeda malam ini sesuatu yang misterius terjadi padanya, hal yang akan terasa begitu kocak kalau diceritakan kepada ayahnya.
Dia terangsang karena si kutu buku.
Jaehyun menolak mati-matian saat tangannya menelusup ke dalam celana pendeknya. Otaknya tau itu salah, dia tidak boleh menyentuh alat kejantanannya sementara otaknya memikirkan sosok laki-laki, terlebih itu si kutu buku.
Tapi Jaehyun tidak bisa dia tidak mau berhenti, tangannya tetap bergoyang naik turun sesuai irama yang dinginkannya. Dia menutup matanya, dia tidak membayangkan tengah berhubungan seks dengan si kutu buku, dia tidak cukup yakin bisa menahan suaranya jika imajinasi itu mencuat di otaknya.
Dia hanya membayangkan si kutu buku. Senyumnya. Lirikan mata di belakang lensa kacamata kotaknya. Dan tangan si kutu buku yang menggenggam kejantanan miliknya.
Jaehyun membayangkan si kutu buku menyentuhnya. Tersenyum dan berbicara padanya di belakang atau di atap sekolah. Membayangkan mulut kecil itu membisikkan namanya.
"Jaehyun."
Jaehyun mengintip ke bawah. Dia lupa kapan terakhir kali keluar sebanyak ini.
***
Pagi ini Jaehyun membolos. Ini bukan kali pertama ia membolos, tapi arah kaki yang melangkah ke perpustakaan saat jam pertama pagi hari adalah hal yang super langka.
Bahkan Tuhan akan bertepuk tangan di Surga.
Setelah keluar dari toilet, Jaehyun mengintip ke lorong-lorong sekolah. Sepi. Bahkan pintu masuk perpustakaan kelihatan sangat sunyi.
Jaehyun tidak menemukan dia di perpustakaan. Jelas saja, ini jam belajar, si kutu buku tidak akan membolos.
Jaehyun merasa perlu memastikan ke dalam perpustakaan tapi dinding gengsinya cukup tangguh.
Satu langkah lagi sebelum dia melangkah ke dalam perpustakaan, terhenti karena melihat guru konseling semalam tengah duduk di kursi barisan terdepan.
Tapi malaikat sepertinya baik, walau sejatinya Jaehyun adalah Iblis, malaikat suci masih mau lengket di tubuhnya. Jadi malaikat itu memberikan sugesti ke dalam kepala Jaehyun untuk bergerak ke suatu tempat. Keatap sekolah. Dan disitu dia menemukan si kutu buku.
"K-kau? Sedang apa kau disini?"
Si kutu buku tampak cemas, tapi tidak beranjak. "Oh. Apa aku harus pergi?"
"Ti-tidak perlu." Jaehyun yang canggung juga sesuatu yang mustahil terjadi. Tapi itu terjadi sekarang.
"Jangan katakan pada siapapun aku kemari, ok? Aku akan pergi sekarang."
"O-oh, kau tidak perlu pergi, aku tidak akan membocorkannya. Kau duduk saja disitu. Rahasiakan aku juga, ok?"
Si kutu buku nampak menimbang, alisnya bertautan tanda ia tak begitu percaya, namun ia tetap mengangguk.
"Bukan masalah, Jung Jaehyun."
"Kau mengenalku?"
"Siapa yang tidak mengenalmu di sekolah ini."
Itu pernyataan yang seratus persen benar. Tapi cara si kutu buku mengucapkannya kedengaran sangat sarkastik dan menekan.
"Kau membolos?"
"Tidak."
"Kelihatannya begitu."
Si kutu buku menurunkan kacamatanya.
"Aku tidak membolos. Aku tidak membolos seperti yang sering kau lakukan Jaehyun."
Seharusnya Jaehyun marah, seharusnya, tapi dia tidak, dia tertawa, lagi-lagi Jaehyun mampu membuat Tuhan melonjak lucu di atas sana.
"Wah. Aku di kenal sebagai brandal tukang bolos, ya?"
Dan nampaknya si kutu buku pun tak menduga reaksi Jaehyun yang ramah.
