aku sangat terkejut saat terbangun dari tidurku, semuanya tampak asing. Ruangan yang besar, kasur yang sangat luas serta perabotan yang mewah terlihat tampak nyata.
aku mengira semua ini adalah mimpi yang selalu aku bayangkan sehingga aku pun tertawa dengan khayalanku yang semakin gila sampai bermimpi sangat indah.
namun setelah beberapa saat aku merasa aneh karena semua itu benar-benar tampak nyata.
aku pun bergegas bangun dari kasur yang luas itu.
"kyaa!!" teriakku sangat kencang saat aku menatap cermin yang besar di kamar itu.
wajah yang tampak asing namun bukan diriku tapi aku sadar bahwa itu adalah aku.
semuanya sangat membingungkan.
aku pun mencubit pipiku dan terasa sakit sehingga aku tahu itu bukanlah mimpi.
"wajah siapa ini? bukankah ini sangat cantik seperti putri kerajaan" gumamku merasa kagum.
apakah semua ini benar nyata atau memang hanya sebuah mimpi indah?
🌸🌸🌸
nantikan kisah selanjutnya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Leticia Arawinda, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 28
Waktu berjalan terasa lama saat aku hanya berdua bersama dengan putra mahkota. Banyak sekali hal yang ia ceritakan mengenai persahabatan kami karena dia ingin membuatku teringat akan kenangan tersebut.
Entah ini merupakan hal yang patut di syukuri atau hanya sekedar keberuntungan bagiku berteman dengan orang yang berkuasa di kekaisaran ini yang nantinya akan menjadi penguasa nomor satu menggantikan kaisar di waktu yang belum bisa di pastikan.
Aku sungguh tidak menyangka bahwa hubungan Casandra dan putra mahkota memang sulit untuk di pisahkan, dimana mereka sudah berteman dari kecil dan dari apa yang dia ceritakan semuanya terlihat jujur dan bisa di percaya.
Aku tidak tahu apa yang Casandra pikirkan saat dia masih berteman dekat dengan pria setampan putra mahkota meski dia sudah mempunyai suami yang hebat seperti Ivander. Untuk kali ini aku tidak bisa sepihak memutuskan persahabatan di antara mereka hanya karena aku merasa tidak nyaman namun hal pertama yang kulakukan adalah menjaga jarak dengannya dan sebisa mungkin tidak sering berurusan dengannya.
“Casandra?” panggilnya beberapa kali. Aku tidak mendengarnya karena sedang berfikir. “Ah, iya Vernon. Kenapa?” jawabku setelah berhenti dari lamunanku. Dia menatapku dengan senyum hangat di wajahnya. “Apa kamu sedang memikirkan suamimu? Casandra, apa kita tidak bisa seperti dulu? Aku mungkin egois tapi rasanya sungguh tersiksa jauh darimu” katanya dengan ekspresi sedih.
Tangannya menyentuh punggung tanganku yang berada di atas meja. Aku sangat terkejut dengan sentuhannya dan langsung menepisnya.
Sret!..
“Maaf Vernon! Aku tidak tahu apa maksudmu tapi bukankah kamu tahu seperti apa suamiku? Aku tidak mau menyakiti perasaannya jika aku sering berkunjung ke istana menemui pria lain” jawabku dengan tegas setelah menepis tangannya. Aku menggenggam tangan yang ia sentuh sebelumnya.
Sorot mata yang terbelalak dan terkejut dengan penolakanku terlihat jelas dari wajahnya. Vernon tampak putus asa dan tidak terima dengan kenyataannya. “Ini bukan berarti kamu menemui pria lain Casandra. Aku sahabatmu dan suamimu juga tahu semua itu” ucapnya sambil mengernyitkan keningnya.
“Hmph! Vernon tolong dengarkan aku. Sekarang kita sudah dewasa dan apa yang kita lakukan sekarang dan sebelumnya adalah hal yang keliru. Tidak ada pertemanan yang murni di antara pria dan wanita dewasa. Aku juga tidak mau membuat namamu buruk di mata rakyat. Suatu saat kamu akan menjadi kaisar dan tidak baik bagimu jika terus bertemu denganku secara pribadi dan hanya ada kita berdua. Kuharap kamu mengerti demi kebaikan kita semua” ungkapku merasa sedikit lega mengatakan semuanya.
Dia tampak murung dan tak bisa menerimanya namun ia sejenak berfikir meski tidak rela. Dia pun mulai terlihat kesal namun ia hanya menghela nafas panjang.
“Baiklah Casandra. Tapi bolehkan aku meminta satu hal padamu sebagai tanda persahabatan kita?” pintanya dengan raut wajah yang sedih.
“Asal bukan hal yang di luar kemampuanku, silahkan katakan Vernon” jawabku mengiyakannya. Jika hanya sebuah permintaan rasanya akan jahat jika aku tidak menyetujuinya.
