Mencari nafkah di kota Kabupaten dengan mengandalkan selembar ijazah SMA ternyata tidak semudah dibayangkan. Mumu, seorang pemuda yang datang dari kampung memberanikan diri merantau ke kota. Bukan pekerjaan yang ia dapatkan, tapi hinaan dan caci maki yang ia peroleh. Suka duka Mumu jalani demi sesuap nasi. Hingga sebuah 'kebetulan' yang akhirnya memutarbalikkan nasibnya yang penuh dengan cobaan. Apakah akhirnya Mumu akan membalas atas semua hinaan yang ia terima selama ini atau ia tetap menjadi pemuda yang rendah hati?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Muhammad Ali, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
19.
Mumu melaju dengan kencang sepanjang jalan Rintis belok ke jalan Pusara langsung masuk jalan Banglas setelah itu ia langsung belok ke arah jalan Dorak.
Saat ini jam 02.20 dini hari. Jalanan masih sepi. Orang-orang masih terlelap dalam mimpi mereka.
Angin malam menampar-nampar wajah Mumu membuat wajahnya terasa kaku.
Mumu langsung masuk ke ruang IGD tapi langsung distop oleh penjaga.
Hanya boleh satu orang yang menjaga pasien sehingga terpaksalah Mumu berjalan menuju ruang tunggu.
Ada beberapa keluarga pasien lengkap dengan bawaan mereka berupa tas dan perlengkapan lainnya di sini.
Memang penyakit tak mengenal waktu.
Mau pagi mau siang bahkan dini hari pun penyakit tetap datang.
Mumu bersyukur tubuhnya sekarang lebih kuat dibanding dahulu. Selain itu juga ia diberi kepercayaan dengan titipan sedikit ilmu pengobatan dari Yang Maha Kuasa. Hal ini semakin memantapkan tekadnya untuk menggunakan ilmunya demi kemaslahatan umat.
Mumu melihat Buk Fatimah keluar dari IGD, Mumu segera menghampiri, "Mau ke mana, Buk?"
Buk Fatimah langsung tersenyum ketika melihat orang yang menyapanya. "Ibu mau ke labor, ngantar darah yang mau diperiksa."
"Sini biar aku saja yang ke labor, Ibuk jaga Mirna saja."
Mumu segera berlalu pergi. Semakin cepat semakin baik.
Karena biasanya pasien baru akan diperiksa oleh dokter jika sudah ada hasil dari pihak labor. Hal ini dilakukan agar tindakan dokter terhadap pasien bisa lebih maksimal.
Hampir jam 03.10 Wib, Mirna di bawa ke ruang tindakan untuk segera dilakukan curet .
Menurut Buk Fatimah, Mirna mengalami pendarahan akibat jatuh. Tapi Buk Fatimah belum sempat cerita penyebab Mirna bisa jatuh di dalam rumahnya sendiri. Di samping itu juga hingga saat ini Mumu tidak melihat sosok Pak Wahab yang menemani anak dan istrinya di sini.
Mirna tertidur pulas di bed pasien mungkin karena lelah atau karena efek bius masih ada sampai sekarang.
Wajahnya yang cantik kelihatan pucat.
Mirna mengalami pendarahan akibat keguguran sehingga bayi yang dikandungnya tidak bisa diselamatkan lagi.
Buk Fatimah duduk terkantuk-kantuk.
"Istirahat saja, Buk. Bawa baring. Bed pasien yang di samping ada yang kosong. Biar aku yang jaga Mirna jika nanti dia memerlukan sesuatu."
Buk Fatimah menatap Mumu dengan matanya yang kian berat. "Terima kasih, Nak," Ucapnya.
Dia tidak berkata yang tidak perlu lagi dengan Mumu, karena dia sudah menganggap Mumu adalah bagian dari keluarganya sendiri.
Mumu menarik kursi di samping Mirna. Ketika dilihatnya Buk Fatimah langsung tertidur, Mumu segera memegang tangan Mirna.
Dirabanya urat nadi Mirna yang berdetak pelan.
Seperti dugaan Mumu, ada efek samping pada dinding rahim Mirna setelah dilakukan kuret tadi. Untungnya efek itu tidak terlalu kuat. Tapi tetap saja jika dibiarkan bertahun-tahun nanti akan kelihatan dampaknya.
Oleh sebab itu Mumu segera menekan titik-titik saraf Mirna agar dia terhindar dari efek samping tersebut.
Jam 08.00 wib saat dokter melakukan home visit dokter membolehkan Mirna untuk pulang asalkan tetap istirahat yang cukup dan minum obat tepat waktu.
Karena rumah Mirna tak terlalu jauh dari RSUD mereka pun pulang setelah terlebih dahulu Mumu menyelesaikan segala administrasinya.
Rumah sepi, hanya ada Bik Esah yang menyambut mereka.
Setelah mengantarkan Mirna ke kamarnya, Mumu segera mengikuti Buk Fatimah ke ruang tamu.
