Damar, seorang pemimpin di sebuah perusahaan besar yang bergerak di bidang Fasion dan Mode. Dia tidak bisa tidur dengan tenang ketika melihat nama seorang wanita yang ditugaskan sebagai perwakilan dari perusahaan luar negeri.
Thasya Wilona Adimerta, nama yang sama persis dengan mantan istrinya yang telah dia ceraikan dua tahun silam. Mereka harus berpisah dengan alasan yang tidak bisa Damar terima.
Tapi, setelah Damar tahu apa yang terjadi beberapa tahun lalu sebelum perceraian mereka, dia bertekat untuk memperbaiki hubungan mereka kembali.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Butterfly93_, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 28. Berniat Menahan Thasya
Besok harinya di Store Beauty Fashion
Thasya sedang sibuk merapikan produk produk mereka yang ditata rapi di setiap stand-stand sesuai dengan jenis barang yang dijual.
“Ibu Thasya, bukannya sudah waktunya ibu pulang? Katanya tadi izin mau pulang duluan” kata Dimas salah satu staf baru yang akan membantunya menjaga store.
Thasya langsung melihat jamnya dan sedikit panik ketika dia melihat sudah waktunya dia pulang. “Astaga! Sudah waktunya rupanya. Tapi kamu bisa menutu store tanpa aku temani kan Dimas?”
“Aeiii… Ibu bos nggak usah khawatir. Kan aku ada teman, kak Sinta. Kami pasti berdua, jadi silahkan bu bos nikmati makan malamnya bersama si primas.”
“Primas?” ulang Thasya bingung.
“Iya pria manis yang datang menjumpai bu bos kemarin itu.”
“Maksud kamu kak Nathan?”
“Iya. Ngomong-ngomong jangan-jangan karena pria itu makanya pria toko sebelah jadi jarang datang bertandang ke sini lagi” ujar Dimas dengan wajah pura-pura berpikirnya.
Memang penjaga toko sebelah mereka sangat suka datang ke store mereka. Tapi beberapa hari belakangan ini jari jarang datang.
“Karena kak Nathan? Kenapa?”
“Kenapa lagi…? Sudah pasti karena si pritoseb itu suka sama bu bos. Tapi, tiba-tiba ada primas yang tampan dan punya pekerjaan yang lebih bagus muncul di depan bu bos.”
“Jangan sampai bu bos melepaskan si primas itu. Sayang!” kata Dimas memperingatkan sambil mendorong Thasya pergi menuju ruang ganti mereka.
“Melepas apanya? Orang yang kamu maksud itu sudah aku anggap sebagai kakak ku sendiri” kata Thasya menjelaskan karena.tidak mau ada yang salah paham dengan kedekatan mereka.
“Bu bos tahu nggak kalau semuanya juga berawal dari kakak adek dulu, nanti baru jadi suami istri…”
“Suami istri apa…?”
Keduanya sontak berhenti dan melihat siapa yang datang tiba-tiba ke store mereka.
“Eeeh, se-selamat datang Pak Damar” sapa Dimas yang terlihat gugup ketika melihat pemilik gedung itu yang datang.
“Hah…!” Damar berdecih sambil menatap.Dimas karena laki-laki itu mungkin tidak sadar kalau tangannya masih bertengger di pundak Thasya.
Dan setelah Dimas sadar, dia buru-buru menjauhkan tangannya dari pundak bu bosnya itu.
Sambil senyum-senyum untuk menghilangkan rasa gugupnya. Pak Damar, ada yang bisa kami bantuk?”
“Ah, satu bulan yang lalu saya membeli baju lagi di sini” kata Damar sambil menunjukkan merek baju yang dibordir kecil.
“Buset, benar juga itu barang dari store kami. Apa ada masalah ya?” batin Dimas.
“Apa benar kemeja bapak itu dari brand kami? Saya pikir itu barang dari brand High-clas” ujar Dimas dengan hebohnya. Dia tidak percaya jika bos yang punya tempat itu memakai brand produk mereka.
“Tapi, apa ada masalah dengan brand kami itu, pak?”
“Tidak ada masalah. Hanya saja ada sesuatu yang aku lupakan saat aku membelinya.”
“Apa itu?”
Dimas dan Thasya tampak menunggu apa yang mau dikataka Damar.
“Syal dan natal leher.”
“Apa…?” Kali ini Thasya yang bertanya.
“Aku pengen minta syal dan bantal leher. Store kalian kan memberikan souvenir bagi costumer jika belanja mereka lebih dari tiga ratus rupiah. Saya lupa memintanya.” Dengan santainya Damar meminta. Sepertinya dia tidak mau hanya Nathan saja yang dapat.