"Semua orang disekolah ini tau Jung Jaehyun. Tapi aku hanya tau sebatas itu saja. Aku hanya tahu namamu."
Jaehyun seperti menerima tantangan terbuka. Ia bahkan tidak boleh berpikiran begitu.
Dia baru mengenalnya, ia bahkan memanggilnya si kutu buku. Tapi pikiran jahatnya melompat ke bagian atas otaknya. Entah kenapa Jaehyun ingin —harus— mencium si kutu buku berwajah kecil ini.
Jaehyun mendekat dan duduk di sebelah kutu buku. "Jangan menilai orang dari luar saja. Itu kejahatan."
"Tidak. Aku menilai orang dari mataku dan fakta."
"Kedengaran jenius." Jaehyun tertawa.
"Jadi siapa namamu?"
"Itu bukan hal yang penting Jaehyun. Aku bahkan akan merasa kagum kalau kau bisa mengingat namaku sampai besok."
"Jangan berlebihan, aku tidak sebodoh itu dan aku tidak akan melupakan namamu, aku janji."
Jaehyun menyadari satu hal. Dan terkutuklah indra penciumannya yang begitu tajam harus membaui sesuatu yang tidak ingin di ciumnya. Tapi terlanjur.
Jaehyun sangat suka membaui tubuh si kutu buku, aroma khas yang menguar dan sangat kental tercium dari balik lehernya, dan tentu saja Jaehyun tidak akan berani bertingkah nekat dengan mengendus tengkuk lehernya. Berada sedekat pundaknya lebih dari cukup. Dan kalau memejamkan mata, bau tubuhnya terasa lebih dramatis, berbau manis dan menyenangkan, mengingatkan Jaehyun pada wangi vanila yang memabukan
Sekarang Jaehyun tidak berbeda dari om-om mesum di stasiun umum yang hobi mengendus anak-anak SMA.
"Kim Jungwoo."
"Oh. Nama yang sopan."
"Bagimana kau bisa menilai nama yang sopan?"
"Asal saja."
"Kalau namamu adalah Kim Jungwoo, aku yakin orang-orang akan mengatai nama itu sebagai nama yang nakal." Ucap Jungwoo menimpali
"Aku tidak tau apa akau harus marah atau merasa sedih karena mendengar kata-katamu. Seakan-akan nama Jung Jaehyun adalah nama yang sial." Jaehyun tertawa lepas.
Jungwoo yang duduk di sebelahnya berdeham kecil.
"Aku membolos sebenarnya." Jungwoo bermain dengan tali sepatunya, Jaehyun sempat tidak sadar ada dua buku tergeletak di sebelah paha Jungwoo.
Benar saja, melihat Jungwoo di sekeliling tanpa buku adalah sesuatu yang janggal.
"Entah kenapa aku merasa letih tiba-tiba. Tadinya aku ingin ke klinik, tapi sepertinya duduk sendiri disini dan tanpa mencium bau obat adalah hal yang lebih baik." Lanjutnya.
"Guru-guru akan syok kalau tau kau membolos." Mata Jaehyun berkilat jenaka.
"Tapi tidak ada salahnya menjadi nakal sesekali. Dan kau tidak sendiri, kau harus bersyukur karena aku menemanimu"
"Aku tidak akan menjadi nakal karena membolos sekali Jaehyun"
"Ada benarnya, dan sepertinya sulit mengajakmu menjadi nakal."
"Tidak juga. Hanya saja tidak ada seseorang yang benar-benar mau mengajakku seperti itu."
Jaehyun sebenarnya ingin menjawab sesuatu yang menggebu-gebu, seperti aku mau mengajakmu berbuat nakal, tapi entah kenapa itu kedengarannya malah menjadi sesuatu yang berbelok arah menjadi perbincangan yang mesum.
"Aku sepertinya flu. Kepalaku berdenyut dan saat aku berdiri dari dudukku, aku merasa seperti pelipisku akan meledak." Hal terbaik yang bisa di karang Jaehyun dalam waktu sedetik.
"Aku punya pocari, kau mau? Aku baru meminumnya sedikit."