“Bolehkah aku memelukmu?” ucapnya dengan tatapan penuh harap. Permintaan yang sederhana namun sulit bagiku mengiyakannya namun jika di dalam tubuh ini adalah Casandra pasti dia tidak akan keberatan berpelukan dengan sahabatnya.
“Baiklah” kataku menyetujuinya. Jika hanya itu hal yang ia inginkan untuk melepaskanku dan tidak berharap dekat denganku maka aku hanya perlu menyetujuinya karena setelah ini kami hanya akan menjadi orang yang saling mengenal namun menjaga jarak.
“Terima kasih Casandra” ucapnya dengan tersenyum cerah. Dia beranjak dari kursi dan berdiri mendekat ke arahku kemudian dia berlutut di depanku dengan satu kakinya ke belakang kemudian dia meraih tanganku. “Selamat tinggal sahabatku yang paling ku cintai. Kuharap kamu selalu bahagia dan tidak melupakan persahabatan kita. Jangan memalingkan wajahmu saat bertemu denganku dan tetaplah tersenyum padaku. Cup” Dia mencium punggung tanganku.
Aku mengangguk dan berdiri untuk melakukan apa yang dia inginkan. Dia melingkarkan tangannya ke pinggangku dan memelukku dengan erat. Aku tidak tahu apa yang dia pikirkan saat itu namun pelukan itu terasa sangat aneh bahkan dia membenamkan wajahnya ke leherku. “Ah, Vernon cukup!” pintaku padanya.
Dia sama sekali tidak mendengarkanku dan terus memelukku erat. Tenaga yang ia miliki cukup kuat untuk merengkuhku.
Ceklek!..
Tiba-tiba pintu ruangannya terbuka. Aku sangat terkejut namun putra mahkota tidak bergeming dan masih memelukku. Aku melihat raut wajah Ivander dan ajudan putra mahkota terkejut. Mereka terpaku di depan pintu.
Ivander sangat marah dan aku berusaha melepaskan pelukannya. “Vernon, sudah cukup!” pintaku padanya. Dia akhirnya melepaskan pelukannya namun aku merasa dia menempelkan bibirnya ke leherku saat aku melihat ke arah Ivander dengan sangat panik.
Ivander berjalan dengan cepat dan mengepalkan tinjunya. Aku sangat takut jika dia akhirnya melayangkan tinjunya. Dia semakin dekat dan putra mahkota bersikap biasa saja namun aku berada di titik dimana au seperti tertangkap basah sedang bermesraan dengan pria lain.
“Suamiku.. ini bukan seperti yang kamu pikirkan” ucapku mencoba menghentikannya. Aku menahannya dengan menyentuh dadanya dengan kedua tanganku. Dia masih sangat marah dan menatap tajam ke arah putra mahkota.
“Benar Duke. Ini bukan seperti yang kamu pikirkan. Aku hanya melakukan perpisahan dengan Casandra” katanya sambil bersikap santai. Entah apa yang terdengar di telinganya sehingga apapun yang di katakan oleh putra mahkota terasa seperti provokasi baginya.
“Putra mahkota, kami pamit keluar” ucapku dengan sopan dan menarik Ivander keluar. Dia masih sangat marah dan hampir meninjunya. Aku sangat sulit menariknya keluar namun akhirnya dia mau mengikutiku keluar dari ruangan itu.
Aku merasa sangat bersalah dengan tindakanku. Sekali lagi aku membuat Ivander kecewa padaku padahal aku hanya ingin semua ini berakhir dengan baik. Ivander terdiam dan masih penuh dengan amarah.
“Suamiku.. maaf aku bisa jelaskan semuanya. Kamu percaya kan padaku sayang?” kataku dengan merasa bersalah dan menatapnya dengan tatapan sendu.
Ivander menatapku dengan tatapan sedih seolah dia tidak bisa marah meski ingin. Dia menahan dirinya dengan sangat baik dan aku semakin merasa bersalah dengannya. Bagaimana bisa pria sebaik dirinya harus merasakan hal yang menyakitkan. Jika aku di posisinya pun, aku pasti marah besar.
Grep!..
Dia memelukku dengan erat. “Beraninya dia memelukmu!” katanya dengan kesal. Ivander sedikit mencengkeram bahuku. “Akh! Sakit sayang” kataku merasa sakit. Dia masih memelukku dengan erat dan berhenti mencengkeramku. Tangannya gemetar dan tampak sangat murka.
“Sayang, aku minta maaf. Aku tidak bermaksud memeluknya. Aku hanya menuruti keinginannya dimana kami memutuskan untuk menyudahi pertemanan kami. Aku tidak bermaksud melakukan hal itu. Tolong percaya padaku sayang. Aku takut kamu marah dan kecewa. Aku tidak mau kehilanganmu.. haa.. aku hanya .. aku mencintaimu. Aku bermaksud menyelesaikan semua ini. Tapi, aku merasa aku telah melakukan kesalahan yang besar. Haa.. sayang.. suamiku. Maafkan aku!” ucapku sambil menangis dalam pelukannya.