“Kenapa anda datang memintanya setelah satu bulan berlalu? Lagi pula, seingat saya anda bilang tidak membutuhkannya” katan Thasya mengingat apa yang dikatakan Damar saat mantan suaminya itu ikut membantunya.
“Kapan saya pernah mengatakan seperti itu?”.tanya Damar yang merasa tidak pernah ngatakan seperti itu.
Thasya pun hanya bisa tersenyum sebal mendengarnya. Padahal dia masih ingat jelas saat itu Thasya menawarkan untuk Damar ambil, tetapi pria itu malah menolak.
“Mohon maaf kalau begitu pak Damar, saat ini souvenir kami sudah habis.
Damar tidak percaya dengan apa yang dia dengar barusan. Wajah congoknya kelihatan sekali karena dia meresa sepertinya orang yang paling sial.
“Hah…! Aneh sekali. Jika di perhatikan dari angkan penjualan yang sudah kalaian dapatkan, sepertinya itu masih habis.”
“Ah, Ibu Thasya. Saya tidak mau tahu, kamu harus bawa syal dan bantal leher itu ke ruang kerja saya. Karena kita akan membicarakan tentang pen…”
“Pak Damar, tunggu…!”
“Maaf, apa saya boleh membawanya besok saja? soalnya hari ini saya sudah ada janji” ujar Thasya yang mengingat pertemuannya dengan Nathan tadi.
“Jadi maksudnya, ada tidak mau memberikan memberikan syal dan bantal leher itu kepada CEO departemen store ini?”
“Bu-bukan seperti itu maksud saya” balas Thasya yang tidak mau Damar salah paham dengan maksudnya.
“Apanya yang bukan?.Pokoknya, saya butuh syal dan bantal leher itu hari ini juga. jadi tolong anda sendiri yang mengantarkannya ke ruang kerja saya” kata Damar dan langsung pergi meninggalkan store itu.
Sementara Thasya dan Dimas hanya bisa bengong melihat kelakuan yang empunya gedung itu.
“Butuh apaan…! Padahal dia sendiri bisa membuat pabrik syal dan bantal leher kalau.dia memang membutuhkannya. Emang dasar.tukang ribet” kata Thasya dengan wajah kesal karena dia tidak bisa mengelak.
“Bu bos, apa.jangan-jangan Pak Damar ngotot memintanya untuk semacam monitoring store kira?” kata Dimas tiba-tiba merasa cemas. Karena dia tidak mau store mereka.memiliki.penilaian yang buruk di mata atasan mereka.
“Itu tidak mungkin. CEO perusahaan gila mana yang melakukan monitoring langsung ke lapangan? Buat apa ada staf lain atau bawahan kalau Cuma dia doang yang kerja?” jawab Thasya.
“Apa pun itu, karena sebentar lagi akan diadakan evaluasi akhir bulan lebih baik bu bos pergi saja. Jangan sampa nilai store kita berkurang. Ayo, bu bos harus segera pergi dan bawakan apa yang mintan si pririb itu” ujar Dimas memberikan semangat berbalik haluan yang tadi mau ke ruang ganti malah menuju pintu keluar store.
“Tu-tunggu dulu. Apa harus kamu mendorong-dorong ku begini? Gelar apalagi yang kau berikan kepada atasanmu. Sebentar lagi semua yang kau lihat akan kau buat.gelarnya.”
“Itu… Sekarang Pak.Damar itu akan aku kasih gelar si pria ribet. Suka sekali mucul tiba-tiba dan meminta sesuatu di luar pikiran. Jika ada yang penyakit jantungan, pasti sudah lewat di tempat dia bikin.”
Thasya pun akhirnya pergi ke ruang kerja Damar sambil membawa apa yang dimintanya tadi. Dia menghela napas berulang kali.
Sepanjang jalan dia berusaha menenangkan perasaannya dan membenarkan apa yang dikatan Dimas tadi. “Benar, apa pun itu tidak ada bagus jika kita membuat perasaan CEO tempat mereka bekerja kesal.”
Bisa-bisa nanti efeknya ke store mereka. Lebih baik dia mendengarkan apa yang dikatakan Damar dari pada dia menghiraukannya yang mengakibatkan mantan suaminya itu semakin mencari gara-gara nanti kepada mereka.
Thasya juga mengirimkan pesan kepada Nathan kalau dia akan datang terlambat. Untuknya Nathan tidak masalah dan dia mengatakan kalau dia akan menunggu Thasya sampai datang jam berapa pun itu.
*baiknya jika ada cerita yg sebelumnya, dan yg terjadi saat itu, diberikan tanda/notif "flash back" atau jeda spasi paragraf gtu..
Jadi biar gak bingung bacanya kecampur-campur mencerna mana yg kisah yg lalu.. dan mana kisah yg terjadi saat itu juga 🙏🙏🙏