Jaehyun terlonjak. Itu Akan jadi ciuman tak langsung bersama Kim Jungwoo. Oh, sel-sel di dalam kepalanya menari-nari samba. Jaehyun sama meriahnya seperti anak umur lima tahun yang baru kali pertama melihat gajah di kebun binatang. Tapi entah kenapa, dia menolak.
"Aku tidak suka pocari." Sahut Jaehyun
Jaehyun berdiri, menepuk-nepuk celananya dari debu.
"Tapi aku mau minuman lain. Temani aku ke kantin, ok? Aku bisa mentraktirmu makanan ringan."
Jungwoo membenarkan kacamatanya dengan gaya yang khas, seraya berdiri dan mengapit dua buku di sisi tubuhnya.
"Jaehyun?"
"Hm."
"Restletingmu terbuka."
"A-apa?"
"Sebenarnya sudah sejak tadi."
"Sial. Aku berjalan di koridor sekolah dengan celana seragam hampir terbuka?!"
Dari situlah awal mula kedekatan mereka
****
Setelah kejadian di atap, Jaehyun punya dua kehidupan berbanding terbalik yang di jalaninya dengan sukarela.
Disatu sisi dia tetap menjadi Jung Jaehyun yang disukai semua orang. Dia tetap menjadi si tampan yang populer. Dia tetap menjadi si keren yang bersahabat dan apa adanya. Dia tetap bermain bersama gengnya. Tetap membolos kemana-mana. Dia tetap makan dan merusuh di kantin. Dia tetap menjadi Jung Jaehyun yang di kenal seluruh sela sekolah.
Tapi disatu sisi lain dia senang punya sampul baru pada dirinya. Dan hal ini istimewa, tidak ayahnya atau kedua adiknya, sisi ini hanya Kim Jungwoo yang tau.
Jaehyun akan datang ke kelas Jungwoo di jam-jam tertentu untuk mengajaknya menghabiskan bekal di atap sekolah. Dia akan mencoba kabur dari jam istirahat untuk menemui Jungwoo di koridor perpustakaan. Dia akan mengambil waktu sebanyak mungkin untuk berbincang dengan Jungwoo.
Bahkan akhir-akhir ini Jungwoo mengajaknya pulang bersama. Suatu kebetulan yang berkah karena rumah mereka punya arah yang sama dan kediaman Jaehyun hanya berjarak dua blok lebih jauh dari rumah Jungwoo.
Tuhan terlalu baik.
Setelah di perhatikan, Kim Jungwoo tidak seculun kelihatannya. Dia sebenarnya populer juga diantara manusia yang sejenis dengannya, dan dia yang terpintar dari semua jenisnya agak kejam kalau mengatai jenisnya tapi seperti itulah Jaehyun menilainya.
Kim Jungwoo mempunyai banyak teman di perpustakaan. Walau dia tidak pernah makan di kantin, setidaknya segelintir orang tetap akan menyapanya walau ia tidak benar-benar mau duduk di kantin dan bertahan pada keriuhan disana.
Orang-orang mengenalinya sebagai kutu buku hanya untuk menyindirnya, Kim Jungwoo di kenal sangat jenius tapi juga pelit, istilah kutu buku muncul dari teman-teman sekelasnya yang kesal tak bisa mengintip kertas jawaban Jungwoo.
Dan semenjak berkenalan dengannya, Jaehyun tidak pernah lagi mengatai seorang Kim Jungwoo sebagai kutu buku, biarpun di depan teman-temannya.
"Kau jadi dekat dengan si kacamata?"
Jaehyun mengintip Mingyu dari sela majalah dewasanya.
"Aku dekat dengan siapapun. Dan jangan memanggilnya kacamata. Kim Jungwoo, panggil dia Jungwoo."
"Ok. Ok. Maksudku, kalian mempunyai tempramen yang berbeda jauh, jadi itu kelihatan sangat aneh. Dan nilaimu membaik. Apa aku juga harus berteman dengannya?" Mingyu mengobrak-abrik tas Jaehyun dan berhasil mendapatkan roti kering sisa semalam.
"Hm. Kalau ingin pintar tidak harus belajar dengannya. Ya, kau tau?"