Buk Fatimah pun cerita bahwa malam itu Pak Wahab pulang dan langsung menyodorkan surat cerai dari pengadilan. Tanpa diberi tahu terlebih dahulu, tanpa ada panggilan dari pengadilan tiba-tiba Pak Wahab memperlihatkan hasil persidangan dari pengadilan membuat Buk Fatimah naik pitam.
Mereka pun bertengkar dengan hebat.
Mirna datang berusaha untuk melerai keduanya tapi malang baginya, Mirna malah terdorong jatuh menimpa kursi tamu.
"Setelah Mirna kembali pulih, kami akan pindah ke Jogjakarta, Mirna akan melanjutkan kuliah di sana sedangkan Ibuk akan tinggal bersama orang tua Ibuk. Awalnya kami memang berasal dari sana." Buk Fatimah bercerita sambil menangis sedih.
"Segala sesuatu itu sudah ada yang mengaturnya, Buk. Jodoh, rezeki dan juga kematian.
Ibuk tak perlu terlalu bersedih hingga berputus asa. Mungkin Bapak sedang khilaf, bisa jadi suatu saat nanti dia akan kembali kepada Ibuk." Intisari ini Mumu dapatkan dari membaca berbagai macam buku.
"Terima kasih, Nak." Buk Fatimah mencoba tegar. Betul kata Mumu, dia harus semangat jika tidak bagaimana dia bisa menguliahkan Mirna di Jogja nanti.
"Ibuk minta tolong sama Mumu untuk menjaga rumah ini."
"Tapi, Buk apa rumah ini tidak termasuk harta gono gini yang harus dibagikan nantinya?"
"Rumah ini milik Ibuk bukan milik bersama sehingga kamu tak perlu khawatir akan hal itu." Ujar Buk Fatimah.
Mumu tinggal di sini hingga sore. Setelah itu ia pamit mau berangkat kerja.
Sampai di Mimimarket Mumu melihat Risnaldi duduk di sudut dengan wajah tunduk. Tidak biasanya si tukang guyon bertingkah aneh seperti ini.
"Hei, Nal ada apa? Lagi putus cinta ya? Ayo kerja nanti dimarah Bos."
Risnaldi mengangkat wajahnya menatap Mumu tanpa suara.
"Kenapa wajahmu?" Mumu kaget melihat ada jejak telapak tangan di wajah Risnaldi bagian kiri.
Melihat Risnaldi masih diam, Mumu kembali bertanya sambil menggoyangkan tubuh Risnaldi.
Setelah dipujuk-pujuk akhirnya Risnaldi cerita bahwa dia dipukul oleh mantan Bella, pacarnya.
Jadi ceritanya Bella sama si Amran sudah putus dua minggu yang lalu. Lalu si Bella ini pacaran pula sama Risnaldi. Memang luar biasa si Bella ini memang dihayati dengan sungguh-sungguh pribahasa 'Patah tumbuh hilang berganti', baru saja putus sudah ada penggantinya.
Malangnya nasib Risnaldi ini, mengetahui Bella pacaran sama dia, Amran cemburu. Cemburu berubah menjadi marah, marah yang tidak dilampiaskan akan merusak jantung ditambah lagi akan hasutan kawan-kawannya, Amran jadi belingsatan bagaikan cacing yang kepanasan hingga akhirnya dia dan dua orang temannya langsung mengeroyok si gendut ini saat Risnaldi hampir sampai di tempat kerja.
"Uh, beraninya main keroyokan. Kamu tahu tempat mangkal mereka, Nal?" Geram Mumu. Ia menjadi emosi akibat ulah kekanakan si Amran itu.
"Tahu," jawab Risnaldi pelan. "Kenapa kamu menanyakannya?"
"Jadi kamu tak mau membalas atas perbuatannya kepadamu?" Mumu bertanya balik.
Risnaldi tertegun, "Tentu saja mau." Jawabnya. Dia tiba-tiba semangat.
"Tunggu apa lagi, ayo kita pergi." Mumu berjalan ke luar.
Mata Risnaldi berbinar. Dia tak menyangka Mumu akan membelanya bahkan ingin membalas perbuatan mereka.
Risnaldi pun segera mengejar langkah Mumu.
Sepuluh menit kemudian mereka tiba di tempat nongkrong Amran dan teman-temannya. Tempat ini adalah sekolah tua yang dibiarkan terbengkalai.
Seingat Mumu tempat ini masih termasuk kawasan dari desa Alahair Timur.
Amran dan kawan-kawan sedang tertawa terbahak-bahak. Rupanya mereka sedang bersenda gurau sambil minum.
Melihat jumlah mereka sontak Risnaldi gemetaran, "Mari kita pulang dulu, Mumu. Lain kali saja kita membalasnya." Rasa dendam ingin menghajar Amran sudah lama hilang dari fikirannya. Yang ada sekarang adalah bagimana cepat-cepat pergi dari situ.
Tapi belum sempat Risnaldi berbalik arah, ternyata Amran sudah melihat mereka berdua, "Hei, Ndut kenapa kamu ke mari ha? Minta dihajar lagi?" Teriaknya dengan nada mengancam.
Raminten