Mingyu menggebrak tangannya diatas meja, "Heeii, kau jadi terdengar seperi ibuku. Benar tidak, Eunwoo?"
Seperti biasa, Eunwoo hanya bereaksi datar dan bernapas.
"Kalau bisa, ajak saja dia nanti, saat kencan buta."
Jaehyun tertawa geli sambil mengerutkan kening.
"Dia? Kencan buta? mana ada orang yang mau berpasangan dengannya." Jelaslah, kalaupun Kim Jungwoo benar-benar ikut, Jaehyun tidak akan membiarkan siapapun berada sedekat satu meter dari Jungwoo
Hanya dia yang boleh mengijinkan dirinya sendiri berada di dekat Jungwoo.
"Tapi maaf ya, aku tidak bisa ikut kali ini. Aku harus belajar."
"A-APPAAA?!"
Jaehyun paham benar apa arti kata jatuh cinta. Dia pernah mengalami jatuh cinta dengan mainan kereta api saat masih duduk di taman kanak-kanak dulu. Dia cinta ibunya. Cinta kedua adik perempuannya. Dia cinta ayahnya. Dia cinta seluruh teman dan kehidupannya.
Tapi perasaan cinta kepada teman yang bernama Kim Jungwoo ini sepertinya terletak di bagian hati Jaehyun di sebelah lain.
Tapi dia tidak merasa aneh seperti saat pertama kali dia onani, dan dia tidak cemas, dia tidak takut, dia membiarkan perasaannya tumbuh perlahan-lahan dengan sendirinya.
Tidak ada penjelasan yang mampu di katakan saat kau sudah merasa nyaman dengan seseorang, baik itu pria sekalipun. Jaehyun tidak bisa menemukan jawaban logis kenapa hatiku tertuju padanya? Tapi ia tidak memerlukan itu, asal merasa nyaman, itu sudah cukup. Dan dia nyaman saat di dekat Jungwoo-nya.
Begitupun, hari ini Jungwoo mengirimkan pesan yang tidak terduga
"Boleh sesekali aku mampir kerumahmu? Orang tuaku lembur, aku bebas, mungkin. Lol."
Jaehyun saat itu sedang mengikuti pelajaran Matematika. Berusaha setengah mati menegakkan kepalanya saja sudah sangat luarbiasa.
Benar juga kata orang-orang tentang Rumus Matematika Mirip Seperti Sihir Lullaby Yang Mampu Membuat Rasa Kantukmu Mendadak Datang, dan itu selalu terjadi pada seluruh siswa dan siswi di kelas, kecuali tiga baris terdepan yang sepertinya tidak mempan dengan sihir guru Matematika.
Jaehyun membalas, bahkan tanpa melihat screennya.
'Oke. Bukan masalah. Kita bisa beli makan malam di pinggir jalan.'
Dan saat Jaehyun memikirkan akan membeli makan malam bersama Jungwoo dia tersenyum diam-diam, tapi nampaknya ketahuan dengan mudah oleh Jihyo yang duduk tepat di sampingnya.
Balasan datang begitu cepat
'Bahan mentah saja bagaimana? Lebih murah, bukan? Tapi apa aku bisa memasak dirumahmu?'
Makan masakan Kim Jungwoo? Jaehyun tersenyum begitu lebar dengan sembunyi-bunyi
lagi-lagi Jihyo menangkap basah senyum langka Jaehyun —lagi— dan sepertinya Jihyo cukup bersemu.
'TENTU! AKU MAU RAMYEON!'
Getaran handphone datang secepat kilat,
'Mudah. Apa kita pulang bersama hari ini? guru untuk mata pelajaran tambahan kelasku tidak datang, aku akan pulang cepat. Kau bisa? Aku akan menunggumu.'
Aku akan menunggumu.
Menunggumu.
Aku menunggumu.
AKU MENUNGGUMU.
"J-Jaehyun apa kau baik-baik saja?"
"Jaehyun kau sa-sakit? Wajahmu memerah. Apa kau demam?"
"Jaehyun.. H-Hidungmu berdarah!"
...TBC...
...Or...
...End...